Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pemakaman K

9 Mei 2016   15:10 Diperbarui: 9 Mei 2016   15:20 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegagalan utama pemerintah adalah kegagalan dalam menerjemahkan kata adil. Bahkan ia tidak adil pada tubuhnya sendiri.

K adalah pegawai kantor A. Kantor A mendapat tugas berat dari negara yakni mengumpulkan  iuran wajib. Ia diberi target yang tinggi dengan imbalan penghasilan yang tinggi pula. Ngomong soal berat, kantor B, C, D hingga Z pun protes. Sampai ada analogi sopir dan kondektur. Kantor A dianggap hanyalah kondektur yang menarik ongkos penumpang. Masalahnya kemudian setiap pihak mengaku sebagai sopir. Meski aku tak yakin betul, mereka punya SIM B untuk mengendarai bus.

Ini adalah persoalan berbahaya bagi negara. Negara sudah dibebani belanja pegawai. Kenaikan dan permintaan kenaikan akan lebih membebani negara yang sudah tidak punya uang. K menjadi amat berbahaya, bahkan sebagian pengamat mengasosiasikan K sebagai bagian dari (K)iri.

Nah, kenaikan penghasilan itu disertai klausul pemotongan apabila target penerimaan tidak tercapai. Sebagai lelaki aku paham betul tentang janji. Lelaki sejati selalu menepati janji itu. Target tidak tercapai, kemudian dipotonglah penghasilan A sebanyak 20%.

Tak disangka, pegawai kantor B, C, D hingga Z mendapat durian runtuh. Atas prestasi mereka yang mencapai target, turunlah tunjangan atas kinerja. Banyak pegawai kantor A tidak terima. Sebut saja Tuan M, yang dengan lantang memamerkan kebodohan, mengatakan, “Selamat ya kalian yang telah menikmati 20% milik kami.”

Tuan M ternyata tidak belajar penganggaran.

Namun, K ternyata lebih bodoh dari Tuan M. Dan kebodohan di negara ini begitu dicintai.

K memprovokasi orang-orang. Dengan sombong K menantang kantor B, C, D dan Z dan menyebarkan rahasia negara. K dengan gamblang membuka rahasia itu. Ya, rahasia kalau negara ini tak punya rahasia apa-apa. Segalanya sudah tergadai, bahkan informasi. Negara-negara asing bahkan sudah tahu berapa jumlah kekayaan alam Indonesia, bahkan mungkin, sampai ukuran pakaian dalam para menteri, mereka tahu.

K lupa bahwa setiap hari adalah perang. Kita hidup di medan peperangan. Menyebarkan rahasia berarti membuat sebuah negara kalah.

Aku tak tahu apa yang ada di kepala K setelah ia dihujat, dijelek-jelekkan, diancam mati oleh sebagian kalangan, lalu yang berwenang memutuskan untuk membuangnya ke Palu. Aku sendiri sih tidak punya kesan tentang Palu, meski diam-diam aku kasihan, anak kota seperti K datang ke sebuah nama yang hanya pernah dilihatnya di dalam peta, apa yang akan dilakukannya?

Aku bayangkan K membawa koper besar, memberhentikan taksi berwarna biru, lalu berjalan ke bandara. Sepanjang perjalanan ke bandara, dia menopang dagu, menatap langit terakhir Jakarta dari jendela dan membayangkan awan-awan di atas langit itu melambai-lambai kepadanya. Dengan perasaan orang terbuang seperti itu, K seharusnya bisa menjadi penyair andal. Tapi, lalu ia sampai di bandara, dan begitu turun dari taksi ia mendengar pengumuman bahwa pesawatnya ditunda keberangkatannya selama 2 jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun