Setelah dua malam yang penuh mimpi mengubah hidup, Yono merasa seakan hidupnya mulai memiliki arah. Namun, hari-hari berlalu tidak selalu mudah. Ketika ia mencoba menerapkan pelajaran dari Gandhi dan Einstein, ia menghadapi tantangan dan kegagalan. Kesalahan kecil membuatnya merasa malu, sementara hambatan besar membuatnya ingin menyerah.
Malam itu, dengan hati yang penuh keraguan, Yono tertidur lagi. Dalam tidurnya, ia menemukan dirinya berada di tengah-tengah aula besar yang dipenuhi suara gemuruh. Orang-orang berbicara dengan semangat, tetapi ia tidak bisa menangkap apa yang mereka bicarakan. Di ujung aula, berdiri seorang pria dengan postur tegap, mengenakan setelan formal, dan memegang cerutu di tangannya.
Pria itu menoleh ke arah Yono dan berkata dengan suara berat namun penuh karisma, "Ah, kau di sini. Selamat datang, anak muda."
Yono mendekat dengan ragu-ragu. "Siapa Anda?"
Pria itu tersenyum tipis. "Namaku Winston Churchill. Dan dari raut wajahmu, aku bisa menebak bahwa kau menghadapi kesulitan besar, ya?"
Yono mengangguk pelan. "Saya mencoba berubah, mencoba membuat sesuatu yang lebih baik. Tapi... rasanya sulit sekali. Saya gagal, dan rasanya seperti tidak ada gunanya untuk terus berusaha."
Churchill menatap Yono dengan tajam, lalu berkata, "Dengarkan aku baik-baik, Yono. Success is not final, failure is not fatal: It is the courage to continue that counts."
Yono mengernyit. "Apa maksudnya?"
Churchill mengambil langkah mendekat, matanya penuh keyakinan. "Kesuksesan itu sementara. Bahkan saat kau mencapainya, kau harus terus bergerak maju. Karena jika kau berhenti, kau akan kehilangan segalanya. Dan kegagalan? Itu bukan akhir dari segalanya, anak muda. Kegagalan hanyalah pelajaran, kesempatan untuk menjadi lebih baik."
"Tapi bagaimana jika saya terus gagal?" tanya Yono.