Perhatikan kalimat yang bercetak tebal : guru ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu guru habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas.
Saya masih ingat saat mendengarkan pidato itu saya tengah mengikuti upacara peringatan hari guru nasional tahun 2019 di salah satu halaman SD di kecamatan saya.Â
Saat pidato tersebut dibacakan oleh pembina upacara dan didengarkan oleh seluruh peserta upacara termasuk saya maka disambutlah kalimat tersebut dengan teriakan dan tepuk tangan yang gemuruh dari seluruh peserta upacara saat itu. Pertanda bahwa kalimat tersebut mewakili isi hati para guru dan memberikan angin segar saat itu bahwa akan ada sebuah kebijakan baru dari Menteri Pendidikan yang baru dilantik ini terhadap dunia pendidikan, guru dan terkhusus pada konteks masalah administrasi guru.
Akan ada kebijakan untuk menyederhanakan administrasi guru sehingga para guru tetap bisa mengajar dan mendidik murid-muridnya dan tetap dapat mengerjakan administrasinya dengan baik, dengan lebih sederhana. Sehingga tidak merasa terbebani apalagi terbelenggu. Karena saya secara pribadi tetap berpandangan bahwa mengerjakan administrasi guru tetap harus dilakukan oleh guru dan itu sangat penting dalam menunjang kesuksesan pelaksanaan tugas guru itu sendiri. Hanya saja memang perlu adanya penyederhanaan sehingga guru tidak lagi mengerjakan administrasi yang seabreg dan menumpuk seperti yang selama ini terjadi.
Tidak lama kemudian muncul kebijakan dari Mas Menteri terkait RPP tiga komponen. Atau ada juga yang menyebut dengan istilah RPP satu halaman atau satu lembar. Dimana dalam RPP tiga komponen tersebut guru dalam menyusun RPP hanya diwajibkan menyusun RPP dengan memuat minimal setidaknya komponen : tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dan asesmen.Â
Jika ingin menambahkan komponen lain itu sifatnya tidak wajib atau tambahan saja. Yang pokok adalah tiga komponen tadi. Memang betul RPP tersebut menjadi lebih ringkas. Sangkin ringkasnya saat RPP tersebut dicetak hanya sebanyak satu halaman atau satu lembar per pertemuan. Mungkin itu salah satu wujud kebijakan penyerderhanaan administrasi guru yang dulu pernah digaungkan oleh mas menteri Nadiem Makarim.
Lalu bagaimana kabarnya kebijakan RPP ringkas itu sekarang dalam era Kurikulum Merdeka? Seakan hilang berlalu tanpa jejak. RPP dalam kurikulum merdeka berganti istilah menjadi Modul Ajar (MA) dengan banyak komponen yang ada di dalamnya. Administrasi guru yang lain pun hanya berubah nama. Misalnya : KI dan KD berubah menjadi CP, Silabus menjadi ATP, KKM berubah menjadi KKTP, RPP berubah menjadi Modul Ajar dan seterusnya. Kurang lebih sama esensinya dengan kurikulum sebelumnya.
Ending dongeng beban administrasi guru memang perlu dikurangi atau lebih tepatnya disederhanakan. Akan tetapi penyederhanaan itu juga harus dibarengi dengan perubahan sikap mental guru-guru di lapangan. Hal ini adalah sesuatu yang harus dilakukan secara bersamaan. Belajar bersama ada dalam maksud itu. Mengisi ruang-ruang kosong yang mungkin belum diisi oleh pemerintah dengan membangun sikap mental, pengetahuan dan keterampilan yang baru.
Salah satu ciri merdeka belajar adalah memberikan kepercayaan kepada guru sebagai pendidik profesional. Sebagai pendidik profesional tentu guru memiliki otonomi, memiliki kemerdekaan dan fleksibiltas dalam membuat berbagai keputusan berdasarkan proffesional judgement termasuk menyusun kurikulum dan administrasi yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks di sekolah.
Semoga kita sebagai guru bisa berada pada high level performance dalam kinerja diawali dengan pembuatan administrasi yang baik dan benar. Tetap semangat para guru Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H