Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Alasan dan Tantangan Lockdown di Indonesia

17 Maret 2020   06:36 Diperbarui: 17 Maret 2020   06:40 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Harapan Rakyat

Lockdown. Satu kata itu mengundang banyak perdebatan. Simpelnya, lockdown secara harfiah berarti dikunci. Apanya yang dikunci? Akses masuk dan keluar satu wilayah.

Per kemarin, jumlah kasus Covid-19 ang terkonfirmasi di Indonesia ada 134 kasus. Angka ini bertambah 17 kasus dari hari sebelumnya. Jumlah kasus di seluruh dunia juga terus bertambah menjadi 182.266 kasus dengan jumlah kematian 7.140, atau jika dibandingkan yang telah sembuh, tingkat kematiannya kini meningkat menjadi 8%.

Penambahan paling signifikan terjadi di Italia, lebih dari 3.000 kasus telah dilaporkan. Sedangkan di Malaysia, Jamaah Tabligh yang sejak semula diprediksi bakal jadi Superspreader menuai kenyataan. Pasien baru in yang terkonfirmasi di negara itu berjumlah 190 orang. Angka ini diyakini akan terus bertambah mengingat sudah 2 minggu sejak tabligh akbar mereka digelar, dan sudah selama itu pula sang virus dibawa kemana-mana. Hal ini menyebabkan Malaysia akan meneerapkan lockdown pada 18 Maret nanti, meski WNA tetap diperbolehkan keluar dari Malaysia.

Apa kabar Indonesia? Sampai hari ini, kita belum menemukan 696 Jamaah Tabligh yang baru pulang dari Malaysia awal Maret ini. Kerelaan hati mereka semua yang tersebar di Indonesia untuk melaporkan diri (sakit maupun tidak) diperlukan agar bala ini tak makin menyebar.

Tanpa memperhitungkan jamaah tabligh itu, Jakarta terus menuai korban. 14 pasien baru ada dj Jakarta dan tuntutan agar Jakarta lockdown pun menggema.

Setidaknya ada beberapa alasan kenapa Jajarta harus Lockdown:

1. Jakarta sangat padat

Ya, Jakarta begitu padat sehingga tidak mungkin menjaga jarak lebih dari 1 meter untuk menghindari virus. Transportasi publiknya begitu ramai menjadikannya tempat paling berisiko.

Penularan Covid-19 diyakini sudah dalam tahap transmisi lokal. Kasusnya bukan hanya imported case. Jadi siapa saja dalam keramaian itu bisa terkena virus. Menjadi penderita atau pembawa, tak ada yang tahu.

2. Social Distancing tak berhasil dimaknai rakyat

Sebenarnya permasalahan nomor 1 bisa diatasi dengan social distancing jika diterapkan dengan disiplin. Anak-anak sekolah belajar di rumah, para pegawai dipersilakan bekerja dari rumah, semua tempat yang mengandung keramaian dan tidak penting ditutup.

Namun, sayangnya, orang Indonesia tak mampu mengindahkan itu. Belajar di rumah dimaknai sebagai liburan. Informasi dari teman agen travel, justru permintaan liburan keluarga bertambah, mumpung ayah dan anak libur kata mereka.

Anies yang semula dipuji langsung kembali dibenci setelah mengurangi rute Transjakarta dan MRT. Bukannya malah mengurangi interaksi, antrean mengular di sepanjang pembehentian. Transportssi publik perlu ditutup sama sekali.

Anjuran Pemerintah tak diindahkan publik. 

3. Angka 134 korban sudah krusial

Kuwait bahkan menutup masjid ketika pasien tercatat mencapai angka 100. Kini bahkan jumlah penderita terkonfirmasi di Kuwait lebih sedikit dadi di Indonesia, 123 kasus per kemarin.

4. Fasilitas kesehatan sudah kewalahan

Banyak cerita nyata betawa Pasien dalam Pengawasan dibiarkan begitu saja. Padahal harusnya mereka dikawal dengan ketat. Hal ini bahkan akan diangkat di Podcast Deddy Corbuzer.

Cerita serupa juga bisa dilihat dari cuitan PDP langsung di Twitter yang menyaksikan sendiri kondisi di dalam rumah sakit yang mengimplikasikan ketidaksiapan Pemerintah.

Jika jumlah korban bertambah banyak melampaui kapasitas fasilitas kesehatan, maka tingkat kematian akan bertambah.

Tangkapan layar pribadi dari Twitter Fachri Muchtar.
Tangkapan layar pribadi dari Twitter Fachri Muchtar.
Nah, kirakira itulah sejumlah hal yang menjadi alasan kenapa lockdown diperlukan.

Hanya saja, lockdown tidak semudah itu bukan. Tentu saja ada tantangannya. Setidaknya ini adalah tantangan terberat yang harus diwaspasai jika Jakarta benar-benar ditutup.

1. Arus mudik

Ketika Italia Utara ditutup, orang-orangnya justru kabur dari Italia Utara dan membawa virus itu ke seluruh penjuru Italia.

Jika Jakarta ditutup, itu artinya Pemerintah hsrus siap menutup bandara, pelabuhan, dan jalan. Tidak seorang pun boleh meninggalkan Jakarta kecuali setelah dites negatif.

Sebab amat berbahaya jika ada si pembawa virus malah menyebarkan ke kampung-kampung yang bahkan tidak tahu Covid-19 itu apa.

Bahkan dari sekarang pun, sebenarnya social distancing, jangan dimanfaatkan buat mudik. Tidak ada penjagaan soal itu sama sekali sampai ramai salah satunya di Lubuk Linggau pasien demam dan menunjukkan gejala 5 hari setelah sekolahnya diliburkan di Jakarta.

2. Perekonomian rakyat

Tidak semua orang mampu mengurung diri di rumahnya. Lockdown akan menyakitkan karena wajah neoliberalisme akan terlihat sempurna. Ya b kaya bisa santai. Yang miskin akan sangat menderita karena kehilangan penghasilan.

Ini tentang gimana Pemerintah memberikan perlindungan kepada mereka.

Dampak perekonomian runtuh juga harus dihitung karena 70% ekonomi Indonesia ada di Jakarta.

3. Stok bahan makanan

Pemerintah harus menyediakan dan mendistribuikan bahan makanan secara adil dalam jangka waku selama lockdown.

4. Kepanikan

Orang Indonesia, mohon maaf, banyak yang belum teredukasi dengan baik. Bahkan negars dg edukasi yang baik pun masih akan panik. Setidaknya melakukan panic buying.

Pemerintah harus memberlakukan aturan dan penegakannya dengan tegas semisal pembatasan jumlah pembelian, dll.

...

Dengan alasan dan tantangan itu, sebenarnya kita tidak perlu berdebat panjang lebar. Cukup jelaskan apa sih strategi nyata Pemerintah kalau tidam lockdown. Jangan lagi bekerja dalam senyap. Ini saatnya juga mengedukasi masyarakat lewat komunikasi yang baik.

Buat saya, pertimbangan lockdown yang utama bukanlah soal perekonomian, tapi kapasitas kesehatan. Sejumlah negara menutup dirinha ketika jujur pada kapasitas yang mereka miliki. Kuwait ketika menyentuh angka 100, Filipina di bawah 100, Mongolia hanya satu kasus. Malaysia ketika angka menyentuh 490 dan paham potensi superspreadet. Indonesia bagaimana? Berapa kemampuan fasilitss kesehatannya?

Jangan sampai semuanya terlambat seperti Italia yang akhirnya ingin berwacana memilih pasien yang punya potensi sembuh lebih besar dan membiarkan pasien parah mati perlahan karena ketidakmampuan kapasitas kesehatannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun