"Permata kamu cantik seperti permata. Bagaimana kalau kau tinggal lebih lama di sini," bujuk nenek  di sela jamuan makan. Kakek mengulum senyum.
  "Hmm..sebenarnya ada yang ingin Permata kenalkan dengan keluarga di sini semua."
  "Sudah- sudah, bicaranya nanti dulu," lanjut kakek. "Biar kita menyantap makanan dengan tenang.
                              """""""""
   Ruangan ini masih sangat nyaman, tidak seperti ....," Permata menghela nafas.  " Nah, makanya kamu tidak usah kembali lagi ke pulau Jawa,"  bumuk nenek dengan halus. " Iya dengar- dengar banyak orang asing di sana," Ibunda melanjutkan atau menyetujui dengan tidak langsung  permintaan nenek Permata. " Ooh, berita ini sudah sampai juga. Pasti Pendekar Maulana yang memberitahukannya."
   "Jangan-jangan ada pria bermata biru yang menganggu hati cucu kita," kakek menambahkan lagi sembari duduk di ruang tamu. " Perasaan baik nih," pendekar senyum- senyum. " Pertanda baik apa? Bukannya sebaliknya?"Â
  " Jangan suuzon begitu," nasehat ibunda. " Pasti pertama kali berjumpa kalian kikuk," Andi Maulana membuat putrinya binggung. " Sebenarnya bukan pria bermata biru, tetapi pria dari pulau Jawa yang membuatku bahagia."Â
  " Siapa namanya? tanya Ayah Permata. " Namanya adalah Yusuf."Â
  " Nama yang bagus, " balas Maulana. " Bagaimana kalian berkenalan?" tanya Rembulan penasaran. "Dia anak teman atau sahabat dekatnya paman" Semua pun tersenyum. "Pertama berkenalan malu-malu. Dikenalkan paman. Sejak itu kami sering berjumpa. Mereka paman dan keluarganya serinb me rumah Yusuf. Ibunya Yusuf banyak mengajari berbagai hal, jelas Permata.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H