Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kenangan Mengesankan Perjalanan ke Belitung

25 Agustus 2016   10:30 Diperbarui: 25 Agustus 2016   17:00 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang menyebut Belitung, pastilah yang terbersit pertama kali di pikirannya adalah Andrea Hirata atau Laskar Pelangi.

Tapi ini cerita yang berbeda. Awalnya, Zane mengetagku pada sebuah postingan seorang teman. Namanya Genta. Genta baru pulang liburan dari Belitung. Di foto tersebut, batu-batu besar terpampang indah dan unik. “Uda, kapan-kapan kita ke sini yuk…” kata Zane waktu itu.

Beberapa hari kemudian, kebetulan aku membuka twitter. Di sana seseorang yang kufollow meretweet sebuah informasi lomba. Hadiahnya ke Belitung. Dua buah tiket pesawat gratis pulang pergi dan hotel dua malam. Temanya persahabatan. Singkat cerita aku mengirimkan sebuah cerpen berjudul Katak Bunuh Diri dan berhasil memenangkan lomba tersebut.

Panitia pun menghubungi kami dan ditanya kapan mau berangkat. Beruntung aku sedang liburan UTS, tanggal 30 Mei-1 Juni pun kuputuskan sebagai tanggal liburan.

Bicara Belitung, aku sebenarnya punya kenangan tersendiri. Dulu, sebelum Bangka dan Belitung menjadi provinsi, mereka tergabung ke dalam Provinsi Sumatra Selatan. Aku sendiri berasal dari Kabupaten Banyuasin di provinsi yang sama. Dan dulu, Banyuasin masih tergabung ke dalam Kab. Musi Banyuasin. Jadi, sebenarnya ada ikatan kedaerahan di antara Belitung dan aku meski secara bahasa dan adat, bisa dikatakan tiap kabupaten di Sumatra Selatan itu memiliki perbedaan yang mencolok.

Ketika SD, aku pernah mewakili Kab. Musi Banyuasin dalam lomba Matematika tingkat provinsi. Wakil dari Belitung turut serta. Saat itu, Belitung punya profil sebagai daerah kaya. Maklum, ada pertambangan timah yang merebak di sana. Sebelum akhirnya harga timah jatuh dan tambang-tambang timah di Belitung bangkrut. Bekas-bekas tambang timah itu pun kukenali dari atas pesawat. Ada air yang menggenang di lubang-lubang di pulau Belitung.

 Secara pekerjaan, aku pun sangat mungkin ditempatkan di Belitung. Mengingat ada pameo, selama ada KPPN di kotamu, selama itu pula kita mungkin bertemu. Ya, ada KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) di Belitung. Bisa jadi suatu saat nanti aku ditempatkan di sini. Hal yang pertama kutanyakan kepada sopir travel adalah, “Di mana KPPN-nya?”

Ternyata KPPN berada tak jauh dari hotel tempat kami menginap. Kami menginap di Maxone Belstar Belitung selama dua malam. Awalnya terjadi masalah di sana. Namaku tak terdaftar, atau belum terbooking. Aku pun menunggu selama kurang lebih setengah jam untuk mendapat konfirmasi. Untungnya pihak hotel begitu ramah dan bekerja sama. Mereka menjelaskan terjadi kesalahpahaman antara pihak tiket.com dengan pihak hotel. Voucher menginapnya belum dibookingkan oleh pihak hotel dan sebenarnya voucher tidak berlaku untuk weekend. Tapi atas keramahan pihak hotel, kami tetap bisa menginap di satu-satunya kamar yang belum dipesan.

Dari hotel yang relatif baru berdiri itu, aku beranjak mencari sewaan motor. Aku tak kesulitan untuk mengelilingi kota Belitung yang memang hanya segitu-segitu saja. Aku pun memilih makan siang di warung-warung khas Belitung yang berada di sekitaran hotel. Meski menu yang kupesan biasa, seperti ayam dan kangkung, tapi bumbu yang digunakan lebih khas. Aku pun teringat pada rasa makanan di Sumbawa. Barangkali bumbu yang digunakan oleh masyarakat pinggir laut itu mirip-mirip, ya?

Tujuan pertama, karena masih lelah berangkat dini hari dari Bandung, aku pun ke Tanjung Pendam. Pantai ini hanya selemparan batu dari pusat kota Belitung. Katanya, matahari terbenam sempurna di pantai ini. Garis pantainya yang panjang dan adanya penjual makanan yang banyak menjadi daya tarik lainnya. Namun sayang, pantainya tidak begitu bersih. Bahkan ada bau yang menguar di pantainya. Akhirnya aku dan Zane hanya memesan kelapa muda dan duduk menanti senja. Matahari terbenam urung terlihat karena ada awan menggumpal besar menutupi matahari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun