Pernah berpikir seperti itu ?
Dalam keadaan saat ini, guru tak kuasa untuk memberikan pendidikan secara langsung. Dengan demikian, guru hanya bisa memberikan pengajaran secara online meet, penggunaan tugas, dan video tutorial.
"Tapi kan anak gak paham !"
Orang tua dapat memberikan kelas tambahan melalui guru privat.
"Tapi kan privat itu mahal, saya gak mampu"
Antarkan anak kepada guru, pastinya guru dengan senang hati membimbing anak.
"Orang tua sibuk kerja, harusnya guru dapat memberikan pendidikan yang layak. Sekarang guru cuma makan gaji buta.."
Sepertinya kita tak sadar, bahwa problema susahnya anak kita memahami pelajaran juga dirasakan  oleh para guru. Mereka juga gelisah dengan perkembangan pengetahuan dan akhlak para siswa yang kian hari kian menurun. Mereka juga geram dengan keadaan yang memaksa guru harus menayapa dibalik kaca.
Orang tua juga lupa, bahwa yang mereka ajar hanya anaknya sendiri. Bayangkan posisi guru yang harus mengajar satu kelas penuh berisi 25 anak ?
Orang tua juga lupa, bahwa guru juga sosok orang tua yang memiliki anak sendiri. Seorang suami yang harus tetap mencari nafkah di tengah pandemi yang memotong jatah gaji. Juga seorang istri yang harus melayani suami dan mengayomi anaknya. Padahal mereka harus menyiapkan bahan ajar, membuat media, mengevaluasi, dan lainnya.
Kita juga lupa bahwa yang kita temani belajar adalah anak kita. Ketika dia tidak semangat belajar, ketika dia tidak mampu belajar, ketika dia lebih banyak bermain, Â disana kita harus sadar, apakah cara kita membina anak sudah benar ? Atau kita harus menuruti kemauan anak semata-mata rasa sayang kita ?