Mohon tunggu...
pristianaiswanti
pristianaiswanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNNES

saya suka jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cerita Fantasi Anak, Jalan menuju Kecerdasan Emosional

2 Desember 2024   10:10 Diperbarui: 2 Desember 2024   10:35 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita fantasi, terutama dongeng, telah menjadi bagian penting dalam perkembangan anak selama berabad-abad. Cerita-cerita ini tidak hanya menghibur, tetapi juga berfungsi sebagai alat pendidikan yang efektif. Dalam konteks pendidikan anak usia dini, mendongeng memiliki peran krusial dalam membantu pengembangan kecerdasan emosional anak. 

Cerita fantasi adalah narasi yang menampilkan elemen-elemen magis dan imajinatif, yang sering kali tidak mungkin terjadi dalam kehidupan nyata. Dongeng menyampaikan pesan moral dan nilai-nilai positif yang dapat membantu anak memahami emosi dan perilaku mereka.

Cerita fantasi bukan hanya alat hiburan bagi anak-anak; mereka juga menjadi sarana penting dalam membangun kecerdasan emosional. Dalam dunia fantasi, anak-anak menjelajahi dimensi-dimensi baru yang dipenuhi tantangan, makhluk ajaib, dan konflik kompleks. Pengalaman ini mengajarkan mereka cara memahami emosi mereka sendiri dan orang lain, yang merupakan inti dari kecerdasan emosional.

 Artikel ini mengeksplorasi bagaimana cerita fantasi anak berdampak positif terhadap perkembangan emosional mereka, berdasarkan temuan terbaru dari berbagai sumber.

Cerita fantasi biasanya mencakup dunia imajinasi, sihir, dan karakter yang penuh warna. Contohnya adalah dongeng klasik seperti Alice in Wonderland, hingga cerita modern seperti Harry Potter. Jenis cerita ini sering kali menggunakan konflik dan solusi yang menantang logika dunia nyata, memberikan anak-anak ruang untuk memproses pengalaman emosional mereka secara tidak langsung (Goleman, 2020).

Selain itu, cerita fantasi membantu anak-anak mengembangkan kreativitas mereka. Dalam buku fantasi, anak belajar membayangkan skenario yang kompleks dan menciptakan solusi kreatif untuk masalah yang dihadapi oleh karakter. Kemampuan ini tidak hanya bermanfaat bagi kecerdasan intelektual, tetapi juga mendukung kecerdasan emosional dengan membantu anak memproses emosi mereka dalam konteks yang aman dan terkendali (Apriliani & Radia, 2020).


Cerita fantasi memiliki pengaruh besar terhadap kecerdasan emosional anak, terutama dalam pengelolaan emosi, pengembangan empati, dan penyelesaian konflik. Dalam cerita fantasi, karakter sering menghadapi situasi emosional yang sulit, seperti rasa takut, kehilangan, atau kesedihan. Misalnya, dalam seri Harry Potter, tokoh utama harus berhadapan dengan ketakutan mendalam terhadap Voldemort atau kehilangan orang terdekat. 

Anak-anak yang membaca cerita semacam ini belajar memahami bahwa emosi negatif adalah bagian alami dari kehidupan, sekaligus mempelajari cara yang konstruktif untuk meresponsnya. Pengalaman ini membantu mereka mengenali dan mengelola emosi mereka sendiri, yang merupakan salah satu elemen penting kecerdasan emosional (Halim & Munthe, 2019).

Selain itu, cerita fantasi juga mendorong pengembangan empati. Melalui narasi yang kompleks, anak-anak diajak untuk melihat dunia dari sudut pandang karakter yang mungkin sangat berbeda dari mereka. Sebagai contoh, dalam The Chronicles of Narnia, perjuangan Aslan sebagai simbol pengorbanan mengajarkan anak-anak untuk memahami konsep kasih sayang dan empati. 

Dengan memahami bagaimana karakter merasakan dan merespons situasi tertentu, anak-anak menjadi lebih peka terhadap kebutuhan dan emosi orang lain, baik dalam kehidupan nyata maupun dalam imajinasi mereka (Neng Wuan et al., 2019).

Cerita fantasi juga memperkenalkan anak-anak pada konflik yang kompleks, seperti perjuangan antara kebaikan dan kejahatan. Konflik-konflik ini memberikan ruang bagi anak-anak untuk belajar membuat keputusan moral. Dalam The Hobbit, misalnya, Bilbo Baggins menghadapi dilema moral yang mengajarkan pentingnya keberanian, tanggung jawab, dan integritas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun