Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memikirkan Kembali Wacana Kebangkitan Ujian Nasional

10 November 2024   18:57 Diperbarui: 19 November 2024   09:50 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proses ini hendaknya dimulai dari lingkungan keluarga dan dilakukan sedini mungkin. Orangtua hendaknya menuntun anaknya agar kegiatan belajar itu menjadi sebuah kebiasaan positif di lingkungan keluarga. Yang dilakukan secara rutin dalam waktu tertentu yang sudah disepakati dengan anak.

Dulu saat saya masih bersekolah SMP ada semboyan yang selalu diucapkan oleh seorang guru sebagai penutup kegiatan belajar mengajar. Beliau berkata, "Tiada hari tanpa belajar kecuali malam Minggu". 

Dari kalimat tersebut agaknya guru menitipkan pesan secara halus bahwa kami para siswa diharuskan setiap malam untuk belajar, membuka buku dan membacanya, serta mengerjakan PR jika ada tugas ataupun pekerjaan rumah yang diberikan oleh para guru. Bolehlah siswa libur belajar yaitu saat malam Minggu. Kiranya begitu yang saya pahami dari semboyan sang guru tersebut.

Kita sepakat bahwa belajar merupakan kewajiban setiap orang. Bahkan lebih jauh dari itu dewasa ini belajar merupakan sebuah kebutuhan. Kebutuhan bagi siapapun pribadi yang ingin tetap eksis dalam menghadapi perkembangan dan kemajuan zaman dewasa ini.

Motivasi belajar konon akan lebih baik jika bisa ditumbuhkan secara internal dari dalam siswa itu sendiri. Tetapi jika siswa belum memiliki kesadaran yang mendalam akan pentingnya motivasi belajar apakah guru dan orangtua tidak boleh "memaksa" atau setidaknya mengarahkannya agar ia memiliki kesadaran akan pentingnya belajar?

Agar nilai-nilai kesadaran akan pentingnya belajar itu menjadi sebuah prinsip dan keyakinan di dalam hidupnya. Saya selalu yakin dan percaya penanaman nilai itu dimulai dari lingkungan yang terdekat yaitu lingkungan keluarga. Karena di sanalah siswa memulai segalanya. Berangkatnya dari tradisi di keluarganya.

Anak yang dibiasakan sedari kecil untuk gemar membaca buku oleh orangtuanya maka kebiasaan itu akan terbawa hingga ia dewasa. Demikian pula dengan kebiasaan dan tradisi belajar. 

Bukankah dulu beberapa kota di Indonesia pernah menggalakkan program Jam Belajar Masyarakat (JBM)? Seperti di kota Surabaya semasa kepemimpinan walikota Tri Rismaharini? Dan beberapa daerah lain pun menerapkan itu, Jogja misalnya. 

Masyarakat diharuskan mematikan televisi dan memantau agar anak-anak pada jam 18.00 -- 21.00 tetap di rumah dan belajar. Itu semua menjadi cerminan bahwa proses belajar perlu dibiasakan bahkan "dipaksa" sebelum menjadi sebuah tradisi yang mapan. Selengkapnya di sini.

Ini bisa menjadi langkah awal dari sebuah proses perjalanan panjang untuk mendongkrak kembali semangat belajar siswa yang menurun drastis. Karena akar masalahnya bukan di UN tapi bagaimana caranya agar siswa memahami dan sadar bahwa belajar itu penting dan belajar merupakan sebuah kebutuhan.

Tentu pada akhirnya kita semua membutuhkan solusi yang lebih komprehensif untuk permasalahan bersama ini. Mengingat faktor penyebabnya juga sangat kompleks dan beragam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun