"Anakku akhirnya kau pulang. Ibu sangat merindukanmu."
  "Permata juga Ibu."
  "Ayo kita ke belakang, ayahanda sedang di belakang," Permata pun mengikuti ibunya.
  "Ayah belakangan ini perasaan putri sering tidak tenang jika bersama dengan orang tak dikenal," tanya puteri begitu berjumpa ayahandanya.Â
  "Ya jangan begitu bisa menganggu pikiran. Sebenarnya itu hal yang wajar. Cuma enggak enak kalau terus merasa tidak tenang. Permata punya banyak teman adalah anugerah, makanya orang asing awalnya. Lama-lama jadi teman," para pengawal takzim memdengarkan, sudah barang tentu Permata juga  meskipun Permata masih kesal dengan orang asing.Â
  "Ayo kita ke dalam," ajak pendekar dan diikuti pengawal.Â
  "Ayah, Ibu, kakek, nenek mana?"Â
  "Nah itu dia. Mereka sudah menunggumu dari tadi jelas puteri Rembulan.Â
  " Kakek, nenek," teriak Permata.Â
  "Iya sayang," seraya memeluk cucu tercinta. Ibnda pendekar sampaj meneteskan air mata.Â
  "Nenek ingat waktu kau kecil, ayah dan ibumu yang sedang mengendongmu terpisah. Sekarang kamu sudah besar," setelah mereka masuk ruangan, jamuan makan sudah siap. Mereka duduk dan pengawal pun dipersilakan duduk.Â
  "Permata kamu cantik seperti permata. Bagaimana kalau kau tinggal lebih lama di sini," bujuk nenek  di sela jamuan makan. Kakek mengulum senyum.
  "Hmm..sebenarnya ada yang ingin Permata kenalkan dengan keluarga di sini semua."
  "Sudah- sudah, bicaranya nanti dulu," lanjut kakek. "Biar kita menyantap makanan dengan tenang.
                              """""""""
   Ruangan ini masih sangat nyaman, tidak seperti ....," Permata menghela nafas.  " Nah, makanya kamu tidak usah kembali lagi ke pulau Jawa,"  bumuk nenek dengan halus. " Iya dengar- dengar banyak orang asing di sana," Ibunda melanjutkan atau menyetujui dengan tidak langsung  permintaan nenek Permata. " Ooh, berita ini sudah sampai juga. Pasti Pendekar Maulana yang memberitahukannya."
   "Jangan-jangan ada pria bermata biru yang menganggu hati cucu kita," kakek menambahkan lagi sembari duduk di ruang tamu. " Perasaan baik nih," pendekar senyum- senyum. " Pertanda baik apa? Bukannya sebaliknya?"Â
  " Jangan suuzon begitu," nasehat ibunda. " Pasti pertama kali berjumpa kalian kikuk," Andi Maulana membuat putrinya binggung. " Sebenarnya bukan pria bermata biru, tetapi pria dari pulau Jawa yang membuatku bahagia."Â
  " Siapa namanya? tanya Ayah Permata. " Namanya adalah Yusuf."Â
  " Nama yang bagus, " balas Maulana. " Bagaimana kalian berkenalan?" tanya Rembulan penasaran. "Dia anak teman atau sahabat dekatnya paman" Semua pun tersenyum. "Pertama berkenalan malu-malu. Dikenalkan paman. Sejak itu kami sering berjumpa. Mereka paman dan keluarganya serinb me rumah Yusuf. Ibunya Yusuf banyak mengajari berbagai hal, jelas Permata.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H