Mohon tunggu...
Prio Satrio
Prio Satrio Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Hilang Arahnya Pemerintah soal Kebijakan Pendidikan di Masa Pandemi

31 Desember 2020   13:10 Diperbarui: 31 Desember 2020   13:46 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketimpangan pendidikan. Gambar: Koren Shadmi

Prio Satrio Jati
Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Pendahuluan

Coronavirus Disease 19 (Covid-19) menyebabkan keadaan darurat bagi seluruh negara di dunia. Pandemi ini memaksa semua negara melakukan manajemen krisis yang cepat namun harus tetap terukur sebagai upaya mitigasi terhadap segala sektor kehidupan dimasyarakat. Salah satunya ialah sektor pendidikan. 

Indonesia menjadi salah satu negara yang melakukan kebijakan penutupan sekolah akibat banyak kasus transmisi Covid-19 yang sangat cepat, terhitung sudah 10 bulan sejak tanggal 17 Maret 2020 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mendorong penutupan kegiatan pembelajaran di sekolah seluruh wilayah Indonesia. 

Dalam hal ini tindakan cepat yang dilakukan Kemendikbud memang dinilai tepat karena menutup sekolah dengan sesegera mungkin pada awal pandemi lalu karena sekolah merupakan sarana orang-orang untuk berkumpul, namun tindakan cepat yang dilakukan Kemendikbud dinilai tanpa pengukuran yang jelas. 

Pasalnya, Kemendikbud tidak memperhatikan Indonesia yang sebagai negara kepulauan, akibatnya pengambilan langkah penutupan sekolah ini malah terkesan tergesa-gesa karena semakin menyulitkan dan memperlihatkan ketimpangan pendidikan yang sesungguhnya di Indonesia, ditambah lagi langkah tersebut tanpa dibarengi dengan perencnaan pendidikan yang matang seperti perancangan kurikulum adaptif, ketersediaan sarana-prasarana, serta kapasitas nasional dan lokal untuk memastikan penyediaan pendidikan di daerah terpencil. 

Tulisan ini kurang lebih akan membahas berbagai ketimpangan pendidikan yang muncul di Indonesia sebagai hasil dari langkah "cepat" yang dilakukan Kemendikbud untuk menutup sekolah diseluruh wilayah Indonesia tanpa perencanaan pendidikan yang terarah, sampai kepada rencana agenda sekolah yang akan dibuka kembali pada Januari 2021 nanti dan relevansinya terhadap humanisasi pendidikan menurut Paulo Freire.

Ketimpangan Pendidikan sebagai Konsekuensi dari Langkah "cepat" yang diambil Kemendikbud

Coronavirus Disease 19 (Covid-19) telah menyebabkan kondisi darurat pendidikan yang belum pernah dirasakan sebelumnya, setidaknya berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada bulan Oktober 2020 sebanyak 1,6 miliar pelajar dan 45 juta diantarnya adalah pelajar Indonesia terdampak karena pandemi, akibatnya sekolah yang terdapat pada 144 negara terpaksa ditutup. 

Indonesia menjadi salah satu negara yang melakukan kebijakan penutupan sekolah akibat banyak kasus transmisi Covid-19 yang sangat cepat, terhitung sudah 10 bulan sejak tanggal 17 Maret 2020 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan beberapa surat edaran terkait pencegahan dan penanganan Covid-19. 

Pertama, Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Kemendikbud. Kedua, Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan. Ketiga, Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) yang antara lain memuat arahan tentang proses belajar dari rumah sebagai upaya menghindari penyebaran virus Covid-19 kepada peserta didik dan tenaga pendidik karena sekolah merupakan salah satu sarana orang-orang untuk berkumpul.

Pandemi Covid-19 memaksa seluruh negara melakukan penangangan sebagai upaya adaptif untuk bagimana meminimalisir dan menekan angka penyebaran virus Covid-19. Manajemen krisis yang cepat namun harus tetap terukur menjadi tantangan sekaligus tanggung jawab  negara  mengingat  dampak yang mungkin saja akan lebih berbahaya kepada kehidupan masyarakat jika melakukan manajemen krisis yang keliru. 

Saat itu, pada awal periode pandemi pemutusan kebijakan yang cepat oleh Kemendikbud terkait memberlakukan proses pembelarajan dari rumah dinilai merupakan langkah yang tepat sebagai upaya mitigasi. Namun, karena hal itu ada sekitar 646.200 sekolah ditutup dari jenjang pendidikan PAUD sampai perguruan tinggi. Akibatnya, 68,8 juta siswa belajar di rumah dan 4,2 juta guru dan dosen mengajar dari rumah (liputan6.com, 20/05/2020).

Kebijakan Kemendikbud yang memberlakukan kegiatan pembelajaran dari rumah  di seluruh wilayah Indonesia terlihat hanya sebagai kebijakan reaksioner yang hilang arah, pasalnya kebijakan ini dikeluarkan tanpa memperhatikan kondisi georgrafis Indonesia sebagai negara kepulauan. 

Pengambilan langkah penutupan sekolah yang akhirnya terkesan tergesa-gesa malah semakin menyulitkan dan memperlihatkan ketimpangan pendidikan yang sesungguhnya di Indonesia, sebab langkah tersebut tanpa dibarengi dengan perencaan pendidikan yang matang seperti kurikulum adaptif, ketersediaan sarana-prasarana, serta kapasitas nasional dan lokal untuk memastikan penyediaan pendidikan di daerah terpencil.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melihat fenomena ketimpangan pendidikan dan perubahan pola pembelajaran yang mendadak dialami Indonesia pada masa darurat pandemi ini berasal dari proses pelaksanaan Pembelajaran Jarak jauh (PJJ) yang harus menggunakan dan menguasi beberapa teknologi seperi handphone (HP), laptop, hingga kesulitan sinyal yang menjadi masalah terhadap peserta didik dan tenaga pendidik di Indonesia terutama pada masyarakat yang berada didaerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Dilansir dalam laman line.today, 10/07/2020, KPAI mencatat di Provinsi Jawa Barat, Bogor ada 11% yang tak bisa akses internet bahkan yang lebih parah lagi di Papua, ada 54% siswa tidak melaksanakan pembelajaran daring.  

Dengan kondisi yang seperti ini, membuktikan bahwa kebijakan "cepat" untuk penutupan sekolah yang dilakukan Kemendikbud hanya sebatas kebijakan reaksioner yang hilang arah karena kebijakan tersebut tanpa dibarengi dengan perencanaan pendidikan yang terukur dalam masa darurat pandemi seperti ini.

Carut-marutnya Kebijakan Pendidikan Indonesia dimana Pandemi

Berbagai kebijakan pendidikan yang hilang arah dan tidak terukur akhirnya menjadikan kondisi pendidikan Indonesia yang seperti saat ini. Humanisme yang harusnya diwujudkan dalam pendidikan Indonesia malah semakin jauh dari kata terwujud. 

Paulo Freire dalam bukunya yang berjudul "Pedagogy of the Oppressed" menyebutkan bahwa pendidikan itu diciptakan sebagai ruang dialogis yang bertujuan untuk memupuk kerangka berpikir kritis dalam menganalisa persoalan-persoalan yang terjadi di lingkungan sosialnya. Berbagai ketimpangan yang terjadi dalam pendidikan Indonesia saat ini, menjadi krisis dalam mengejar humanisme pendidikan yang digambarkan oleh Paulo Freire pasalnya ketimpangan tersebut tidak sepenuhnya diatasi oleh sang pembuat kebijakan. 

Bagaimana pendidikan Indonesia bisa terhumanisasi jika kurikulum pembelajaran adaptif yang harusnya dapat membantu guru, siswa, dan orangtua dalam menjalankan PJJ sampai saat ini bahkan belum ada kejelasan ; sarana dan prasarana yang harusnya dapat menjaga keberlangsungan PJJ di wilayah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal) Indonesia sampai saat ini masih terkendala ; Kapasitas nasional dan lokal untuk memastikan penyediaan pendidikan di daerah 3T sampai saat ini masih menuai problema. Ini semua menjadi gambaran akan kegagalan pemerintah dalam upaya mewujudkan humanisme dalam pendidikan.

 Jika tidak terdapat upaya yang solutif  akan permasalahan yang bernaung dalam pendidikan Indonesia saat ini, bagaimana bisa mewujudkan pendidikan yang digambarkan oleh Paulo Freire ? Apalagi dengan banyaknya tuntutan pemenuhan kompetensi yang harus dimiliki peserta didik dalam kondisi seperti ini. Persoalan tersebut harus diselesaikan segera mungkin, karena menyangkut nasib generasi penerus bangsa.

Manajemen krisis yang harusnya jelas dan terukur untuk pendidikan Indonesia saat ini malah semakin carut-marut. Pasalnya pada tanggal 20 November 2020 lalu melalui konferensi pers secara daring, Kemendikbud mengumumkan kebijakan pembukaan sekolah kembali dengan catatan "dibolehkan, tapi tidak diwajibkan", hal ini dipertegas oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bahwa kebijakan untuk kembali membuka sekolah sifatnya diperbolehkan atas dasar keputusan tiga pihak yaitu ; Pemerintah Daerah, Kepala Sekolah, dan orangtua yaitu komite sekolah. 

Tentu, hal ini memancing perdebatan diberbagai kalangan mengenai keefektifitasan dan keamanan kesehatan bagi peserta didik dan tenaga pendidik jika melaksanakan pendidikan secara langsung, meski sekolah yang bersangkutan berada di zona hijau yang relatif aman dari penyebaran Covid-19 ataupun dilengkapi alat -- alat protokol kesehatan.

Tampaknya kebijakan kontroversial yang dikeluarkan lagi oleh Kemendikbud dirasa tidak solutif mengingat data yang dirilis oleh Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dalam laman websitenya ditanggal 28 Desember 2020, telah terkonfirmasi sebanyak 719.219 kasus positif Covid-19 yang terjadi di Indonesia. 

Di antara jumlah tersebut ada sebanyak 8,8% atau setidaknya 63.290 pelajar kalangan umur 6-18 tahun yang positif Covid-19. Jika pemerintah tetap memaksakan untuk memberlakukan pembelajaran tatap muka sebagai upaya untuk menanggapi krisis humanisme pendidikan tadi, agaknya ini terlalu hilang arah. 

Daripada pemerintah sangat direpotkan memikirkan dampak pendidikan dan kesehatan ketika kebijakan pembukaan sekolah ini diterapkan kembali, mungkin ada baiknya Kemendikbud mempertimbangkan penyusunan kurikulum adaptif saat pandemi, karena dalam kondisi darurat pendidikan seperti ini kurikulum tersebut sangat urgensi tehadap panduan kegiatan pembelajaran yang konkret dan jelas sehingga sedikitnya upaya ini dapat mewujudkan mimpi pendidikan yang humanis bagi masyarakat.  

Kesimpulan

Pada akhirnya, Pandemi Covid-19 mengajarkan kita bahwa pendidikan harus disiapkan dalam segala kondisis apapun. Negara Jepang yang sehabis kalah perang karena pengeboman kota Hirsihoma dan Nagashaki, aspek pertama yang diprioritaskan pemerintah adalah pendidikan. Ini merupakan cerminan bagi keadaan Pendidikan Indonesia yang sekarang memiliki musuh bersama. 

Negara harus menyusun strategi darurat pendidikan yang adaptif karena pendidikan merupakan jantung dari kemakmuran bangsa. Pendidikan yang baik ibarat ditanam dengan cara yang baik, maka dari itu sekarang saatnya lah pemerintah memupuk strategi pendidikan dengan takaran yang pas sehingga humanisasi yang digambarkan oleh Paulo Freire dapat terwujud walau dalam kondisi yang seperti ini. Jangan menyerah, jangan berhenti berjuang kepada seluruh akademisi karena kita adalah harapan bangsa.

Daftar Pustaka

Buku
Freire, Paulo. 2008. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta : LP3S

Baharuddin. 2007. Pendidikan Humanistik : Konsep, Teori dan Aplikasi Praksis dalam Dunia.Pendidikan. Yogyakarta. Ar Ruzz Media

Surachman, Eman. Devi Septiandini. 2017. Manajemen Pendidikan. Jakarta : Laboratorium Sosiologi UNJ

Website
Admin KPAI. 2020. PENYIAPAN BUKA SEKOLAH TATAP MUKA DI MASA PANDEMI. https://www.kpai.go.id/berita/penyiapan-buka-sekolah-tatap-muka-di-masa-pandemi (diakses tanggal 28 Desember 2020)

Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2020. NGOBROLIN BUDAYA: "MENGURAI TANTANGAN PENDIDIKAN DI MASA PANDEMI". https://litbang.kemdikbud.go.id/acara-detail/43 (diakses tanggal 28 Desember 2020)

Chaterune, Rahel Narda. 2020. Komisioner KPAI Kritik Nadiem soal PPDB dan Pembelajaran Jarak Jauh. https://news.detik.com/berita/d-5116581/komisioner-kpai-kritik-nadiem-soal-ppdb-dan-pembelajaran-jarak-jauh?single=1 (diakses tanggal 28 Desember 2020)

Handika, Didit. 2020. Nalar Pincang Pemerintah Soal Kebijakan Pendidikan di Masa Pandemi. https://www.bemfisunj.org/2020/06/nalar-pincang-pemerintah-soal-kebijakan_21.html (diakses tanggal 28 Desember 2020)

Nugraheny, Dian Erika. 2020. Sekolah Tatap Muka Dibolehkan Mulai Januari 2021, Ini Teknis Pelaksanaan dan Imbauan Pemerintah. https://nasional.kompas.com/read/2020/11/21/07101241/sekolah-tatap-muka-dibolehkan-mulai-januari-2021-ini-teknis-pelaksanaan-dan?page=all (diakses tanggal 28 Desember 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun