Berbicara dunia filsafat pasti tidak akan lepas dari trio filsuf Yunani klasik. Siapa lagi kalau bukan Socrates, Plato dan Aristoteles. Ketiganya merupakan filsuf besar yang pernah tercatat dalam sejarah pemikiran dan filsafat. Dan menjadi cikal bakal peradaban filsafat di dunia barat. Konon dalam beberapa literatur disebutkan bahwa filsafat barat yang berkembang dewasa ini hanyalah catatan kaki dari ketiga maestro di atas.
Pemikiran-pemikirannya yang brilian seakan tidak pernah usang dimakan zaman. Masih sangat relevan untuk didiskusikan bahkan diperdebatkan hingga sekarang. Kejayaan polis Athena saat itu memang sangat mendukung untuk berkembangnya peradaban pemikiran di wilayah Yunani klasik. Sehingga tidak heran dari sanalah lahir filsuf dan pemikir besar sepanjang sejarah dikenal dan terus dipelajari ide pemikirannya hingga dewasa ini.
Selain pemikirannya yang menarik. Ketiga tokoh ini juga memiliki hubungan yang unik. Socrates adalah guru dari Plato. Dan Aristoteles adalah murid dari Plato. Sehingga ketiganya memiliki garis hubungan selayaknya kakek, orangtua dan anak dalam kehidupan keluarga. Meskipun demikian tentu selayaknya manusia pada umumnya masing-masing memiliki ciri khas ajaran dan pemikirannya. Ada persamaan tidak jarang juga terjadi perbedaan. Hal itu juga bisa dicermati pada sudut pandang pemikirannya terhadap dunia pendidikan.
Pendidikan Menurut Socrates
Socrates adalah filsuf Yunani Kuno yang dianggap sebagai salah satu pendiri peradaban filsafat barat. Socrates hidup antara tahun 470 SM sampai dengan 399 SM di Athena. Ia lahir dari seorang ayah bernama Sophroniskos dan ibunya bernama Phairnarete. Ayah Socrates adalah seorang pemahat sementara ibunya bekerja sebagai seorang bidan. Socrates merupakan pemikir Antroposentrisme yang bertujuan untuk mengenal manusia melalui pemahaman terhadap alam semesta.
Socrates berasal dari keluarga kaya dan berada. Sehingga dia diasuh dalam keadaan yang berkecukupan. Mendapatkan pendidikan yang sangat memadai. Di masa muda Socrates menjadi prajurit perang Athena, dia menggemari filsafat dan menghindari kehidupan politik praktis. Socrates digambarkan sebagai sosok yang bertubuh gempal, tidak tampan, berbibir tebal dan berdahi lebar. Semasa muda ia dikenal sebagai prajurit yang tangguh dalam menghadapi berbagi medan pertempuran.
Socrates memperkenalkan metode berfilsafat yang dikenal dengan metode kebidanan. Dia mengumpamakan bahwa befilsafat ibarat seorang bidan yang membantu ibu dalam melahirkan anaknya. Melalui metode dialog Socrates akan membimbing seseorang untuk menemukan dan melahirkan kebenaran dan pengetahuan dari dalam diri orang tersebut. Socrates percaya bahwa sedari lahir dia sudah diberkahi dengan kemampuan semacam itu.
Socrates berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu sarana untuk menemukan kebenaran. Menurutnya manusia memiliki pengetahuan yang tersembunyi di dalam jiwa mereka, dan tugas pendidik adalah membantu mereka mengingat kembali pengetahuan tersebut.Â
Socrates menggunakan metode dialektika, yaitu metode berfilsafat dengan cara bercakap-cakap atau berdialog dengan orang lain untuk menggali ide-ide dan argumen. Socrates tidak memberikan jawaban yang pasti, tetapi menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang kritis dan memprovokasi untuk merangsang pemikiran dan kesadaran diri. Socrates mengajarkan bahwa filsafat seharusnya tentang bagaimana orang harus menjalani hidup mereka, dan bahwa landasan etika adalah tentang menentukan kebajikan mana yang paling bermanfaat. Socrates juga menekankan pentingnya sikap rendah hati, keraguan, dan keingintahuan dalam proses belajar.
Pendidikan Menurut Plato
Plato lahir di Athena pada tahun 427 SM. Ayahnya bernama Ariston dan ibunya bernama Perictione. Plato adalah nama julukan. Sedangkan nama aslinya adalah Aristokles. Diberi julukan Plato karena secara fisik ia memiliki bahu yang lebar. Sementara Aristokles sendiri memiliki arti yang terpilih. Plato terlahir dari keluarga bangsawan. Dan ia sejak muda bercita-cita ingin menjadi politisi atau negarawan. Meskipun sampai akhir hayatnya cita-citanya tidak terwujud. Belakangan Plato bertemu dengan Socrates dan berguru kepadanya. Plato merupakan guru dari Aristoteles. Di tangan Socrates lah Plato dididik menjadi filsuf besar. Dan karena buku-buku yang di tulis Plato maka di kemudian hari orang mengenal tokoh yang bernama Socrates beserta pemikiran-pemikirannya.
Plato berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses mengarahkan pengetahuan yang dimiliki murid pada porsi seharusnya. Pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga melatih kecerdasan, moralitas, dan keterampilan murid untuk menjadi warga negara yang baik dan harmonis. Pendidikan menurut Plato direncanakan dan diprogram menjadi tiga tahap sesuai dengan tingkat usia, yaitu:
- Tahap pertama (0-20 tahun): Pendidikan dasar yang meliputi olahraga, seni, sastra, baca tulis, berhitung, dan ilmu pengetahuan ringan. Tujuannya adalah memupuk sopan santun, keindahan, dan mampu menahan diri. Estetika dan nilai etis sangat ditekankan.
- Tahap kedua (20-30 tahun): Pendidikan lanjutan yang meliputi matematika, astronomi, harmoni musik, dan propaedeutika filosofis. Tujuannya adalah melatih kecerdasan pikiran, penghargaan terhadap kebenaran, ketepatan, ketaatan, dan konsistensi dalam seni berpikir.
- Tahap ketiga (30-40 tahun): Pendidikan tinggi yang meliputi filsafat dan dialektika. Tujuannya adalah mencapai ide perjuangan Plato, yaitu 'kebaikan adalah pengetahuan' (virtue is knowledge), yang merupakan kelanjutan dari ajaran gurunya Socrates. Dengan filsafat, murid akan mengetahui apa yang benar dan tidak benar, yang baik dan jahat, yang patut dan tidak patut.
Plato juga menekankan pentingnya memberikan pendidikan kemiliteran pada usia 19-20 tahun untuk bela negara. Pendidikan kemiliteran diberikan setelah anak-anak remaja menamatkan pendidikan SMA/SMK. Plato menganggap bahwa pendidikan adalah urusan paling penting bagi negara, sehingga pendidikan mulai dari TK ke atas menjadi tanggung jawab negara. Pada puncaknya, hasil pendidikan harus mengabdi bagi negara. Plato mendirikan universitas pertama di dunia yang diberi nama Academia. Kelak di Academia ini Plato menjadi guru besar dan mengajar seluruh murid-muridnya di sana.
Pendidikan Menurut Aristoteles
Aristoteles lahir di sebuah kota kecil bernama Stagira bagian dari Kerajaan Macedonia pada tahun 394 SM. Ayahnya adalah Nichomachus seorang dokter pribadi dari raja Amnytas II raja Macedonia. Ayahnyalah yang mengatur Aristoteles agar menerima pendidikan lengkap pada awal  masa anak-anak dan mengajarinya ilmu kedokteran serta teknik pembedahan. Ibunya bernama Phaesta mempunyai nenek moyang terkemuka. Aristoteles merupakan murid dari Plato. Dan belajar pada Plato kurang lebih selama 20 tahun.
Meskipun Aristoteles adalah murid dari Plato tetapi di kemudian hari banyak pendapat atau ajaran dari Plato yang ia sanggah. Dan kemudian ia merumuskan filsafatnya sendiri. Aristoteles mendirikan tempat pendidikan dan penelitian bernama Lyceum. Lyceum didirikan di luar tembok kota Athena. Hal ini dikarenakan saat itu diberlakukan aturan bahwa orang pendatang dari luar Athena dilarang mempunyai properti seperti : sawah, ladang, rumah, bangunan dan sebagainya. Aristoteles saat itu agak kesulitan mendirikan Lyceum meskipun pada akhirnya berhasil membangunnya.Â
Melalui tempat ini, ia menyampaikan pemikiran-pemikirannya yang kemudian memengaruhi pemikiran dari para filsuf, teolog atau ilmuwan lain. Pandangan-pandangannya tentang pendidikan tercermin dalam karyanya, terutama dalam "Nikomakhian Ethics" (Etika Nikomakian) dan "Politics" (Politik). Berikut adalah beberapa pandangan utama Aristoteles mengenai pendidikan:
- Aristoteles meyakini bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (eudaimonia). Menurutnya, pendidikan bertujuan untuk membantu individu mencapai potensi tertingginya, dan kebahagiaan adalah hasil dari mencapai potensi tersebut. Pendidikan harus membantu individu menjadi lebih bijak, baik, dan bermoral.
- Aristoteles memandang pendidikan sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup. Belajar tidak hanya terbatas pada kelas atau lembaga pendidikan formal. Pendidikan terjadi melalui pengalaman, refleksi, dan praktek sepanjang hidup.
- Aristoteles mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam pendidikan. Ia berpendapat bahwa individu harus mengembangkan keseimbangan antara akal (logos), etika (ethos), dan emosi (pathos). Keseimbangan ini membantu seseorang menjadi individu yang bijak, etis, dan berempati.
- Aristoteles menekankan pentingnya pemahaman konsep dan prinsip-prinsip moral. Metodenya mencakup pembelajaran melalui pendekatan rasional dan praktik. Ia juga menggambarkan pentingnya mendidik karakter dan etika dalam pendidikan.
- Aristoteles meyakini bahwa pendidikan adalah tanggung jawab masyarakat secara keseluruhan. Ia mendukung pendidikan yang menciptakan warga negara yang baik dan berkontribusi positif pada masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan harus berperan dalam membentuk nilai-nilai dan etika yang berlaku dalam masyarakat.
Pandangan-pandangan Aristoteles ini memberikan landasan teoritis penting untuk perkembangan pemikiran pendidikan dalam sejarah. Ia menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan individu dan membangun masyarakat yang lebih baik melalui pengembangan karakter dan etika.
Apa yang jabarkan ketiga filsuf di atas tentang pendidikan pada dasarnya memiliki garis persamaan. Ketiganya sepakat bahwa pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan derajat kemanusiaan yang berakhir pada cita-cita tertinggi manusia yaitu kebahagiaan. Pendidikan haruslah dibangun secara bertahap, dan membutuhkan peran serta tanggung jawab dari negara. Ya negara bertugas untuk menyelenggarakan sistem pendidikan yang baik dan mapan bagi warganya. Menyelenggarakan pendidikan yang menjangkau semua kalangan. Karena tujuan akhir dari pendidikan itu sendiri adalah membentuk warga negara yang baik.
Bisa dicermati kemajuan pendidikan sebuah negara selalu berbanding lurus dengan kemajuan di bidang lainnya. Karena pendidikan merupakan ruh dari kemajuan itu sendiri. Pendidikan akan membentuk peradaban sebuah bangsa. Bangsa yang maju dan beradab sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang maju dan beradab pula. Bagaimana dengan kondisi pendidikan indonesia saat ini? Apakah sudah sesuai dengan cita-cita luhur kita sebagai bangsa Indonesia?
Kalau hari ini negara kita masih saja menjadi negara berkembang dan belum kunjung menjadi negara maju, jangan-jangan hal itu bisa jadi disebabkan salah satunya karena belum mapannya sistem pendidikan negara kita. Kita acapkali masih meniru-niru dan mencontoh-contoh sistem pendidikan dari negara lain. Yang pada kenyataannya tidak selalu cocok dengan falsafah kehidupan dan jati diri bangsa kita. Karena menurut saya pribadi sistem pendidikan yang baik adalah sistem pendidikan yang dibangun berdasarkan nilai dan falsafah luhur bangsa itu sendiri. Bagaimana menurut pembaca semua?
Sumber :
Jalaludin dan Idi Abdullah. 2020. Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Russell, Bertrand. 1946. Sejarah Filsafat Barat. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI