Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Debat Utang yang Tak Pernah Berakhir

11 Juni 2020   15:44 Diperbarui: 11 Juni 2020   15:56 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perdebatan tentang utang kembali menyeruak. Kali ini terjadi di Twitter antara Ronnie H. Rusli. MS., PhD. dengan staf ahli Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo. Debat tersebut menyoal rasio utang LN Indonesia terhadap PDB di mana Ronni H. Rusli memiliki hitung-hitungan sendiri tentang PDB.

Debat ini sebenarnya menyusul kritik Djamester Simarmata (seorang profesor) yang mengatakan rasio utang yang dihitung Pemerintah hanya utang Luar Negerinya saja. Kalau ditambah utang dalam negeri, maka rasionya melebih 60%.

Saya ikut menyaut dalam perdebatan tersebut, namun nggak diwaro. Maklum nasib akun kecil. Hanya saja harga diri intelektual saya sebagai lulusan DIV STAN (sealmamater dengan Pak Yustinus kan) terusik. Sebab, ada terminologi mendasar yang luput dan bahkan tumpang tindih dalam perdebatan itu sehingga tidak menemukan titik temu.

Sampai-sampai saya cuap-cuap di Youtube:

Terminogi mendasar itu adalah tentang tiga istilah utang, yakni utang Pemerintah, utang sektor publik, dan utang Indonesia. Ketiganya memiliki definisi yang berbeda. Hubungannya dengan apa? Dengan maksud undang-undang No. 17 tahun 2003 itu, tentang rasio utang itu maksudnya utang yang mana?

Utang Pemerintah adalah utang yang digunakan untuk membiayai APBN.  BUMN bukan Pemerintah? BUMN adalah bagian dari keuangan negara yang dipisahkan. Dalam pencatatan utangnya, ia masuk dalam utang sektor publik. Ya, utang Sektor Publik adalah utang Pemerintah ditambah utang BUMN ditambah utang Bank Indonesia.

Makanya dulu, ketika zaman Presiden SBY, Pemerintah pernah mengumumkan telah lepas dari utang IMF. Namun, sejumlah pengkritik mengatakan Indonesia masih berutang ke IMF. Para pengkritik itu tidak membedakan terminologi tadi, saat itu Bank Indonesialah yang masih berutang ke IMF. Masuk ke dalam utang sektor publik.

Lalu bagaimana dengan utang Indonesia? Terminologi ini dipakai untuk menyatakan utang sektor publik ditambah utang sektor swasta.

Sekarang bagaimana rasionya. Kalau kita lihat di publikasi yang bisa kita unduh di Web DJPPR, kita dapat melihat outstanding Pemerintah 2019, baik dalam maupun luar negeri, rasionya sebesar 30,18%. Sedangkan utang sektor publik (gross) kita jumlahnya 10.126 T (bisa diunduh di Bank Indonesia, statistik utang sektor publik). Rasionya sudah melebih 60%. Utang Indonesianya sendiri gimana? Ya pasti lebih besar.

Dari situ sebenarnya yo aku pengen bilang Pak Profesor memakai angka yang mana?

Lalu hubungannya dengan UU Keuangan Negara adalah utang siapa yang dimaksud di sana? Dibunyikan bahwa rasio utang yang dimaksud adalah rasio utang Pemerintah saja. Jadi, benar bahwa rasio utang Pemerintah kita masih di bawah 60%.

Hanya saja, sejak lama sifat UU ini mendapat kritik karena khusus bicara utang-piutang, memakai definisi keuangan negara dalam arti sempit yakni keuangan negara yang tidak dipisahkan alias APBN. Sedangkan untuk hal lainnya, ia bicara keuangan negara arti luas.

Gitu aja sih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun