Dari lima tahun,dan tiga tahunnya tanpa saling bicara,menyapa,atau sekadar bertanya khabar ternyata,tidak merubah apapun,tidak menggeser perasaan sedikitpun.Ia tetap menjadi perempuan yang terus berpetualang,membalas dendam pada banyak hal,menghabisi musuh-musuh yang kecil ataupun yang besar.mungkin didalam daftar musuh-musuhnya,aku hanyalah musuh kecilnya,seorang pemikir bodoh yang kadang sedikit merepotkan jika terpaksa meski adu pendapat dari sesuatu yang perlu di debat.bagaimana juga seorang petualangpun mungkin seorang pemikir juga hanya saja dia tidak banyak waktu untuk itu.Dia sibuk mengumpulkan uang,bekerja puluhan tahun dinegeri orang.menjadi bagian dari penyumbang devisa negara diurutan keenam dengan nilai Rp 140 triliun per tahun dan terus meningkat jumlahnya,Keringat dan Doa TKI demi Ibu Pertiwi .Sepuluh tahun sudah kini,tidak ada dikampungnya yang menyebut ia miskin rumah kecil dengan perabotan mahal,satu unit mobil yang terparkir dihalaman dan sepeda motor merk terbaru bersampingan.
  Tanpa aku mengetahui,beberapa hari lalu ia pulang,setelah hampir lima tahun meninggalkan kampung halaman,Ibunya wafat tiga bulan lalu,tidak bisa memberi penghormatan terakhir tapi,segala keperluan kenduri,selamatan tujuh,empat puluh sampai seterusnya,ia paling depan pasang badan,menyanggupi segala kebutuhan.namanya HERA,dua hari setelah kepulangan itu,Hera menemuiku entah apa yang mendorongnya setelah tiga tahun tanpa menyapa sehurufpun.Tapi aku pastikan tidak akan ada moment romantis atau dramatik dalam setiap pertemuan kami.jangankan peluk cium rindu berjabat tangan saja kami merasa itu tidak perlu,Hera menemukanku masih ngerungkel dalam sarung disebuah gubuk kecil yang hanya sebesar kandang monyet,gubuk dimana aku makan,tidur dan menjalani banyak hal,suara cemprengnya seperti alarm bagi jam biologis,sebagai mekanisme pengaturan waktu internal dalam tubuh yang bekerja secara oomatis diset lima tahun lalu,berdering mengganggu hari ini,hari rabu pukul dua kira-kira.
  Aku membuka mata,menggeliat kearah Hera yang berdiri satu meter dari dipan tempat untuk tidurku.
"Astaghfirullah  ....?! terdengar merdu dikupingku fasih,tidak seperti muallaf yang baru tiga minggu.
kapan pulang ?kalimat tanya sembari mengumpulkan nyawa.
Hera lebih mendekat kearahku
"cepat bangun,ambil belanjaan !!! seperti jagoan tengah mengintimidasi,atau seperti densus yang tidak perlu dialog saat menangkap teroris,aku bangun sedikit paksakan diri,weker mati berbunyi.
"cepaaat !!! keburu sore dan hujan,Hera semakin meninggikan oktaf suara,keajaiban dasar perintah dalam suara
kutangkap basah matanya yang  melirik kearah anggota khusus tubuhku.
jelalatan dan tidak sopan dalam bathinku,meskipun sebenarnya kelelakianku sukses ia goda.Aku tegakkan tubuhku rebah menjadi teg
ak posisi duduk lalu,turun dari dipan dengan lagak malas padahal hatiku sedang berbunga-bunga.itulah jurus rahasiaku untuk memp
ertahankan label dan harga diri meskipun percuma simiskin unjuk harga diri didepan manusia yang tengah diberi legalitas kemudaha
n rezeki dan diberi beban indah dengan dititipi banyak uang dan benda.Tak apa toh orang kaya kan minoritas,kalah jumlah dengan ka
mi yang miskin.Hera sesekali seperti monster dunia,yang menampakkan keindahan,menolak ditelanjangi dan disibakkan dari segalaÂ
misteri yang menyelubungi,terselubung oleh jenis kelamin anggun sekaligus mematikan.
  "orang aku cuma memastikan kok,kamu masih laki-laki apa bukan,kan biasanya laki-laki kalau bangun tidur kaya moncong mobil t
ank,tegak seolah-olah posisi siap tembak" fatwa Hera mewakili realitas kaum pria
sembari ngeloyor mengitari sisi selatan gubukku istanaku menuju sumur,lobus frontal otak bagian depan bekerja diam-diam,mencer
na pertarungan jenis yang abadi.
  Wanita hanya mengganggu ketertiban laki-laki,memaksa muka agar memandang realitas,hendak menjadi pahlawan dengan memb
awa pria ke tempat terang dari dunia gelap yang dinamai oleh mereka sebagai kemalasan hidup,wanita yang sering mengagungkan di
ri sebagai makhluk paling peka ternyata,tidak tahu ada rahasia-rahasia tertentu yang sengaja dijaga dengan alasan-alasan yang baik seperti rahasia hatiku yang sebenarnya sangat mencintainya,tapi aku tak bisa menjamin bahwa dia akan bahagia jika harus serius me
njalani kehidupan bersama sebagai suami istri,ketakutanku tak pernah dieja apalagi terbaca sempurna.
  Tanganku sudah menggapai tali timba sumur untuk mengerek air dari bawah,Hera mulai merapikan bekas tidurku,menumpuk bant
al lalu merapikan sarung-sarungku yang bau tengik tembakau lintingan.
'kenapa wanita selalu seperti itu,terlalu berkehendak pada keteraturan terlalu serius,terlalu bahagia,terlalu sedih,terlalu dalam untuk urusan perasaan,kami para pria sudah berhenti percaya pada kebenaran kata "aku akan menerimamu apa adanya,asal kita terus bersa
ma" jika itu kebenaran,akupun  tak percaya bahwa kebenaran akan tetap menjadi kebenaran jika keinginan wanita disingkap selubun
g-selubungnya.Kalianlah yang lupa diri dan masih terus mengenang hidup disurga,kita disini bukan lagi adam hawa yang terberkati,
kita anak cucunya yang terusir,yang di murka dan dikutuk,disebar acak sembarang dimuka bumi,kalian para kacang  yang terus meng
ingat-ingat kemewahan lanjaran dan kami para pria,berhenti mabuk dari itu.
 Ingin  sekali rasanya aku membanjur seember air ke Hera waktu aku lihat matanya yang mengisyaratkan rasa jijik pada panci pantatÂ
hitam perkakas yang kugunakkan menjerang air,memandang rendah pada wajan yang permukaanya klimis bekas minyak mie instant.
  " mandi,jangan nipu cuma gerujuk rambut kepala "nge'gas mulut tipis dan cerewet Hera seolah-olah ingin memberitahu warga sek
ampung kalau dulu ia sering aku tipu masalah membersihkan diri.usul yang tepat waktu! bathinku,pasti aku akan mandi,mendadak a
ku ingat dua malam lalu aku habis bercinta dengan mantan istriku yang pulang kampung,mungkin sudah menyerah atau merasa gakÂ
asyik lagi berpetualang sendirian didunia yang mereka kira tak beda jauh dari surga.sabun kugunakkan sebagai pengusir sisa bau parf
um,lukar dan cuci t-shirt pemberian mantan istri lalu aku mandi dipancuran padasan,semangat tubuhku bersihkan diri untuk sekeda
r ditempeli noda dosa baru,sedangakal kecilku mempertimbangkan dilema etika,memilih baik dan buruk itu mudah tapi,yang kuhada
pi kini mungkin antara baik dan baik atau keduanya buruk !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H