Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Agar Buka Puasa Virtual Tetap Seru

25 April 2021   21:11 Diperbarui: 25 April 2021   21:19 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terpisah oleh jarak, bukanlah hal yang baru bagiku. Semenjak lulus SMA, aku meninggalkan Palembang. Jauh dari semua keluargaku. Hari demi hari di bulan puasa adalah harapan bernama pulang. Tidak ada Zoom Meeting atau pun Video Call. Pulsa masih sangat mahal saat itu. Telepon-telepon tak pernah lebih dari 5 menit. 

Kini, jarak sudah karib. Teknologi menjadi pengobat rindu. Video call hampir setiap hari. Ada pula aplikasi tatap muka virtual. Keeratan dengan anggota keluarga itu harus terus terjaga.

Namun satu yang berubah, seiring bertambah usia, teman-teman makin sedikit. Seleksi alam. Semua sibuk dengan urusannya masing-masing. 

Buka puasa bersama yang dulu digelar tatkala para perantau pulang kampung untuk menyambung silaturahmi sudah bukan hal yang teramat penting. Hanya beberapa saja yang masih bersetia untuk saling menanyakan kabar, bertukar tawa, dan sama-sama mengenang apa yang pernah ada sembari membincangkan apa yang akan ada.

Hari ini, anakku yang kedua berulang tahun. Ulang tahunnya berdekatan dengan keponakanku. Berhubung hari Minggu, di Palembang, semua anggota keluargaku berkumpul untuk buka bersama. Hanya aku yang berada di Bogor dan lewat video call kami berbincang tentang makanan yang dihidangkan di buka puasa kali ini. Di sana, mereka memasak ayam ingkung, ayam utuh yang dipanggang. Tentu saja ada pempek dan makanan Palembang lain seperti pindang tulang dan celimpungan.

Keponakanku tepat berusia 1 tahun dan ia dikelilingi sepupu-sepupunya mencoba memahami apa artinya merayakan ulang tahun. Sebuah kue di hadapannya dipotong. Diiringi nyanyian selamat ulang tahun.

Bila dulu, jarak selalu melahirkan harapan akan kepulangan. Kini, kepulangan adalah air mata. Karena sejak pandemi melanda, pulang menjadi hantu yang ditakuti. Terlebih sebagai ASN, larangan mudik adalah kenyataan yang pasti. Dua lebaran, aku akan tak pulang.

Sementara teman-temanku di Palembang, aku tak tahu lagi apa kabar mereka. Grup di Whatsapp pun sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan. Hanya beberapa teman seperjuangan yang masih sering berbincang, dan kebanyakan mereka juga merantau di Jabodetabek.

Setidaknya sebulan sekali kami masih bertemu atau melakukan video call bersama untuk membahas tema-tema apa saja mulai dari traveling hingga politik. Terbaru salah satu dari mereka meneleponku 15 menit lebih, bertanya mengenai skema pembiayaan jalan tol Sumatra dan ibu kota baru. Wkwk.

Justru yang masih rutin mengadakan pertemuan bersama adalah teman-temanku di Matematika ITB 2005. Meski, aku kena drop out di tahun 2007, dan pindah ke STAN, mereka tidak melupakanku. Pas sebelum puasa, kami saling menyapa. Sebelum pandemi, kami juga berbuka puasa bersama.

Karena usia, buka puasa bersama bukanlah tentang hanya bertemu dan makan bersama. Ada beberapa kiat yang bisa dicoba agar buka puasa bersama jadi lebih bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun