Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Dalam Kurikulum Merdeka Sistem Ranking Harus Dihapus?

30 Desember 2023   07:47 Diperbarui: 31 Desember 2023   12:25 3110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangtua siswa memeriksa dokumen anaknya saat melapor di posko penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMK Negeri 15, Jakarta Selatan, Selasa (23/6/2020).(KOMPAS/PRIYOMBODO)

Pembaca pasti masih ingat tentang hasil PISA 2022 yang kemarin baru dirilis? Dimana dalam hasil PISA 2022 menunjukkan hasil belajar literasi Indonesia naik 5 sampai 6 posisi dibanding PISA 2018. Peningkatan ini merupakan capaian tertinggi sepanjang sejarah Indonesia mengikuti PISA.

PISA diselenggarakan setiap tiga tahun oleh OECD untuk mengukur literasi membaca, matematika, dan sains pada murid berusia 15 tahun. 

Pada 2022, PISA diikuti oleh 81 negara, yang terdiri dari 37 negara OECD dan 44 negara mitra. Selain menggunakan PISA, sejak 2021 Indonesia telah melaksanakan Asesmen Nasional (AN) untuk memetakan kualitas pendidikan di setiap sekolah dan daerah secara lebih komprehensif.

Artinya pendidikan kita sendiri secara nasional juga dibandingkan dengan negara lain dan kemudian diranking muncullah hasil PISA itu. 

Lalu mengapa dalam kurikulum kita perankingan mesti dihapus sedangkan pendidikan kita saja ikut diperbandingkan dalam PISA tadi? 

Yang sejatinya tingkat literasi dan numerasi anak didik kita juga diranking dengan negara-negara lain. Dan kita bangga karena ranking PISA kita kemarin naik. Sama bangganya dengan wali murid dan atau guru yang mengetahui anak dan muridnya mendapat peringkat bagus diantara teman-temannya yang lain.

Jadi saya tetap berkeyakinan bahwa semestinya sistem ranking tidak perlu dihapuskan dalam kurikulum kita. Biar saja sistem itu tetap ada sebagai pemacu anak-anak agar belajar dengan lebih giat lagi. Juga sebagai salah satu tolak ukur tingkat keberhasilan anak dalam belajarnya, sehingga menjadikan guru dan orangtua juga aware dengan perkembangan belajar anak-anak.

Dalam era globalisasi sekarang ini kompetisi dan prestasi menjadi hal yang dikejar oleh hampir semua negara. Negara-negara maju di dunia saling berkompetisi dalam berbagai bidang kehidupan untuk menuju sebuah kemajuan peradaban. Mereka berlomba-lomba untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya sehingga menjadi negara yang semakin maju, adil dan makmur.

Adanya sistem perankingan bukan berarti menafikkan keistimewaan dan keunikan masing-masing anak didik. Tetapi dengan adanya perankingan merupakan sebuah bentuk apresiasi dan penghargaan bagi prestasi yang telah diraih anak didik itu sendiri. 

Bagi yang belum berprestasi adalah menjadi tugas guru dan orangtua untuk bersama-sama peduli dan membimbing anak-anak agar bisa lebih baik lagi dalam proses belajarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun