Dari Taman Eden 100, kami makan siang di Parapat. Menu khas daerah Toba adalah ikan nila. Ikan nilanya berukuran besar dan segar. Di Piltik sebelumnya, kami disajikan ikan nila goreng. Di Museum Silalahi, dimasak arsik. Di Parapat, menu yang dihidangkan dimasak asam manis. Semuanya terasa nikmat selama itu ikan (soalnya aku suka sekali makan ikan, kalau tidak nanti ditenggelamkan Ibu Susi).
Kenyang, perjalanan dilanjutkan menuju Desa Tao Silalahi. Kami diinapkan di Debang Resort. Persis di tepi Danau Toba. Bukit-bukit kecil menjadikan lanskapnya begitu indah. Rasanya tak puas berfoto sekali-dua kali di sana. Beberapa teman berinisiatif menaiki bukit itu keesokan paginya. Aku tak ikutan. Rasanya sudah cukup lelah. Saat sesi menjelaskan sejarah Raja Silahi pun aku sudah tak fokus. Begitu pula saat teman-teman diajak menari Tor-tor, aku hanya menyaksikan dari dalam ruangan sambil menelepon anakku, melepas rindu.
Dalam perjalanan ke desa ini, mata kameraku tak bisa berdiam diri. Pemandangan Danau Toba dari jalan di atas bukit sungguh indah. Selintasan kulihat air terjun nan megah dari kejauhan. Ternyata itulah air terjun Sipiso-sipiso yang masuk daftar air terjun yang paling ingin kukunjungi selain Tumpak Sewu di Lumajang dan beberapa air terjun lain.
 Sebagai pencinta air terjun, rasanya hati ini melengos melihat kesempatan di depan mata itu melayang. Sempat terpikir mau sewa motor Subuh, menjalani perjalanan yang di GMaps hanya sekitar 20 km untuk menyambanginya, tapi melihat jalan yang curam dan berkelak-kelok, rasanya perjalanan itu tak sepadan dengan bahaya yang akan kuhadapi.
Jadilah aku berdoa, semoga saja ada kesempatan lain, wisata khusus air terjun di sekitar Toba bersama Kemenparekraf (uhuk uhuk) mengingat Ciletuh berhasil "dijual" karena air terjunnya.
Dalam konsep wisata tematik, kusadari kemudian bahwa air terjun adalah elemen penting yang tidak boleh dilupakan. Bentang alam Toba sudah menyediakan semua itu mentah-mentah, tidak perlu diapa-apakan lagi. Tinggal tugas Pemerintah adalah memfasilitasi kemudahan untuk menempuh itu semua dan sekaligus menjawab enam rekomendasi UNESCO berikut ini:
Pertama, mengembangkan hubungan antara warisan geologis dan warisan teritorial lainnya seperti biotik alami, budaya, tidak berwujud melalui interpretasi, pendidikan dan wisata. Termasuk melatih pemandu lokal, pariwisata, operator dan masyarakat setempat dan lainnya. Kemudian tentang tautan antara geologi dan ekologi, untuk diaktifkan berbagi pengetahuan dengan pengunjung. Kedua mengembangkan strategi kemitraan yang mencakup metodologi dan kriteria yang jelas untuk menjadi mitra.Â
Hal itu berlaku untuk akomodasi, katering, penyedia transportasi, penyedia aktivitas dan produsen produk lokal. Ketiga, memperkuat keterlibatan dalam aktivitas Global Geoparks Network dan Asia Pasifik Jaringan Geoparks untuk mempromosikan nilai internasional wilayah melalui kemitraan dengan Global Geoparks di bawah payung UGG.Â
Keempat, mengembangkan strategi pendidikan dengan bekerja dalam kemitraan dengan UGG lainnya. Kelima, meningkatkan strategi dan kegiatan pendidikan untuk memfasilitasi mitigasi bahaya alam dan perubahan iklim di sekolah-sekolah untuk populasi lokal. Terakhir, memperkuat keterlibatan UGG dalam studi penelitian, konservasi dan promosi penduduk asli setempat dan budaya serta bahasa mereka.
Soal alam, perjalanan ke Toba sudah membuatku puas. Soal manusia, justru pengalaman itu kudapat dalam situasi yang tak kuduga.