Mohon tunggu...
Priscilia Chandrawira
Priscilia Chandrawira Mohon Tunggu... -

Penulis penderita penyakit malas akut\r\nhttp://smallcandles.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Belas Kasih Buat Sang Iblis

5 Maret 2011   17:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:02 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sang Iblis terbaring lemah di atas tempat tidur berseprai putih itu. Sesekali ia akan mengerang keras penuh kesakitan dan menjerit-jerit minta obat penghilang rasa sakitnya. Dan sebagaimana dulu, aku melayaninya tanpa mengeluh. Semua demi anak-anakku dan anak-anaknya.

Ada sensasi tersendiri menyaksikannya menggeliat dalam kesakitannya. Mungkin inilah yang namanya nikmat sebuah pembalasan. Dulu, ia akan tertawa-tawa melihatku menangis usai menderita gamparannya. Atau sepakannya. Atau permainan seksnya yang menjijikkan. Aku sudah kenyang akan semua itu. Namun demi ketiga anakku dan anaknya, aku bertahan.

"Waktunya tidak lama lagi," begitulah menurut dokter. Kanker usus stadium akhir... tentu tak ada hari tanpa kesakitan baginya. Ia bahkan terlalu sakit untuk melanjutkan hobinya: menyakitiku. Tetapi aku menerima semua perlakuannya, asalkan ia tidak melakukan yang sama pada putra-putriku dan putra-putrinya. Asalkan ia tidak melakukan itu di depan anak-anak. Jangan sampai mereka melihatnya menganiayaku dan trauma karenanya.

Sang Iblis menerima tawaranku dan kami berdua menjadi aktris dan aktor hebat dalam sandiwara menahun ini. Di depan anak-anak dan semua orang lain, kami adalah suami-istri yang rukun harmonis. Malam hari, di kamar kami, di ranjang pengantin kami, aku adalah binatang yang siap dijagal oleh Iblis sadomasokis. Dan tak pernah ada yang melihat air mataku di malam-malam panjang itu. Bekas-bekas penganiayaan pun tersembunyi di balik pakaianku yang tertutup.

Sekarang tiga anak itu sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga masing-masing. Tinggallah aku dan Sang Iblis.

"Lastriiiiiiii!" ia meneriakkan namaku, suaranya sudah bercampur erangan. Aku tahu. Obat penghilang sakit. Aku pergi mengambilkan obatnya beserta segelas air.

Tatkala menungguinya meminum obat itu, sebuah pikiran tergila sekaligus terlogis melintas di otakku.

Pikiran itu diawali dengan sabda seorang Guru: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi yang menganiaya kamu...

Iblis, tidakkah kamu merupakan musuhku? Dan kini engkau sedang menderita... sakitkah, Mas? Kasihan kamu, Mas...

Lalu mataku beralih pada bantal putih di samping badannya yang kurus kering.

Mas, biarkan aku menaruh belas kasihan padamu... biarkan aku mengakhiri deritamu... menghadiahimu kematian yang damai, tanpa rasa sakit, dan tak berdarah... SEKARANG...

Kusambar bantal itu dan dengan kekuatan mengejutkan kubungkam wajah Sang Iblis. Sampai ia tak lagi meronta. Sampai tubuhnya terkulai damai di atas ranjang itu. Ranjang pengantin kami.

* * *

Setelah selesai nulisnya, gue baru sadar kalo nih cerita asli psycho+horor... Maaf ya atas kehororannya, huhuhuhu... Sumpah, gue masih waras dan gue gak setuju sama yang namanya mercy killing/euthanasia! Dan tentu aja gue gak akan mendistorsikan ajaran "kasihilah musuhmu" jadi kayak gini! Huaaaa... kenapa gue bisa bikin cerita kayak giniiii? Jadi takut sama diri gue sendiri, wkwkwkwkwkwk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun