Mohon tunggu...
Putri Rizky L.
Putri Rizky L. Mohon Tunggu... Lainnya - Joki Traktor di Tempat Magang

Penyuka random things. Doyan jalan-jalan meski belum jauh-jauh.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rombongan Pasar Malam, Pengembara di Belantara Pelosok Kota

14 September 2019   01:41 Diperbarui: 14 September 2019   05:30 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wahana Kora-Kora (Dokumetasi Pribadi, 2019)

Hiburan massal? Singkirkan gambaran tentang menonton bioskop, arena bermain di dalam mall, karnaval atau pameran. Mari menengok ke belakang, mungkin pernah menjadi bagian hidup Anda di masa tertentu : pasar malam. 

Ya. Bukan festival makanan atau pasar bahan pangan yang buka malam hari, namun area hiburan masyarakat yang nampaknya dewasa ini mulai sulit ditemui; namun pada waktu dan tempat tertentu, pasti ada. 

Pada era 2000-an, dengan mudahnya pasar malam diakses di alun-alun kota. Namun dewasa ini, rupanya terjadi 'eksodus' bagi rombongan pasar malam dan meredupnya eksisme pasar malam. Rombongan pasar malam, bagai pengembara di antara belantara pelosok kota.

Malam itu, (31/08) musik dangdut koplo berbunyi pelan lewat sound system yang terpasang di tengah lapangan. Jam menunjukkan sekitar pukul 19.45 WIB, beberapa saat setelah waktu shalat Isya'. 

Sebuah Pasar Malam di dekat tempat tinggal saya tengah berlangsung. Jangan bayangkan sebuah arena bermain yang luas, atau mungkin wahana yang megah menguji adrenalin yang muncul di kepala saat ada kata 'pasar malam'. 

Lapangan kampung, yang diubah setengahnya menjadi arena hiburan masyarakat. 

Hingar-bingar musik dangdut (yang katanya sesedih apapun liriknya pasti dibawakan dengan alunan musik yang bikin pendengar ikut goyang), kelap-kelip lampu mulai dari LED hingga lampu sorot di tengah-tengah arena yang menunjukkan sedang ada hiburan rakyat, anak-anak berlarian, pedagang camilan ... hingga "operator wahana".

Wahana dan Napak Tilas Pengunjung

Belum terlalu malam, namun kesibukan mulai berlangsung. Sesaat setelah saya masuk ke area pasar malam tersebut, dentuman mesin beberapa kali terdengar. 

Beradu dengan alunan dangdut koplo yang seakan tak mau kalah, malam sunyi di kampung menjadi semarak saat itu. Semacam generator untuk menggerakkan wahana "kora-kora" nampak mulai dipanaskan. 

Kora-kora disini adalah sebuah wahana dengan sensasi seperti bermain ayunan raksasa. Kursi-kursi ditata dalam "badan kapal" yang nantinya akan berayun. Mirip konsep "pendulum swing" pada ilmu fisika. 

Dengan tiket sebesar Rp. 10.000 Anda akan berayun sekitar 5-10 menit dan tentu, dipersilakan untuk berteriak, tertawa, selama Anda merasakan sensasinya.

Sudut lain : mini roller coaster (Dokumentasi Pribadi, 2019)
Sudut lain : mini roller coaster (Dokumentasi Pribadi, 2019)

Wahana yang paling mencolok selain kora-kora adalah komidi putar. Siapa yang takut ketinggian? minggir dulu. Anda akan dibawa berputar secara vertikal searah jarum jam hingga ketinggian kurang lebih 5 meter. Beberapa anak-anak usia SD nampak berjubel di depan loket, eh, meja tiket. 

Meja sederhana dan seorang wanita menjual karcis seharga Rp. 10.000,- untuk kemudian anak-anak itu berjalan cepat melalui pagar besi yang mengarah pada 'kurungan' komidi putar. 

Nampak seorang pria mengarahkan dan mengatur 'calon penumpang' tersebut. Satu kurungan berisi 2-3 orang saja. Sesaat kemudian, mesin mulai menyala dan komidi putar beraksi, suara desing mesin beradu dengan dangdutan lagi! 

Beberapa putaran awal memang lambat. Sesaat kemudian, putaran makin cepat. Beberapa penumpang tampak tegang. Ada pula yang memejamkan mata. Namun ada pula yang tertawa girang. 

Semua disatukan oleh komidi putar, roda besar yang gemerlap. Seakan-akan komidi putar mengingatkan kita : ini lah kehidupan. Ada kalanya kita di atas, ada kalanya kita di bawah. Ada masanya kita tertawa, namun ada masanya pula kita menangis ....

Sesaat kemudian putarannya berangsur-angsur pelan, penjaga membuka kurungan dan anak-anak berhamburan.

Komidi Putar, Meluncur Memutar dengan Kurungan dan Penumpang di Dalamnya (Dokumentasi Pribadi, 2019)
Komidi Putar, Meluncur Memutar dengan Kurungan dan Penumpang di Dalamnya (Dokumentasi Pribadi, 2019)

Tidak afdol bila berjalan-jalan tanpa membeli camilan. Pasar malam ini sederhana namun lengkap. Beragam camilan dapat ditemui dan ditebus dengan harga murah. 

Ada gorengan, bakso, cilok, jagung bakar, hingga makanan adaptasi dari belahan dunia barat dan timur : hamburger dan tempura ala kadarnya juga tersedia. 

Malam itu saya tertarik membeli suatu jajanan yang belakangan ini trend di Salatiga : sempolan. Tidak tahu asal muasal nama tersebut, yang saya tau sempolan adalah panganan berbahan dasar tepung, daging ikan/ayam giling, telur dan bumbu yang dibentuk pada tusukan sate sedemikian rupa lalu direbus. 

Penyajiannya adalah dengan menggorengnya dengan baluran telur kocok dan diberi saus/kecap sesuai selera. Cukup merogoh kocek Rp. 5.000,- saya mendapatkan 5 tusuk dengan ukuran yang lumayan. 

Pedagang camilan dengan gerobak yang diletakkan di jok belakang berjajar di bagian tengah lapangan. Beberapa nampak kewalahan melayani pembeli. Ada pula yang bercengkrama sesama pedagang. Ada pula yang termangu ditemani sebatang rokok berkepul menunggu pelanggan...

Sempolan (Dokumen Pribadi, 2019)
Sempolan (Dokumen Pribadi, 2019)

Operator Wahana, Pendorong Penumpang

Ada yang menarik perhatian saya di beberapa wahana seperti kora-kora, karousel, dan odong-odong. Bila Anda memperhatikan foto kora-kora yang saya post di atas, mungkin Anda akan menemukan sesuatu yang 'unik'. 

Ya, beberapa orang dari rombongan ini menjadi "operator wahana". Saya menyebutnya begitu. Di kora-kora sendiri, seorang lelaki muda nampak setengah berlari memasuki arena saat mesin mulai panas dan perahu mulai berayun pelan. 

Hitungan detik kemudian, ia melompat dan memanjat tiang pancang dan sesaat kemudian berdiri di ujung kapal bagai nahkoda! Saat kora-kora mulai berayun keras, ia nampak menghentakkan kaki dan tubuhnya. 

Memanfaatkan ayunan yang ada untuk menghempas lebih keras. sesaat ia ada di buritan. Sesaat lagi ia sudah berada di haluan. Seakan Vasco da Gama yang girang menemukan pulau baru di laut lepas. Alih-alih takut, raut wajah pemuda itu nampak tenang saat berpindah-pindah. Melangkahi kursi-kursi kosong. Hebat.

Mendorong Karousel (Dokumetasi Pribadi, 2019)
Mendorong Karousel (Dokumetasi Pribadi, 2019)

Lain lagi saat di wahan karousel. Bila kora-kora lumayan ekstrim, maka karousel mirip dengan odong-odong : lebih sederhana. Prinsip kerja kedua wahana ini mirip. 

Memutar piringan dengan satu as di tengah. Bedanya, odong-odong lebih kecil dan di dominasi oleh balita dan karousel lebih banyak dan besar, di dominasi oleh anak-anak berusia SD dan beberapa ibu-ibu. 

Saat saya mendekat, tidak banyak penumpangnya. Hanya mungkin terisi oleh 7-10 orang saja. Seorang operator memegang karcis tanda masuk yang dibaderol dengan harga Rp. 10.000 sampai puas, memegang besi-besi vertikal dan mulai mendorong. Begitu terus. 

Angin malam berembus pelan. Membawa hawa dingin, namun mungkin tak dirasakan oleh sang "operator wahana".

Eksistensi Pasar Malam

Seiring perkembangan zaman, konsep pasar malam yang sederhana nampaknya mulai tergeser. Dulu, pasar malam dengan mudah dijumpa di alun-alun dengan gegap gempita. Wahana yang lebih banyak dan menarik, dan tentunya harga karcis yang murah. 

Akhir-akhir ini geliat pasar malam mulai menggeser ke pedesaan dan perkampungan. Mungkin, di kota lain masih dijumpai pasar malam yang meriah dan besar. Mereka tampak seperti rombongan musafir yang berkelana dari satu tempat ke tempat lain. 

Saya sempat berbincang dengan seorang penjaga stand game menembak yang susahnya bukan kepalang-tapi hadiahnya tak seberapa- tentang waktu penyelenggaraan pasar malam. Ia mengatakan bahwa pagelaran pasar malam akan diadakan hingga tanggal 12 September 2019. 

Beberapa kali saat malam berikutnya saya melintas, pasar malam tampak sepi. Wahana besar tidak dinyalakan. Musik dangdut mengalun pelan. Menurut rencana, rombongan tersebut akan bertolak ke Temanggung, Jawa Tengah untuk menghibur masyarakat. 

Namun, belum sampai di tanggal 12, saya lewat kembali di depan lapangan dan pasar malam tersebut dibongkar perlahan.

Kilau pasar malam mulai meredup. Kru pasar malam tetap bersama membawa kenangan dari wahana-wahana yang instalasinya portabel. 

Senyum di balik keringat mengalir saat malam tiba, deru mesin kora-kora bercampur aroma solar membumbung tinggi ke angkasa.. alunan musik dangdut masih setia dengan lampu sorot dan kelip-kelip lampu menggema di telinga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun