Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Ketika Rumah Tak Sekadar Mimpi

19 Desember 2018   08:47 Diperbarui: 19 Desember 2018   08:53 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komplek Perumahan. Dokumentasi pengembang, Bimo.

Suatu hari pada perjalanan pulang sekolah, kuhidupkan radio di bawah guyuran hujan deras. Dari Palembang sampai ke Sukamoro, memakan waktu hingga hampir 1 jam. Ayahku di sebelah fokus dengan setirnya.

Kudengarkan pembahasan di radio itu, tentang perbedaan kata Home dan House. Katanya, house adalah tempat tinggal, sedangkan home adalah tempat kita merasa pulang. Home yang sejati adalah rumah Tuhan.

Sekian tahun kemudian, kusaksikan rekan-rekan kantorku yang bekerja dengan keras, tapi tidak punya rumah. Risiko pekerjaan membuat kami harus berpindah-pindah tempat bekerja. Keberadaan rumah dinas sering membuat lupa punya rumah.

Aku tidak mau seperti itu. Aku ingin punya rumah, yang memiliki baik makna home maupun house, tempat tinggal sekaligus tempat merasa jiwaku pulang.

Alhamdulillah, niat itu tercapai. Pada Januari 2017, aku membeli rumah. Cicil selama 5 tahun. Kapasitasku belum mampu membeli tunai. Menunggu pas tunai, tidak akan tercapai karena kenaikan harga properti selalu lebih tinggi dari inflasi yang menjadi dasar kenaikan penghasilan. Maka, kuputuskan membeli rumah sederhana, tipe 45/72 di pinggiran Citayam. Bahagia rasanya.

Makin kini, harga rumah makin mahal. Kadang kuberi tahu teman-teman dekatku, segera membeli rumah. Generasi milenial seperti kami kadang lupa punya rumah. Yang dibeli malah mobil dulu.

Tinggal di kontrakan yang sebulan lebih dari 2 juta. Uangnya digunakan untuk berjalan-jalan, berbelanja, nongkrong di kafe. Bayangkan kalau semua itu digunakan untuk membeli rumah?

Di lain sisi, lahan makin sempit. Makin lama, hunian makin dikembangkan jauh ke pinggiran. Harga yang dekat kian tak terjangkau. Melejit. Tak pandai memanfaatkan momentum, selamanya kita tak akan punya rumah.

Untunglah, Pemerintah sadar bahwa generasi milenial butuh diperhatikan. Milenial membutuhkan properti yang bisa dijangkau oleh mereka. Pemerintah pun bekerja sama dengan BUMN untuk menjawab kebutuhan tersebut. Salah satu yang menyambut baik itu adalah Bank Tabungan Negara (BTN).

BTN selama ini dikenal sebagai juaranya KPR. Saya punya impresi yang positif dengan BTN ketika bertemu sales rumah subsidi. Sebagaimana kita tahu, kepemilikan rumah subsidi hanya untuk masyarakat dengan syarat tertentu.

Disebut juara, karena selama 42 tahun berdiri, BTN telah melayani lebih dari 4,2 juta akad KPR. Adapun nilai KPR yang sudah terealisasi telah mencapai lebih dari Rp 257,6 triliun.

Acara ulang tahun BTN. Dokpri.
Acara ulang tahun BTN. Dokpri.

Dalam ulang tahunnya itu, 10 Desember kemarin, BTN menggelar acara talkshow bertajuk "Spirit of KPR -Growing with Millenials" yang melibatkan ratusan milenial sebagai partisipan. Narasumber yang hadir tak main-main. Salah satunya adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, PakBasuki.

Dalam kesempatan tersebut, Pak Basuki menjanjikan, tahun 2019, akan ada skema baru kepemilikan rumah. "Masih digodog. Mungkin tidak ada batasan gaji, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang sekarang terbatas Rp 4 juta-7 juta,"ujarnya.

Menyediakan rumah bagi milenial dengan memperhatikan daya beli. Sumber: Kompas.
Menyediakan rumah bagi milenial dengan memperhatikan daya beli. Sumber: Kompas.
Dengan skema ini, nantinya diharapkan para generasi milenial bisa membangun rumah sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Yang penting, millenial memiliki kemampuan finansial untuk membiayai rumah impiannya. Jangan sampai tidak memikirkan untuk punya hunian.

Direktur BTN Maryono selanjutnya mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi khususnya sektor properti tidak lepas dari peran para milenial. Bank BTN menilai milenial bukan hanya menjadi obyek tapi juga subyek yang akan menjadi pendorong utama sektor properti.

Dengan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk berusia produktif khususnya generasi milenial, Bank BTN berupaya mengoptimalkan peran mereka di sektor properti baik dari sisi supply maupun demand.

Kata kuncinya tetap bagaimana milenial mampun mengubah pola pikir agar punya rumah. Untuk itu, anak-anak muda itu dituntut untuk memiliki ilmu pengelolaan penghasilan agar dapat menyisihkan uangnya untuk membayar DP rumah dan cicilannya.

Narasumber dari ZAP Finance, Prita membagikan resep alokasi penghasilan. Menurutnya, alokasi ideal agar kita punya rumah adalah:

- 60% digunakan untuk biaya hidup, yaitu biaya kebutuhan pokok plus cicilan pinjaman. Maksimal cicilan pinjaman adalah 30%.

- 15% disisihkan untuk investasi

- 10% gaya hidup

- 10% dana darurat/asuransi

- 5% untuk zakat, infaq dan sedekah

Alokasi Ideal.
Alokasi Ideal.
Dengan cara ini, apabila kita punya penghasilan 10 juta sebulan, maksimal cicilan kita adalah 3 juta sebulan. Harga rumah yang mungkin dicapai dengan cicilan segitu adalah sekitar 300 juta untuk 15 tahun cicilan.

Tentu, jangka waktu itu bisa dipercepat menyesuaikan karakteristik milenial. Pada tahun-tahun pertama cicilan, angkanya relatif kecil. Menyesuaikan dengan penghasilan milenial yang terus bertambah, maka cicilannya bisa disesuaikan sehingga lebih cepat lunasnya.

BTN yang ingin memfasilitasi milenial tersebut optimis tahun 2019 , Bank BTN dapat menyalurkan pembiayaan KPR BTN sekitar 850.000 unit rumah. Jumlah tersebut naik 100.000 unit dibandingkan target tahun ini yang sebesar 750.000 unit.

Tentu, kita perlu menyambut baik niat Pemerintah tersebut dengan menyiapkan diri sebaik mungkin. Sedih tahu rasanya bila nanti ketika tua, sudah tidak berdaya, kita tidak punya rumah, tidak punya tempat untuk merasa pulang.

Apalagi jika harus berkasus seperti oknum pegawai yang menempati rumah dinas, tidak mau memulangkan rumah dinas dan harus melalui drama pengusiran. Semoga kita tidak begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun