Abdul  Somad (UAS) pernah ditanya Aa Gym, apa masalah utama umat? UAS menjawab  masalahnya adalah energi umat banyak dihabiskan untuk sesuatu yang  tidak perlu, berdebat tentang sesuatu yang tidak perlu diperdebatkan.  Umat di Indonesia kebanyakan tidak tahu tentang perbedaan mazhab yang  ada, dan sibuk berdebat tentang siapa yang benar dan salah.  Ketidakpahaman pada perbedaan itu yang kemudian menimbulkan kebencian  dan kita sibuk bertengkar. Energi umat pun habis di sana tanpa sempat  memikirkan pembangunan ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
Sebagai  Menteri Agama, saya bersama pihak-pihak terkait akan merumuskan kembali  kurikulum pendidikan agama di sekolah. Bukan hanya tentang adab dan  akhlak, serta ibadah-ibadah dasar, melainkan pada pemahaman perbedaan  mazhab sekaligus sejarah umat Islam. Pendidikan pengetahuan agama ini  akan mencegah pertengkaran dengan penyebaran hoaks yang tidak perlu.
Sebagai  contoh, tuduhan wahabi yang kerap dialamatkan ke berbagai kelompok  adalah hoaks. Dengan pemahaman tentang perbedaan itu, kita jadi tidak  saling tuduh. Hoaks-hoaks lain dalam konteks ibadah juga sering  disebarkan lewat media sosial. Dengan pemahaman pendidikan yang agama  yang baik, hal itu bisa diantisipasi. Kita jadi tahu bagaimana  membedakan hadits sahih dengan yang dhaif atau bahkan palsu.Â
Pendidikan  adab yang baik juga akan melahirkan sifat tabayyun, atau mengecek  informasi sebelum membagikannya. Dalam kaitannya dengan literasi,  seseorang akan bertanya referensi terlebih dahulu sebelum  menyampaikannya. Budaya referensi ini dalam Islam juga sangat dijunjung  tinggi. Dalam menyampaikan suatu hal, kita kerap menyaksikan ustad-ustad  yang memegang teguh referensi selalu menyebut sanad/sumber pendapat.Â
Budaya  literasi itu juga perlu digalakkan ke para dai. Ada wacana sertifikasi  dai misalnya untuk menjamin kualitas keilmuan pada dai. Namun, mengingat  bahwa wacana sertifikasi bisa menimbulkan konflik lain, ada wacana  alternatif seperti yang pernah dilontarkan Tuan Guru Bajang. Yaitu  sebagai pemerintah, saya akan mengadakan diklat/workshop dengan  mengundang tiap perwakilan dari tiap ormas Islam yang ada di Indonesia.  Di forum itu, kami akan saling bertabayyun dan berbagi pandangan tentang  dakwah. Segala berita bisa diklarifikasi terlebih dahulu sehingga tidak  ada lagi dai-dai yang menyampaikan sesuatu yang belum tentu  kebenarannya.
Sungguh menyedihkan memang bila dalam masyarakat  hoaks itu merajalela. Apalagi bila hoaks itu dilakukan oleh tokoh agama  terhadap Pemerintah. Padahal, adab terhadap Pemerintah secara khusus  diatur yakni untuk bertabayyun/mengkalrifikasi terlebih dahulu, termasuk  pula cara menasehati Pemerintah.
Di sini dapat disimpulkan, ada  beberapa hal yang penting. Pertama, peran Pemerintah (dalam hal ini  dominan Kementerian Agama) dalam menyusun kurikulum Pendidikan Agama.  Kedua, peran ulama dan dai. Serta ketiga, membangun kebiasaan  bertabayyun/mengklarifikasi dalam dialog yang hangat. Ketiga hal  tersebut akan membangun kesadaran literasi masyarakat dan dengan  sendirinya akan menangkal hoaks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H