Mohon tunggu...
koko anjar
koko anjar Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Betapa Sulitnya Menjalin Hubungan dengan Tentara

30 Maret 2017   22:01 Diperbarui: 31 Maret 2017   06:00 37670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah menjadi tradisi di setiap awal tahun, bulan-bulan pertama adalah bulan dimana hujan turun hampir setiap hari. Kata orang, hujan itu membawa 10% air dan 90% kenangan. Kenapa bisa begitu? Karena kenangan akan membawa kita kepada rasa rindu. Dan ketika kita berbicara tentang rindu,maka hal tersebut tak akan bisa dipisahkan dari yang namanya LDR. Yah, Long Distance Relationship atau bisa kita sebut juga dengan istilah hubungan jarak jauh.

Seandainya saja hidup itu bisa memilih, sudah barang tentu tidak ada yang mau menjalani LDR. LDR itu penuh resiko, penuh tantangan, dan tidak sedikit juga yang gagal. Hanya keadaanlah yang membuat seseorang itu mau dan kemudian mampu untuk menjalani LDR. Pepatah “bisa karena terpaksa” menjadi pegangan awal mereka ketika hendak menjalankan hubungan jarak jauh tersebut. Mereka selalu yakin, bahwa di setiap ada awal, pasti akan ada akhir. Dan mereka akan selalu menjaga keyakinannya tersebut, bahwa tidak selamanya jarak dan waktu akan memisahkan mereka. Ada saatnya nanti mereka akan berkumpul lagi, tanpa ada jarak yang memisahkan.

Hampir sebagian besar anggota TNI, pernah menjalani LDR. Entah itu ketika mereka masih berkenalan, ataupun ketika mereka sudah menikah dan berkeluarga. Bagi mereka yang masih berada pada fase kenalan (pendekatan), awal dari hubungan jarak jauh itu adalah ketika si pria (atau wanita) di terima masuk sebagai siswa di lembaga pendidikan TNI. Entah itu di level Tamtama, Bintara, ataupun Perwira. Pada saat itu, secara otomatis komunikasi dengan dunia luar akan terputus. Bersyukurlah mereka yang tinggal di dekat lembaga pendidikan TNI. Sebab, kalau teman dekat (baca:pacar J) mereka sedang menjalani pendidikan, hanya waktu saja yang memisahkan mereka. Akan tetapi lain cerita dengan mereka yang berbeda kota. Jarak dan waktu seolah menjadi tembok tebal yang sangat sulit untuk ditembus dalam menjalani hubungan mereka.

“Mas berangkat dulu yaa, besok pagi mas berangkat ke Solo, tes pusat. Gak lama kok, paling cuma tiga minggu”

Seperti itulah pesan terakhir seorang calon prajurit sebelum berangkat untuk mengikuti tes pusat. Maklum saja, selama penyelenggaraan tes pusat, seluruh calon prajurit tidak diperkenankan membawa ataupun memakai alat komunikasi. LDR tahap pertama pun dimulai. Selang tiga minggu kemudian barulah dia bisa berkomunikasi kembali dengan dunia luar, yaitu saat pengumuman dan itupun cuma sebentar.

“Alhamdulilah mas lulus dek, doakan mas yaa semoga lancar menjalani pendidikan ini. Besok pagi pendidikan mas dibuka, adek jaga diri baik-baik yaa disitu. Kalau sudah selesai karantina nanti mas pasti kabarin adek.”

Mungkin semua wanita yang menerima pesan singkat seperti itu sudah bisa dibayangkan bagaimana campur aduknya perasaan mereka, antara bahagia, bangga atau sedih menjadi satu. Hanya satu kata yang bisa menguatkan. Kepercayaan.

Masa tiga bulan pendidikan yang sangat berat harus mereka lalui tanpa ada komunikasi sedikitpun. Tidak ada telfon, sms, bbm bahkan surat sekalipun. Hanya doa yang terlantun sajalah sesuatu yang dapat selalu membuat mereka terhubung. Tiga bulan setelah karantina berakhir, para calon prajurit ini pun diperbolehkan untuk pesiar keluar dari ksatrian.

Saat itu, waktu pesiar atau ijin bermalam menjadi waktu yang sangat dinantikan oleh para siswa ini. Ketika waktu pesiar tiba, mereka bisa gunakan waktu tersebut untuk melepas kerinduan kepada orang-orang yang mereka sayangi. Selain orang tua, teman atau saudara, yang mereka pasti temui saat pesiar tentu saja sang pujaan hati. Waktu yang hanya beberapa jam saja menjadi waktu yang sangat berharga. Malahan, tidak jarang juga hanya beberapa menit, sebab waktu pesiar ini sangatlah terbatas. Selain itu, para siswa TNI ini juga harus membagi waktu pesiarnya untuk keperluan lainnya. Bagi mereka yang tempat tinggal pujaan hatinya tersebut berada satu kota dengan tempat pendidikan, jelas waktu yang singkat ini tidak menjadi masalah.

Nah, kalau beda kota atau bahkan beda pulau bagaimana? Sekali lagi, bersyukurlah kalian sudah terlahir di jaman yang serba modern. Dengan kecanggihan teknologi yang ada saat ini, jarak dan waktu yang jauh bisa dibuat menjadi dekat dengan berbagai alat komunikasi dan layanan media sosial yang ada.

“Dek gimana kabarnya? Mas lagi pesiar nih, tiga bulan gak ketemu kangen juga yaa. Mas harap adek disitu selalu baik-baik saja.”

“Alhamdulilah baik mas. Tenang aja, adek baik-baik aja kok disini. Adek selalu nunggu kapan mas pulang.”

Sedikit percakapan tersebut pasti pernah dialami mereka yang LDR-an dengan anggota TNI. Bayangkan kalau kalian hidup di era 80-an, dimana berkirim surat menjadi satu-satunya cara agar tetap bisa berhubungan dengan mereka yang terpisah jarak dan waktu dengan kita. Mungkin butuh waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk sekedar mendapatkan balasan kabar baik.

Setelah resmi dilantik menjadi prajurit TNI dan berhasil melewati berbagai macam tahapan pendidikan, maka tibalah di tujuan akhir mereka yaitu penempatan tugas. Sudah selesaikah permasalahan dengan jarak dan waktu? Jawabannya adalah belum. Penempatan anggota TNI ini adalah sesuai dengan kebutuhan personil di setiap satuan, bukan atas keinginan pribadi setiap prajurit. Jadi tidak menutup kemungkinan mereka yang dilahirkan di Sabang, akan ditugaskan di Merauke. Untuk kesekian kalinya, jarak dan waktu kembali menjadi penghalang bagi hubungan mereka.

“Dek, mas sudah selesai pendidikan kejuruannya, udah dapat Skep penempatan.”

“Alhamdulilah mas, dapat dimana?”

"Di Merauke dek, mas jadi satgas pengamanan perbatasan.”

“Oh, hya syukur mas kalo begitu.”

“Adek yang sabar yaa, baik-baik disitu. Meskipun jauh, asal saling percaya, semua akan baik-baik aja kok.”

“Hya mas, mas juga baik-baik disitu. Jaga kepercayaan adek. Love you mas.”

Perasaan campur aduk kembali dirasakan para wanita ketika pasangan mereka sudah resmi ditempatkan di satuan yang baru, antara lega, bahagia, atau sedih tentunya karena penderitaan kaum LDR belum juga berakhir. Dan pastinya cobaan bukan hanya dari segi jarak dan waktu, namun kadangkala ada sesosok lelaki lain yang mencoba menawarkan perhatian lebih disaat sang wanita sedang kesepian, mencoba mengisi hari-hari yang tidak pernah didapatkan sebelumnya dari sang pujaan hati. Dan itu semakin membuat galau para kaum LDR antara bertahan, atau lepaskan.

army-wedding-aaron-mitchell-photography-9-58dd1d792e7a61de35f50fee.jpg
army-wedding-aaron-mitchell-photography-9-58dd1d792e7a61de35f50fee.jpg
Setelah menjalani ikatan dinas, para prajurit TNI diperbolehkan untuk menikah. Saat menikah itulah menjadi saat yang tepat untuk mengakhiri hubungan jarak jauh yang sudah terjalin lama. Dan saat yang indah  dan dinanti itupun akhirnya tiba. Hidup berumah tangga dengan orang yang selalu dinanti kepulangannya serta selalu disebut namanya dalam setiap doa yang dipanjatkan. Akan tetapi, sudah terlepaskah mereka dari LDR? Belum. Selama masih berseragam TNI, semua prajurit akan selalu berada dibawah bayang-bayang hubungan jarak jauh.

Berbagai tugas selalu menanti setiap prajurit TNI. Dan sebagai anggota TNI, tidak ada kata “tidak” ketika menerima sebuah perintah. Entah itu tugas belajar, misi kemanusiaan, misi perdamaian atapun misi pengamanan. Tidak jarang, tugas yang mereka emban tersebut mengharuskan mereka untuk meninggalkan keluarga dalam kurun waktu yang lumayan lama. Bisa tiga bulan, enam bulan, bahkan satu tahun atau lebih. LDR pun tidak lagi menjadi suatu pilihan, melainkan suatu keharusan.

“Dek, tadi mas dapat perintah untuk berangkat ke Bandung ikut sekolah lanjutan.”

“Berapa lama mas?”

“Tiga bulan. Gak lama kan? Kan dulu waktu pacaran pernah ditinggal lebih lama dari itu.”

“Hya itu dulu mas, tapi sekarang kan beda. Kamu udah punya tanggungan aku sama anakmu. Kalau ada apa-apa selama kamu sekolah gimana?”

“Tenang aja, serahkan semua kepada yang diatas. InsyaAllah selalu ada jalan. Lagian itu kan sudah menjadi tugas dan kewajiban mas sebagai prajurit TNI.”

Lantas bagaimana dengan mereka yang  menjadikan LDR sebagai suatu pilihan? Biasanya, faktor keluarga menjadi alasan bagi para prajurit untuk tetap menjalani LDR setelah mereka menikah. Misalnya saja istri (atau suami) sudah bekerja sebagai pegawai negeri di instansi pemerintah atau sudah terikat kontrak kerja dengan suatu perusahaan dalam jangka waktu yang lama. Demi profesionalisme, maka menjalani hubungan jarak jauh pun menjadi pilihannya. Setidaknya, setiap tahun mereka memiliki waktu untuk berkumpul, yaitu saat mengambil jatah cuti.

Menjalani hubungan jarak jauh seperti itu jelas tidak mudah, tapi juga tidak terlalu sulit. Banyak yang gagal, tapi juga tidak sedikit yang berhasil. Butuh keseriusan, keyakinan serta mental yang ekstra untuk melewatinya. Kedewasaan sangatlah berperan penting ketika kita memutuskan untuk menjalani hubungan jarak jauh. Tidak perlu resah ketika telfon tidak diangkat ataupun pesan tidak dibalas. Tidak perlu curiga pula ketika jarang memberi kabar. Dan yang penting, jangan terlalu percaya dengan omongan orang.

“Kau....jaga slalu hatimu...saat jauh dariku...tunggu aku kembali...” Mungkin penggalan lagu dari group band seventeen tersebut cukup mengena di sanubari para pejuang LDR.

Setiap hal yang diciptakan di dunia ini pasti ada manfaat atau kelebihannya. Begitu juga dengan LDR. Rasa rindu yang tercipta karena perbedaan jarak dan waktu jelas akan menjadi bumbu tersendiri ketika bertemu nanti. Belum lagi betapa khusyu’nya pasangan ini menyebut nama pasangannya dalam setiap doa yang ia panjatkan. Selain itu, mereka yang menjalani LDR pasti akan selalu memanfaatkan waktu pertemuan mereka yang sedikit menjadi quality time.

Yang terpenting dari pilihan kita untuk menjalani LDR adalah konsistensi dan tanggung jawab. Konsisten untuk menjaga kepercayaan pasangan, konsisten untuk setia, konsisten untuk menepati janji serta bertanggung jawab untuk menerima segala konsekuensinya. Baik itu nantinya berdampak positif  ataupun negatif, selama keyakinan bisa melewati masa LDR itu selalu terjaga, pasti semua akan baik-baik saja. Satu hal yang perlu diingat ketika mulai goyah, yakni “semua akan (p)indah pada waktunya”.

image : trivia.id

              bridalguide.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun