Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

PPDB Sistem Zonasi: Apa Kabarmu Kini?

3 Juli 2024   16:18 Diperbarui: 12 Juli 2024   19:52 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penjual Bakso : "Memang begitu prosedurnya. Mohon maaf ya Pak."

Pembeli             : #&%*@!#&%*@!

Dialog imajiner di atas merupakan cerita anekdot yang menggambarkan suasana sosiologis dalam masyarakat terkait proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi di sekolah negeri. Betapa begitu semangatnya masyarakat mendaftarkan anak untuk bersekolah di sekolah yang menurutnya baik dan bermutu tetapi tertolak. 

Tertolak karena rumah tinggal (domisili) masyarakat tersebut tidak termasuk dalam cakupan zonasi sekolah tujuan. Dan disarankan agar mendaftar di sekolah yang lebih dekat dengan domisilinya.

Persoalan semacam ini masih banyak ditemui di tengah masyarakat. Stigma dan labeling sekolah unggulan masih melekat kuat dalam benak masyarakat kita. Masyarakat siap menyekolahkan anak ke sekolah yang lebih jauh dari rumah tinggalnya karena menganggap sekolah tujuan itu lebih baik dan lebih bermutu dibandingkan dengan sekolah yang lebih dekat. Apalagi sudah terbukti jika alumni dari sekolah tujuan tersebut akhirnya menjadi orang sukses di kemudian hari.

Apakah naluri masyarakat yang ingin menyekolahkan anak pada sekolah yang bermutu baik adalah sebuah kesalahan? Lalu mengapa sistem zonasi yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2017 itu masih juga menuai polemik sampai sekarang?

Sekilas Tentang PPDB Sistem Zonasi

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2017 di era Muhadjir Effendy menjabat sebagai menteri pendidikan kala itu. Dengan lahirnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat maka sistem PPDB Zonasi di Indonesia resmi diterapkan untuk tingkat pendidikan usia dini, dasar dan menengah.

Pelaksana teknis dari sistem ini adalah pemerintah daerah. Yaitu pemerintah daerah kabupaten/kota untuk jenjang pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar (KB/TK/SD/SMP). Sementara pendidikan menengah ditangani oleh pemerintah daerah provinsi (SMA/SMK/SLB).

Ide besar dari kebijakan sistem zonasi ini sebetulnya bagus. Karena pemerintah ingin meningkatkan dan meratakan mutu pendidikan di semua sekolah. Sehingga tidak ada lagi sekolah unggulan dan sekolah pinggiran. Juga adanya semangat untuk mendekatkan akses pendidikan kepada masyarakat. Harapannya masyarakat tidak perlu menyekolahkan anaknya ke sekolah yang jauh dari rumahnya karena sekolah di dekat rumahnya pun memiliki mutu yang sama bagusnya.

Tetapi persoalan kemudian muncul karena ide besar itu tidak disertai dengan persiapan atribut-atribut pendukungnya. Memang jika dicermati PPDB sistem zonasi ini sudah banyak diterapkan di negara-negara maju seperti Australia dan Jepang. Mereka negara-negara maju sudah lama menerapkan sistem zonasi dan berhasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun