Ani mengernyitkan dahi. "Maksudmu?" Â
"Begini, ya. Kalau orang bule ngomong KTM dengan aksen mereka, jadinya kayak gini: 'Kay-Tee-Yem.' Nah, itu kan mirip banget sama kalau kita ngeja nama Mbok Katiyem!" jelas Bagus dengan penuh semangat. Â
Teman-temannya langsung terdiam sebentar, mencerna logika absurd itu. Lalu, Budi berseru, "Loh iya, ya! Katiyem internasional dong, kalau gitu?" Â
"Betul! Bahkan nama Katiyem ini udah go international lewat motor trail. Bisa dibilang, Mbok Katiyem sekarang jadi simbol globalisasi lokal!" Bagus menambahkan dengan bangga. Â
Ani, yang dari tadi cuma geleng-geleng kepala, akhirnya nggak tahan lagi. "Kamu tuh, ya, Bagus. Daya imajinasimu ini cocok banget buat bikin novel absurd. Tapi aku akui, cerita Katiyem versi English speaker ini... ada benarnya juga kalau kita lagi ngantuk!" Â
Meja kantin kembali penuh dengan tawa, sementara Bagus tersenyum puas. "Pokoknya, apapun KTM-nya, jangan lupa asal-usulnya: "mbah kita, Mbok Katiyem!" Â
---
Cerita ini memang ngarang, tapi logikanya bikin senyum, kan?  Ayo pada komentar, dikembangkan lagi kalau ada ide tambahan! 😄
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H