Manajemen krisis yang harusnya jelas dan terukur untuk pendidikan Indonesia saat ini malah semakin carut-marut. Pasalnya pada tanggal 20 November 2020 lalu melalui konferensi pers secara daring, Kemendikbud mengumumkan kebijakan pembukaan sekolah kembali dengan catatan "dibolehkan, tapi tidak diwajibkan", hal ini dipertegas oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bahwa kebijakan untuk kembali membuka sekolah sifatnya diperbolehkan atas dasar keputusan tiga pihak yaitu ; Pemerintah Daerah, Kepala Sekolah, dan orangtua yaitu komite sekolah.Â
Tentu, hal ini memancing perdebatan diberbagai kalangan mengenai keefektifitasan dan keamanan kesehatan bagi peserta didik dan tenaga pendidik jika melaksanakan pendidikan secara langsung, meski sekolah yang bersangkutan berada di zona hijau yang relatif aman dari penyebaran Covid-19 ataupun dilengkapi alat -- alat protokol kesehatan.
Tampaknya kebijakan kontroversial yang dikeluarkan lagi oleh Kemendikbud dirasa tidak solutif mengingat data yang dirilis oleh Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dalam laman websitenya ditanggal 28 Desember 2020, telah terkonfirmasi sebanyak 719.219 kasus positif Covid-19 yang terjadi di Indonesia.Â
Di antara jumlah tersebut ada sebanyak 8,8% atau setidaknya 63.290 pelajar kalangan umur 6-18 tahun yang positif Covid-19. Jika pemerintah tetap memaksakan untuk memberlakukan pembelajaran tatap muka sebagai upaya untuk menanggapi krisis humanisme pendidikan tadi, agaknya ini terlalu hilang arah.Â
Daripada pemerintah sangat direpotkan memikirkan dampak pendidikan dan kesehatan ketika kebijakan pembukaan sekolah ini diterapkan kembali, mungkin ada baiknya Kemendikbud mempertimbangkan penyusunan kurikulum adaptif saat pandemi, karena dalam kondisi darurat pendidikan seperti ini kurikulum tersebut sangat urgensi tehadap panduan kegiatan pembelajaran yang konkret dan jelas sehingga sedikitnya upaya ini dapat mewujudkan mimpi pendidikan yang humanis bagi masyarakat. Â
Kesimpulan
Pada akhirnya, Pandemi Covid-19 mengajarkan kita bahwa pendidikan harus disiapkan dalam segala kondisis apapun. Negara Jepang yang sehabis kalah perang karena pengeboman kota Hirsihoma dan Nagashaki, aspek pertama yang diprioritaskan pemerintah adalah pendidikan. Ini merupakan cerminan bagi keadaan Pendidikan Indonesia yang sekarang memiliki musuh bersama.Â
Negara harus menyusun strategi darurat pendidikan yang adaptif karena pendidikan merupakan jantung dari kemakmuran bangsa. Pendidikan yang baik ibarat ditanam dengan cara yang baik, maka dari itu sekarang saatnya lah pemerintah memupuk strategi pendidikan dengan takaran yang pas sehingga humanisasi yang digambarkan oleh Paulo Freire dapat terwujud walau dalam kondisi yang seperti ini. Jangan menyerah, jangan berhenti berjuang kepada seluruh akademisi karena kita adalah harapan bangsa.
Daftar Pustaka
Buku
Freire, Paulo. 2008. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta : LP3S
Baharuddin. 2007. Pendidikan Humanistik : Konsep, Teori dan Aplikasi Praksis dalam Dunia.Pendidikan. Yogyakarta. Ar Ruzz Media