Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kepada Razan al Najjar, Sebuah Peluru pada Sabtu Itu

4 Juni 2018   10:57 Diperbarui: 4 Juni 2018   11:40 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada Razan al Najjar

Sebuah Peluru pada Sabtu Itu

Ia sedang berpuasa dan tak pernah

memikirkan malam minggu akan berbuka di mana

Ketemu teman sekolah misalnya,

berkumpul, bergosip tentang laki-laki

yang dulu mengirimkan surat cinta

Lalu saat azan dikumandangkan, pesanan

menu berdatangan

Tapi, tak pernah ada yang tahu

Diam-diam hari itu ada yang memesankan peluru

untuknya

Tanpa nama, dengan paket super kilat

Catatan terselip kepada si pengantar

"Harus tepat dikirimkan ke dadanya"

Sebuah peluru itu, tak mungkin dari laki-laki

yang dulu mencintainya

Semua laki-laki yang ia kenal sudah pergi lebih dulu

Satu yang paling tampan

Melemparkan batu seolah-olah itu granat tangan

Tapi senapan selalu lebih mesra

dari penyair mana saja

Yang mencoba peduli dengan puisi-puisi

Tapi diam bila moncong senjata itu

mencoba berkenalan dengan jantungnya

Ia menyadari, ia tidak bisa menangis hari itu

karena akan tak adil

bila ia kemudian tak menangisi semua orang

yang bertahan demi iman dan tanah air

Dengan tegar, ia berujar

Dunia ini selalu bisa kita pandang baik dan buruk

kecuali Israel terkutuk

Ia sedang berpuasa dan tak pernah membayangkan

malam minggu seperti apa

yang kerap dirasakan anak-anak muda

Ia hanya merindukan ayahnya

Ia merindukan masa kecilnya

Saat ia memimpikan suatu hari

Dunia yang ia kenal ini

Bersepakat tanpa senjata

Lalu segala hal yang mungkin dan tidak mungkin

terjadi dalam hidupnya

Termasuk manakala seorang lelaki

menyalami ayahnya

Dan air mata yang selama ini ia tahan

menderas dengan pantas

Demi mengucap kalimat "Setelah selamanya"

(2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun