Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyikapi Public Shaming ala Sok Jiwa Warriors (SJW)

2 April 2019   16:10 Diperbarui: 4 April 2019   21:27 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah apa yang ada di pikiran SJW ini, bagiku mereka semena-mena. Tentu bila melihat kesalahan, sebaiknya adalah menegur mereka secara langsung. Katakan, untuk tidak buang sampah sembarangan. Katakan, untuk tidak makan di dalam kereta. Katakan, untuk tidak menaiki kursi atau bergelantungan. Hal itu lebih baik.

Namun kita paham, kebanyakan pelaku media sosial hanya menjadi macan di akun media sosialnya. Sementara aslinya, seringkali seperti anak kucing.

Jika takut menegur, sampaikan kepada aparat terkait. Biasanya selalu ada petugas layanan publik yang bersiaga.

Mengkritik Tanpa Mempermalukan

Dengan menyebarkan foto-foto pelaku, itu saja sudah sebuah kesalahan. Kita tidak boleh lho mengambil gambar orang lain tanpa seizinnya, apalagi mengunggahnya. Nah ini, sudah begitu, dengan tetap memperlihatkan muka, dipermalukan sekalian.

Kesalahan tidak sepatutnya dibalas dengan kesalahan.

Jika memang gatal ingin mengkritik, setidaknya kaburkanlah wajah mereka. Bayangkan rasa malu karena kesalahan dalam mengekspresikan antusiasme itu tak terperanai. Setiap orang berhak lho memperbaiki diri. Sedangkan sekali muncul di dunia maya, jejak digital hampir tidak mungkin dihapus.

Ingat kisah ibu hamil yang berdiri di gerbong KRL? Karena viralnya foto itu, sang ibu depresi dan menjadi musibah. Keluarganya sudah mewanti-wanti sebelumnya untuk menghapus foto itu, tetapi sudah kadung menyebar dan ada pihak-pihak yang tetap memanfaatkan foto dan narasi jahat itu sebagai alat panjat sosial.

Dan yang lebih penting tujuannya bukan untuk mempermalukan, tetapi kritik kepada pengelola layanan publik. Indonesia negara hukum. Ada hukum ada aturan. Buat aturan dan penegakkan aturan yang tegas. Misal di KRL, ada kursi prioritas. Jika ada yang tanpa malu, duduk di sana saat ada yang harus diprioritaskan tegur. Jika ada yang buang sampah, denda. Jika ada yang melanggar aturan-aturan lainnya juga denda. Misalnya begitu.

Penerapan disiplin seperti itu konon (aku belum pernah) terjadi di Singapura. Meludah sembarangan saja kena denda. Nah, kenapa kita tidak bisa mendidik masyarakat kita? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun