Pulang dari Tanjung Pendam, kami memutuskan makan mie atep yang terkenal itu. Semua teman, ketika aku bilang mau ke Belitung, merekomendasikan mie satu ini. Namun, sungguh, aku tak doyan. Zane yang doyan. Aku pun menemani Zane saja makan mie sambil makan kerupuk ikan tenggiri.
Malam itu kami tidur dengan nyenyak, menikmati fasilitas hotel yang ber-AC dan berkasur yang begitu nyaman.
~
Hari kedua, kami menyewa mobil.
Kami pun pergi ke pantai Tanjung Tinggi. Kurang lebih satu jam perjalanan ke sana. Tapi waktu terbayar tuntas dengan pemandangan yang disajikan. Di depan, ada penanda bahwa tempat ini adalah tempat pengambilan gambar Laskar Pelangi. Sayangnya, hal penting seperti ini malah rusak. Entah sengaja dirusakan. Kacanya ada yang pecah.
Aku segera menobatkan Tanjung Tinggi sebagai salah satu pantai terbaik yang pernah kukunjungi. Batu-batu besar yang konon sudah ada sejak zaman Jura begitu eksotis. Aku terpukau dan sempat beberapa menit tak bisa berkata-kata melihatnya. Pemandangan itu dipadukan dengan pasir yang putih dan garis pantai yang panjang, apalagi jarak antara pesisir ke tempat yang dalam begitu jauh, sehingga seperti ada kolam renang yang diciptakan oleh alam di pantai ini. Gelombangnya pelan dan ikan-ikan berwarna-warni tampak di pinggir pantai.
Selepas puas bermain di pantai, sampai gerimis turun, kami menyempatkan diri ke Tanjung Kelayang. Ada keinginan untuk menyeberang ke pulau-pulau seperti pulau Garuda ataupun pulang Lengkuas, namun karena si kecil, kami memutuskan untuk tak menyeberang. Kami pun kembali ke Tanjung Tinggi untuk makan sup ikan kuah kuning dan ikan baronang bakar. Harganya sih lumayan, meski tak semahal di Jimbaran. Tapi kami makan sampai puas di sana.
Bakda itu, aku mengantar Zane pulang ke hotel karena dia kelelahan. Aku melanjutkan perjalanan bersama sopir ke danau kaolin.