Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wajah Ganda Pendidikan Indonesia

13 Mei 2024   15:39 Diperbarui: 13 Mei 2024   16:18 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konten ini dapat berupa video pembelajaran, infografis, presentasi interaktif, blog edukasi, atau media kreatif lainnya. Guru konten kreator tidak hanya sebatas penyampai materi pelajaran, tetapi juga berperan sebagai fasilitator, motivator, dan inspirator bagi para muridnya. Mereka memanfaatkan berbagai platform digital, seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan media sosial lainnya, untuk menjangkau murid-muridnya dengan cara yang lebih menarik dan interaktif.

Jika dipahami secara sepintas pengertian tentang guru konten kreator di atas sangat baik dan positif. Tapi kadang dalam kenyataannya mereka yang menamakan diri sebagai guru konten kreator tidak sepenuhnya berpijak di atas nilai-nilai etis pendidikan itu sendiri. 

Tidak sedikit guru konten kreator yang berjogad-joged dengan gemulainya bersama siswa-siswa mereka dalam membuat konten bertema pendidikan. Seakan membuat jarak antara guru dan murid tidak ada lagi. Guru dan murid seperti teman dekat : akrab, intim dan tak berjarak. Dan menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya rasa hormat murid pada gurunya.

Apa iya beginikah cara guru dalam membuat konten pendidikan yang baik? Yang katanya sesuai dengan kodrat zaman siswa di era sekarang? Belakangan guru konten kreator juga menjadi perpanjangan tangan kementerian pendidikan dan kebudayaan dalam mengkampanyekan berbagai kebijakan dan berikut juga mengkampanyekan keberhasilan pencapaiannya. Menjadi proxy bagi berbagai kebijakan dan kepentingan kementerian pendidikan dan kebudayaan.

Kenyataan di Lapangan

Di sisi lain tidak sedikit dari kita dalam keseharian menemukan berita-berita miris seputar dunia pendidikan yang membuat kita menghela nafas dan mengelus dada. Fenomena guru terjerat pinjaman online, fenomena puluhan siswi mengajukan dispensasi menikah karena hamil di luar nikah, berita-berita tentang demo guru yang menuntut kesejahteraan juga seakan menjadi berita rutin tahunan menjelang peringatan hari buruh, hari guru atau hari pendidikan nasional.

Belum lagi kabar tentang banyaknya sekolah yang gulung tikar karena tidak mendapatkan murid baru pada saat pelaksanaan PPDB, sekolahan yang roboh karena minimnya pemeliharaan, berita maraknya kekerasan dan kriminalitas dalam lingkungan sekolah dan kampus yang dilakukan oleh oknum siswa, mahasiswa, guru atau dosen, dan seterusnya.

Menjadi semacam kontras yang nyata serta berbanding terbalik dengan apa yang disuguhkan oleh begitu banyak akun sosial media milik mas menteri, ataupun instansi dan jajaran di bawahnya. Termasuk akun-akun guru konten kreator.

Kenyataan semacam ini kemudian menimbulkan dua persepsi dalam benak insan pendidikan itu sendiri. Pertama, mereka yang percaya bahwa dunia pendidikan kita sedang baik-baik saja dan tengah berjalan menuju tujuan serta cita-cita yang diharapkan. Kedua, mereka yang melihat bahwa dunia pendidikan kita sedang tidak baik-baik saja karena begitu banyaknya fakta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pendidikan kita dan itu tersaji bahkan di sekeliling kita dalam kehidupan sehari-hari.

Saya sebagai seorang guru selalu berharap bahwa kalaupun betul apa yang diklaim mas menteri bahwa di eranya dunia pendidikan kita tengah berjalan pada garis yang benar menuju sebuah kemajuan yang diharapkan dengan keberhasilan berbagai program-programnya itu maka sejatinya dampak positif dari keberhasilan itu haruslah dirasakan oleh semua lapisan pendidikan. Tidak hanya dirasakan oleh sebagian saja. Keberhasilan itu mestilah berdampak pada lanskap pendidikan kita yang lebih luas.

Dan pemerintah selaku pemangku kebijakan tertinggi dalam bidang pendidikan hendaknya tidak menjadikan pendidikan sebagai komoditas politik belaka. Stop politisasi pendidikan! Biarkan pendidikan itu bergerak dan berjalan di atas marwahnya sendiri. Di atas nilai-nilai etis yang juga sudah diucapkan puluhan tahun yang lalu oleh pemikir pendidikan kita : Ki Hajar Dewantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun