“Kita sama-sama mendapat sesuatu yang berharga darinya, cinta bahkan nyawanya.” Bayu tersenyum. Senyum tulus pertamanya setelah beberapa hari dia merasa sangat terpukul atas kepergian kekasihnya yang terpaut usia dua tahun lebih tua darinya itu.
Tyo menatap Bayu sejenak, kemudian berpaling pada nisan itu lagi. “Dia selalu memberi cinta untuk siapapun. Dan betapa bodohnya aku membunuhnya.”
“Kau tak membunuhnya. Ini pilihan Joanita sendiri. Jangan siksa dia dengan penyesalanmu, Yo.” Bayu sedikit kesal saat mengucapkan itu. Tyo hanya diam.
Untaian doa itu masih terangkai di getaran-getaran bibir mereka. Joanita memang telah pergi. Namun cintanya, aliran darahnya tetap mengalir, bahkan detak jantungnya masih bergerak. Dalam tubuh orang-orang yang dia percaya tak akan pernah mengecewakannya.
“Maaf, mbak, karena telah merenggut hidupmu. Tapi aku janji akan kubuat kau bangga, mbak. Aku janji. Terimakasih sudah memberiku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku layak dibanggakan, mbak.” Kemudian Tyo tersenyum. Senyum pertamanya yang tulus dan penuh keyakinan.
“Selamat jalan, Princess. Kau tetap abadi. Terimakasih atas hidup yang kau relakan untuk kami.” Bayu mengusap nisan itu. Kemudian berdiri, berjalan beriringan dengan Tyo meninggalkan area pemakaman yang asri dengan tetap menguntai doa.
Mereka tak tau bahwa sedari tadi Joanita menatap mereka dengan penuh cinta, bahkan ditempat terdekat mereka. Kemudian dia tersenyum, meraih doa-doa yang berterbangan itu, kemudian menjemput malaikatnya menuju bubungan awan yang putih dan suci.
Malang, 18 Januari 2012
NB: Untuk semua remaja yang menganggap lelaki yang tidak merokok tidak keren. Jangan menjadi keren dengan merusak diri sendiri. Salam.
*karya yg saya kirim ke suatu redaksi, sayangnya ditolak*
hahahahahhahaaha