Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kawan Ahok dan Penyerapan Anggaran

15 Maret 2016   15:41 Diperbarui: 15 Maret 2016   16:09 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: cnnindonesia.com"][/caption]Banyak orang bertanya-tanya kenapa perihal penyerapan anggaran sering disebut-sebut sebagai indikator kinerja. Apa sih makna dari penyerapan anggaran sebenarnya?

Pada dasarnya, anggaran itu terbatas. Sementara keinginan masyarakat tidak terbatas. Penganggaran bersifat bottom up, dimulai dari satuan terkecil, apa yang mau dilakukan tahun depan direncakan (dengan tetap mengacu pada rencana penganggaran jangka menengah). Atas rencana yang banyak itu, karena keterbatasan anggaran, lalu dipilihlah kegiatan-kegiatan yang penting, prioritas. Pemerintah terlebih dahulu menyusun daftar pengeluarannya (belanja) sebelum menyusun rencana pendapatan. Sehingga, idealnya, sebuah anggaran adalah wajah dari entitas organisasi. Masyarakat dapat melihat APBN, membacanya, untuk memahami pemerintah mau ngapain saja sih. Sama halnya dengan APBD, di beberapa Kabupaten/Kota, bahkan ada yang membuat papan anggaran untuk lebih menjelaskan ke masyarakat soal anggaran daerahnya dan kegiatan apa saja yang akan dilakukan dengan anggaran itu.

Singkatnya, dalam sebuah kualitas manajerial yang baik, sesuatu yang sudah dianggarkan harus dilakukan. Dan cerminannya, anggaran itu habis. Karena jika tidak, ini menjadi salah satu indikator bahwa ada yang keliru dalam perencanaan.

Mengatakan bahwa penyerapan rendah itu bagus, takut korupsi atau menghindarkan dari korupsi adalah sesat pikir. Pada dasarnya, dari segi hukum keuangan negara, korupsi itu memiliki dua elemen. Pertama, kalau ada uang masuk ke kantong pribadi/golongan tertentu. Kedua, pekerjaan dilakukan tidak sesuai dengan seharusnya. Jadi, jika sebuah pekerjaan, misal pembangunan terminal dengan anggaran 100 miliar dilakukan dengan hasil output senilai 100 miliar itu bukan korupsi. Beli bis yang spesifikasi dan masa manfaatnya benar-benar berjalan dengan semestinya, itu juga tidak dapat diindikasikan korupsi. Mengatakan “takut korupsi” pada pelaksanaan anggaran menandakan ia tahu ada niat korupsi di dalam dirinya atau orang-orang di sekitarnya, atau menandakan kemampuan manajerial yang buruk dari sang pemimpin.

Politik tentu perlu pendidikan politik. Dan pendidikan politik yang baik adalah pendidikan yang memberikan wawasan yang benar ke masyarakat mengenai manajemen keuangan publik salah satunya. Ketika masyarakat paham indikator kinerja, masyarakat secara sigap dapat mengontrol pekerjaan pemerintah. Kita sebagai bangsa sudah terlalu lama dibodoh-bodohi dengan isu yang tidak penting sehingga fokus kita dialihkan dari cara melihat kualitas seseorang dari kinerjanya.

Lebih jauh, penyerapan anggaran tentu bukanlah satu-satunya indikator untuk melihat kinerja pelaksanaan anggaran suatu entitas. Kawan Ahok perlu mempelajari resep Kementerian Keuangan dalam penilaian ini.

Ada 3 hal yang menjadi kunci dalam pelaksanaan anggaran. Pertama, penyerapan anggaran. Kedua, ketercapaian output. Ketiga, efisiensi. Sebagai contoh sederhana begini, Kantor A ingin membeli kamera dengan anggaran 18 juta. Ternyata, kamera dengan fungsi dan spesifikasi sama (karena di administratif tidak menyebut merk) ada kamera dengan harga 9 juta. Kantor A boleh membeli kamera itu dengan harga 9 juta. Dan Kantor A boleh merevisi output, misal atau mengalihkan dana tersebut ke kegiatan lain yang membutuhkan. Semua ada mekanismenya.

Kemenkeu dalam SE-32/MK.1/2015 tentang Tata Cara Pengukuran Penyerapan Anggaran memberikan formula bobot penghitungan nilai kinerja tersebut:

1.       Penyerapan anggaran 11,86% (kontrak) dan 29,34% (tidak pagu kontrak)

2.       Efisiensi 34,96%

3.       Keluaran 53,18% dan 70,66% (tidak pagu kontrak)

Misal dalam kasus DKI Jakarta, penyerapan anggarannya sekitar ~ 65%. Kawan Ahok perlu ikut melihat apakah target keluarannya sudah tercapai. Berapa persen keluaran yang sudah dicapai. Adakah pekerjaan-pekerjaan yang belum dilakukan, sehingga kemudian bisa dibedakan mana yang merupakan hasil dari ketidakbecusan kinerja dan mana yang merupakan penghematan anggaran.

Dengan begitu, secara jujur kita dapat menilai kualitas kepemimpinan seseorang dari sisi manajerialnya.

Sangat tidak layak apabila kita berkomentar sembarangan tentang anggaran. Penyerapan anggaran DKI yang rendah sesungguhnya adalah masalah yang serius. Simpelnya, jika anggaran DKI Jakarta sebesar 67 trilyun (APBD 2016) dan kembali terealisasi 65%, maka ada 35% atau lebih dari 20 trilyun tidak terpakai dan menjadi sisa lebih. Bayangkan jika uang 20 T itu dipersembahkan untuk pembangunan. Kualitas penganggaran menjadi penting di sini. Baik dari segi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Positifnya, Pemda DKI Jakarta menargetkan realisasi penyerapan 90% untuk tahun 2016.

Lebih jauh, kualitas penyerapan anggaran juga harus memperhatikan tren penyerapan anggaran. Ia dikatakan sangat baik bila trennya seimbang. Misal, sampai Juli 2015, penyerapan DKI Jakarta hanya sebesar 19,2%. Melonjak menjadi 65% di semester kedua. Di APBN juga begitu, yang selalu menjadi perhatian SBY dan bikin SBY sempat marah besar, rata-rata semester pertama dalam beberapa tahun terakhir di angka 30-40%. Hal ini tidak baik buat pertumbuhan ekonomi (penjelasan dalam kesempatan lain).

Tren penyerapan anggaran ini juga mengisyaratkan ada banyak masalah terutama dalam manajemen internal suatu entitas. Dalam kasus DKI Jakarta tahun lalu adalah lambatnya pengesahan APBD dan pergantian pejabat yang membuat pergantian pejabat keuangan juga. Dan secara birokrasi itu membuat lambat proses pelaksanaan anggaran. Dan sederet masalah lain.

Apapun itu, setiap pemilu, pilkada, pilpres, seharusnya dijadikan ajang pendidikan politik yang baik untuk memberikan wawasan kepada masyarakat, bukan malah memainkan isu penjahat dan korban yang nggak penting.

Gitu sih. CMIIW.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun