Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lulus SD tapi Belum Bisa Baca?

30 November 2023   20:30 Diperbarui: 30 November 2023   21:04 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru dan murid | Sumber : Dokpri diedit dengan Canva

Upaya Yang Bisa Dilakukan

Bagaimanapun juga seperti kata peribahasa "mencegah lebih baik daripada mengobati". Tentu dalam konteks belajar membaca juga menulis sebisa mungkin anak dididik dan dilatih agar bisa menguasai keterampilan baca tulis sesuai dengan tahap perkembangannya. Yaitu pada usia 6-7 tahun. Atau pada usia-usia SD kelas bawah. 

Disini membutuhkan ketekunan dan ketelatenan dari guru kelas bawah untuk dapat membimbing dan mengajari anak dalam mengenal huruf, memahami bunyi huruf dan cara pengucapannya, pengenalan suku kata, sampai pada pengenalan kata dan kalimat. Semua memang harus dilakukan dengan tekun.

Guru dapat melakukannya di tengah jam pelajaran, saat istirahat atau pada saat jam pelajaran selesai dengan memberikan bimbingan khusus pada anak-anak yang teridentifikasi gagap membaca. Juga diperlukan komunikasi, kolaborasi dan kerjasama dengan pihak orangtua agar guru dan orangtua bisa bersama-sama mendampingi anak dalam proses belajar membaca. 

Bukan sesuatu yang mudah karena kemampuan dan kecepatan setiap anak memang berbeda. Tapi tentu hal ini akan lebih baik jika terdapat kerjasama antara guru dan orangtua.

Kalau sekiranya orangtua kurang menguasai metode mengajarkan anak membaca atau menulis maka orangtua dapat memasukkan anaknya pada bimbingan belajar khusus membaca dan menulis. Ini upaya paling rasional dan masuk akal. 

Agar anak mendapatkan pembelajaran tentang cara membaca dan menulis dengan lebih efektif dan intensif di luar sekolah. Ini juga akan mempercepat proses belajarnya. Intinya orangtua tidak boleh acuh terhadap perkembangan belajar anak.

Akan semakin ruwet jika anak sudah semakin besar, naik di kelas tinggi (kelas 5 atau 6) atau bahkan sudah di SMP tapi belum bisa membaca. Biasanya anak akan merasa rendah diri apalagi jika teman-teman sekelasnya sudah lancar membaca semua. Tentunya akan menjadi tekanan mental tersendiri bagi anak. Dan tak jarang anak menjadi malu dan mogok berangkat sekolah atau minta pindah sekolah.

Ujung pangkalnya memang ada pada ketelatenan dan kerja sama antara pihak guru dan orangtua. Seperti pada awal tulisan saya di atas bahwa dibutuhkan usaha yang lebih dari seorang guru untuk membimbing siswanya yang belum lancar membaca dengan menyediakan waktu khusus untuknya. Juga didukung dengan peran serta orangtua di rumah dalam mendampingi anak-anaknya belajar membaca dan menulis.

Mencegah lebih baik daripada mengobati. Agar tidak terjadi lagi anak sudah lulus SD dan masuk SMP tetapi belum bisa membaca. Salam hangat dan salam hormat untuk seluruh guru di seantero nusantara. Tetap semangat dan maju terus demi pendidikan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun