Mohon tunggu...
Pringgodigdo Ang
Pringgodigdo Ang Mohon Tunggu... -

negeri zamrud khatulistiwa sebuah novel terusirnya pemuda desa dari kampung halamannya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Resah di Musim Kemarau

27 November 2017   01:35 Diperbarui: 27 November 2017   01:41 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"mateng" salah satu dari mereka berkata kemudian langsung lari kencang seperti dikejar anjing. Teman-teman yang lainnya seperti sudah mampu membaca situasi, langsung lari kencang menuju mushola.

"kari mane kan" salah satu dari mereka seakan mengutuk alat pengeras mushola yang sering sekali rusak.

"iki gara-gara koen ae, suwe adusmu" dengan nafas terengah-engah sambil membuat shof salah satu dari mereka mengutuk temannya yang mandinya lama.

"kik kik kik" pekik tawa dari seorang anak yang rumahnya paling dekat dengan mushola namun sering sekali tertinggal karena mandinya lama.

Hukuman berdiri didepan teman-temannya saat dzikir sudah menunggu mereka. Dalam sujud terakhir sang anak penggembala kambing agak lama berdiri, dalam keheningan sujud teringat kambing-kambingnya di rumah, hingga terselip sedikit doa supaya Tuhan sesegera mungkin mengirimkan hujan untuk menumbuhkan rumput-rumput sawah yang mulai menguning. Tak sadar ketika bangkit dari sujud teman-temannya sudah berdiri di depan. Setelah menutup sholat dengan salam anak pengembala kambing itu berjalan kedepan memposisikan diri dilihat semua santri sebagai seorang terdakwah tak terbantahkan atas tuduhan keterlambatan sholat jamaah ashar.

Setelah dzikir sang ustadz menatap tajam mereka anak-anak yang berdiri di depan, tak ada satu pun dari mereka berani menatap mata sang ustadz. Mereka hanya tertunduk menatap lantai mushola.

"ayo mrene" sang ustadz memanggil santri yang berdiri di depan agar mendekat ke ustadz.

"koen disek" sambil berbalik ke belakang santri yang paling tengil menggeser teman sampingnya agar lebih dahulu mendekat ke ustadz.

"gak-gak koen disek" tak mau digeser santri yang bernama rere mengikuti santri yang paling tengil.

"yowes aku disek" santri yang paling tua umurnya mendekat ke ustadz, sambil teman-temannya mengikuti di belakangnya.

"pancet ae koen-koen iki kari jamaah, lapo kok kari?" ustadz bertanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun