Ternyata telpon ini malah membuatku tambah kalut. Suster rumah sakit mengabarkan kalau sampai jam 6 pagi ini belum selesai pengecekan kecocokan darah.
Aduh, bagaimana kalau sampai terakhir ternyata tetap belum ada yang cocok? Operasi bisa ditunda. Duh Tuhan...
Sambil menunggu kabar dari rumah sakit, segera aku bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit.
Sesampainya disana, suster dengan tersenyum bilang, "Puji Tuhan ma, ada satu pendonor yang darahnya cocok dengan Reinhart. Untung saja, kalau tidak operasi harus ditunda."
Dengan lega aku tersenyum ke suster rumah sakit, duh teduh sekali rasanya kalimat ini terdengar di telingaku. Setelah sempat sport jantung di malam hari saat mencari donor darah yang cocok, kalimat dari suster ini seperti menyiram air es ke kepala, nyess....
Sabar aku menunggu semua dokter datang, sementara Rein juga dipersiapkan untuk operasi.
Akhirnya Rein didorong menuju ruang operasi, dan aku berjalan pelan-pelan mengikuti dibelakangnya. Meskipun sudah bertekad dalam hati dari rumah untuk tidak menangis saat melihat Rein akan dioperasi, aku tetap tidak mampu mencegah airmata untuk turun.
Melihat begitu banyaknya selang dan kabel ada ditubuhnya, duh Tuhan tidak sakitkah semua itu? Pangeran kecilku, kenapa kau harus mengalami semua ini sayang?
Tepat di depan pintu ruang operasi, aku termangu melihat pangeranku akan berjuang sendiri disana, kembali aku terisak tanpa suara.
Maafkan bunda ya Rein, hanya bisa menunggu dibalik pintu ruang operasi ini.....
Detik berganti menit, menit menjadi jam. Dua jam telah berlalu, namun operasi belum menampakkan tanda-tanda akan berakhir.