Pendidikan" melontarkan kritik tajam terhadap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim dan Kurikulum Merdeka. Acara tersebut diadakan di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Jakarta Selatan, Sabtu (9/9/2024) lalu. Setidaknya terdapat tiga inti pernyataan kritikan dari Pak JK.
Menarik jika mencermati pernyataan Jusuf Kalla beberapa waktu lalu. Pak JK dalam sebuah forum diskusi bertema "Menggugat Kebijakan AnggaranPertama, penerapan konsep kurikulum merdeka dan merdeka belajar belum tepat untuk diterapkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan pelajar Indonesia bersifat pragmatis. Mereka mau belajar jika ada ulangan atau ujian. Merdeka belajar hanya cocok untuk sekolah tertentu.
Kedua, terkait penghapusan Ujian Nasional. Pak JK mengatakan bahwa Ujian Nasional (UN) perlu tetap dilaksanakan agar ada tolak ukur yang jelas. Negara maju seperti Cina, Korea Selatan dan Jepang tetap melaksanakan Ujian Nasional.
Ketiga, terkait kapasitas personal Mendikbudristek Nadiem Makarim. Beliau menilai mas menteri Nadiem Makarim tidak memiliki cukup pengalaman dalam bidang pendidikan. Secara terang-terangan mantan wakil presiden ke-10 dan ke-12 itu menyebutkan bahwa mas menteri jarang "turun ke bawah" dan jarang berangkat ke kantor.
Lebih lanjut pak JK mengatakan bahwa Mendikbud seharusnya orang yang ahli dalam bidang tersebut. Pidato berisi kritikan tersebut Pak JK sampaikan dalam durasi kurang lebih 27 menit dan selengkapnya bisa disimak di sini. Apakah pembaca sekalian sepakat dengan kritik yang dilontarkan Pak Jusuf Kalla tersebut?
Merdeka Belajar Hanya Cocok Untuk Sekolah Tertentu
Demikian menurut Pak Jusuf Kalla. Konon konsep kurikulum merdeka dan merdeka belajar yang diterapkan sekarang ini terinspirasi dari Sekolah Cikal. Dikutip dari laman resminya, Sekolah Cikal adalah lembaga pendidikan yang didirikan oleh Najelaa Shihab, seorang pendidik dan aktivis pendidikan di Indonesia. Sekolah ini berfokus pada pendekatan belajar yang inovatif dan berorientasi pada pengembangan karakter serta keterampilan abad 21. Pertanyaannya kemudian apakah semua sekolah di Indonesia situasi dan kondisinya sudah semapan Sekolah Cikal?
Selalu dan selalu saya sampaikan dalam tulisan-tulisan saya terdahulu bahwa persoalan yang mendasar pada sistem pendidikan kita adalah persoalan ketimpangan. Belum meratanya mutu dan sarana prasarana sekolah-sekolah kita juga berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi sebuah kurikulum. Pada akhirnya hal ini juga berdampak pada mutu pendidikan kita secara keseluruhan.
Saya yakin dan percaya pada sekolah-sekolah dengan kondisi dan daya dukung yang mapan, program dan kurikulum apapun pasti akan lebih mudah untuk diimplementasikan. Akan sedikit menghadapi kendala dan hambatan. Hal ini disebabkan karena potensi dan daya dukungnya sudah mapan: pola manajemen sekolah yang baik, SDM gurunya mumpuni, sarana prasarana serba tercukupi dan terpenuhi, sampai pada tingkat partisipasi masyarakat yang bagus pada penyelenggaraan proses pendidikan di sekolah tersebut.
Berbanding terbalik dengan sekolah yang serba pas-pasan. Sarana prasarana seadanya, jumlah gurunya juga terbatas, tingkat partisipasi dan kepedulian masyarakatnya terhadap pendidikan juga rendah. Akan sangat sulit menerapkan kurikulum apapun, termasuk merdeka belajar pada sekolah-sekolah minor seperti ini. Anasir-anasir yang menyertainya mestilah dibenahi dulu jika konsep merdeka belajar ingin berjalan dengan sukses.
Setiap kurikulum apapun sejak dahulu mengusung konsep yang bagus dan sesuai dengan perkembangan zaman saat itu. Tapi selama persoalan mendasar tentang ketimpangan belum juga diselesaikan selama itu pula konsep gagasan besar menyangkut implementasi kurikulum yang dimaksud juga akan mengalami hambatan dan kendala.