njalani kehidupan bersama sebagai suami istri,ketakutanku tak pernah dieja apalagi terbaca sempurna.
  Tanganku sudah menggapai tali timba sumur untuk mengerek air dari bawah,Hera mulai merapikan bekas tidurku,menumpuk bant
al lalu merapikan sarung-sarungku yang bau tengik tembakau lintingan.
'kenapa wanita selalu seperti itu,terlalu berkehendak pada keteraturan terlalu serius,terlalu bahagia,terlalu sedih,terlalu dalam untuk urusan perasaan,kami para pria sudah berhenti percaya pada kebenaran kata "aku akan menerimamu apa adanya,asal kita terus bersa
ma" jika itu kebenaran,akupun  tak percaya bahwa kebenaran akan tetap menjadi kebenaran jika keinginan wanita disingkap selubun
g-selubungnya.Kalianlah yang lupa diri dan masih terus mengenang hidup disurga,kita disini bukan lagi adam hawa yang terberkati,
kita anak cucunya yang terusir,yang di murka dan dikutuk,disebar acak sembarang dimuka bumi,kalian para kacang  yang terus meng
ingat-ingat kemewahan lanjaran dan kami para pria,berhenti mabuk dari itu.
 Ingin  sekali rasanya aku membanjur seember air ke Hera waktu aku lihat matanya yang mengisyaratkan rasa jijik pada panci pantatÂ
hitam perkakas yang kugunakkan menjerang air,memandang rendah pada wajan yang permukaanya klimis bekas minyak mie instant.
  " mandi,jangan nipu cuma gerujuk rambut kepala "nge'gas mulut tipis dan cerewet Hera seolah-olah ingin memberitahu warga sek