Sehingga jika dikatakan di tahun 2025 guru ASN akan mendapatkan tunjangan satu kali gaji pokok berlaku bagi mereka para guru yang diangkat menjadi ASN dan memiliki sertifikat pendidik baru-baru ini. Kemudian di tahun 2025 diusulkan agar memperoleh tunjangan profesi guru. Karena kalau peningkatan kesejahteraan guru itu diatur dengan skema pemberian tunjangan profesi maka jelas dalam undang-undang disebutkan satu kali gaji pokok. Jika lebih dari itu justru akan melanggar ketentuan undang-undang guru dan dosen itu sendiri.
Lalu pada poin pernyataan bahwa guru non ASN bersertifikat pendidik akan mendapatkan tambahan kesejahteraan sebesar 2 juta rupiah setiap bulan. Ini juga menarik untuk dicermati. Pada kenyataannya sejak Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen disahkan, guru non ASN bersertifikat pendidik sudah mendapatkan tunjangan profesi guru sebesar 1,5 juta setiap bulan.
Jadi kalaupun nanti di tahun 2025 para guru ini akan mendapatkan tambahan kesejahteraan melalui skema tunjangan profesi guru yang katanya sebesar 2 juta rupiah, bisa disimpulkan kenaikan itu bukan sebesar 2 juta rupiah tetapi hanya 500 ribu rupiah saja. Karena memang sebelumnya mereka sudah mendapatkan tambahan penghasilan sebesar 1,5 juta per bulan dari tunjangan profesinya.
Mulai Menurunkan Ekspektasi
Yang betul akan mendapatkan tambahan penghasilan di tahun 2025 adalah mereka para guru honorer yang belum bersertifikat pendidik. Karena konon pemerintah bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) sedang memetakan data para guru ini agar nanti dapat diberikan tambahan penghasilan langsung cash transfer by name agar tepat sasaran. Ini cukup melegakan bagi para guru honorer mengingat fakta di lapangan bahwa masih banyak guru honorer yang digaji dengan nominal ratusan ribu rupiah. Itu pun terkadang pemberian honor tidak dilaksanakan rutin setiap bulan tetapi menunggu dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) cair.
Tanpa bermaksud menghakimi dan mendahului ketetapan atau berpikir skeptis dan pesimis terhadap janji peningkatan kesejahteraan guru. Tetapi agaknya mulai dari sekarang para guru harus menurunkan ekspektasi terhadap janji itu. Karena tidak seperti yang dibayangkan bahwa kesejahteraan guru di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini akan meningkat signifikan. Pada akhirnya peningkatan itu hanya terjadi bagi guru non ASN bersertifikat pendidik sebesar 500 ribu rupiah. Dan bagi para guru honorer yang belum bersertifikat pendidik juga belum jelas berapa besaran nominal tunjangannya. Sementara guru ASN bersertifikat pendidik agaknya harus siap-siap gigit jari, karena tidak ada kenaikan tunjangan.
Guru tetaplah guru. Ia pada akhirnya tetap harus berjuang secara mandiri untuk meningkatkan mutu pendidikan negeri ini sekaligus meningkatkan taraf hidupnya sendiri. Sudah menjadi rahasia umum banyak kaum guru yang terjerat pinjaman online (pinjol). Juga sudah menjadi keumuman banyak para guru yang berhutang dan menggadaikan SK nya di bank untuk menutup kebutuhan hidup. Ini menjadi fakta miris di tengah semangat pemerintah yang ingin menaikkan kesejahteraan para guru.
Secara pribadi sebagai seorang guru saya sering terbersit dalam hati kecil, jika negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia bisa begitu menyejahterakan para gurunya tetapi mengapa tidak demikian dengan Indonesia? Dan pada akhirnya tangisan serta senyum haru yang kemarin merebak saat puncak acara peringatan Hari Guru Nasional tahun 2024 hanya sebatas gula-gula saja. Sebatas pemanis janji yang telah diucapkan saat musim kampanye dulu.
Tetap semangat para guru Indonesia. Agaknya kita masih harus berjuang secara berdikari untuk kesejahteraan kita sendiri. Semoga nanti akan tiba masanya kesejahteraan guru di negeri ini bisa mejadi fakta, setara dengan negara-negara tetangga. Harapan dan mimpi itu kelak akan jadi nyata. Bukan sekedar omon-omon belaka. Semangat! Salam blogger persahabatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H