Masih segar ingatan kita, manakala Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan tegas menolak perda syariah maupun injil, kini PSI membuat publik bergejolak kembali dengan penolakan terhadap poligami.
PSI TOLAK POLIGAMIÂ tertampang nyata menjadi tajuk utama beberapa media daring belakangan ini. Reaksi bermunculan. Kenapa lagi dengan partai satu ini, kenapa begitu getol menyerempetkan diri ke isu agama?
Sebagaimana yang kita tahu, poligami diidentikkan dengan muslim. Dalam ajaran Islam, hukum berpoligami (pendapat paling kuat) adalah mubah/boleh. Hanya sebagian kecil yang menganggapnya sunnah, dan sebagian yang lebih kecil menganggapnya wajib.
Namun, media lebih menampakkan sisi komunitas yang menganjurkan/mengajak poligami. Padahal, mereka adalah yang sedikit. Jadi, ya silakan saja berpoligami tapi awas, bisakah kamu berlaku adil?
Hukum Islam itu pun diberi tempat/kedudukan dalam hukum perkawinan di Indonesia. Hukum perkawinan kita, UU No. 1 Tahun 1974, pada dasarnya berasas monogami. Asas monogami ini tidak mutlak.
Pengadilan dapat memberi izin pada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang (poligami) apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan istri mengizinkan untuk itu.
Jadi jelas bahwasanya jika PSI Ingin menolak poligami secara keseluruhan, ia harus membongkar undang-undang tersebut.
Konteks PSI Sebenarnya
Kalau kita baca lebih dari judul, PSI sebenarnya malu-malu menyatakan penolakan dalam konteks seluruh masyarakat Indonesia. PSI membuat ruang lingkup, yakni:
"PSI tidak akan pernah mendukung poligami. Tak akan ada kader, pengurus, dan anggota legislatif dari partai ini yang boleh mempraktikkan poligami," kata Grace Natalie, Ketum PSI.
Di sini terlihat, yang tidak boleh berpoligami adalah para kader, pengurus, dan anggota legislatif. Dalam konteks ini, Grace membuat etiket kepartaian. Kalau mau poligami, tolong jangan jadi kader, pengurus, dan anggota legislatif dari PSI.
Berikutnya, baru ia mengatakan bahwa ke depannya, PSI akan memperjuangkan pemberlakuan larangan poligami bagi pejabat publik di Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, serta Aparatur Sipil Negara.Â
Saat ini, Aparatur Sipil Negara (ASN) memang harus meminta izin pejabat bila hendak berpoligami. Seorang ASN harus memenuhi syarat alternatif dan syarat kumulatif jika hendak berpoligami. Syarat kumulatifnya adalah adanya pernyataan tertulis dari istri yang mengizinkan poligami.Â
Kecuali bila ASN perempuan yang memang dilarang menjadi istri kedua. Untuk pejabat publik, keketatan persyaratan itu belum lazim dilakukan. Misal, seorang anggota DPR berpoligami, ia harus minta izin ke pejabat yang menjadi atasannya. Siapa? Presiden? Tak bisa dirumuskan.
Setelah malu-malu di awal, barulah PSI tegas mengatakan akan memperjuangkan revisi atas Undang-undang No.1 Tahun 1974, yang memperbolehkan poligami. Di sini persoalan baru akan menjadi sangat serius.
PSI Bermain-main dengan Isu yang Sensitif
Ketika PSI mengatakan akan memperjuangkan perombakan revisi UU Perkawinan, kita patut menjadi was-was. Dua kali sudah PSI menyentuh isu agama. Dalam isu pertama soal perda agama, memang masih diperdebatkan, karena tafsir konstitusi bisa menampilkan dua pendapat yang berbeda secara jelas. Tapi dalam kasus poligami, PSI jangan-jangan justru bisa mencabut salah satu sandaran kebangsaan kita.
Seperti yang diungkap sebelumnya, Hukum Islam dijadikan salah satu sumber hukum. Dengan mencabut keberadaannya, tidak diakuinya hukum Islam sebagai salah satu sumber atau tak ada tempat bagi hukum Islam, PSI akan mencederai ketenangan umat Islam. Sebab jelas, hukum dasar dari berpoligami adalah mubah/boleh. Bila negara melarang itu atau berarti sama dengan mengharamkannya, maka akan ada sesuatu yang dihadap-hadapkan.
Namun, saat memikirkan ini, saya berpikir PSI sengaja melakukan ini semua bukan untuk tujuan tersebut. Sebagai partai baru, PSI butuh ekspos besar-besaran tentang dirinya. Ia butuh diberitakan terus-menerus dengan iklan gratis. Apa caranya? Ya, bikin berita kontroversial semacam ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H