Isak tangis itu tiada diperlukan. "Benarkah?" tanya Suhendra membatin. Harus diakui begitu berat kehilangan sosoknya. Sosok yang begitu dalam merasuki sanubari Suhendra. Jelas saja karena selama ini hari-harinya Suhendra selalu dipenuhi keceriaan Jelita, istri tercinta yang selalu melayaninya dengan setia.
       Istrinya memang tidak cantik, tetapi hatinya melebihi apa yang bisa dilihat oleh mata biasa. Setiap hari tiada pernah dirinya lupa menebar senyum di keluarganya. Namun, sayang usia pernikahan, Suhendra dan istrinya, Jelita, tidak panjang hanya berumur lima tahun. Bukan karena ketidakcocokan, tetapi karena takdir yang memisahkan. Bukan karena ketidakcocokan, tetapi karena takdir yang memisahkan. Kalau bukan karena kata-kata ibu mertuanya, Suhendra tidak akan merelakan kepergian istrinya. Kata ibu mertuanya, "Kalau kau tidak ikhlas, istrimu tidak akan tenang di sana. Ada untungnya juga kalau kau ikhlas Suhendra, agar istrimu bisa mencium surga." Suhendra pun hanya tertunduk, menahan kepedihan, hingga terisak-isak. "Sabar anakku."
       Kepergian Jelita tiba-tiba sekali. Jelita pergi dengan cara yang mungkin semua orang menginginkannya. Jelita selalu mengecup kening anak semata wayangnya. "Tiiduur.. ya.. sayang. Mama juga mau tidur," bisik Jelita pelan. Saat itu Suhendra tidur pulas di samping anaknya. Pagi hari tadi Suhendra menanyakan keadaan istrinya, "Sudah baikkan?", "Sudah," jawab Jelita. Suhendra takut istrinya demam lagi. Malam itu, Jelita tidur dengan tenang. Membuat Suhendra yakin istrinya sudah sembuh. Jelita pun mengerjakan sholat tahajud setelah terbangun dari tidur. Pagi pun datang. Suhendra mencari-cari istrinya. Ternyata istrinya  dipanggil-panggil tidak menjawab. "Jelita...jelita sayang," sambil memegang bahu istrinya.  Jelita tidak bisa dibangunkan dari sajdah. Â
       Sehari-hari kemudian, Renata selalu merindukan kecupan ibunya. Sebenarnya bukan hanya Renata, yang masih berusia lima tahun, yang merindukan kecupan ibunya. Suhendra sesungguhnya sangat meindukan kecupan dari Jelita. Kini tidak ada lagi senyuman yang menenangkan jiwa-jiwa yang keletihan. Suhendra bermimpi Jelita selalu mencium putri mereka. Saat dia memangku Renata, Suhendra merasa Jelita datang dan mencium mereka berdua.
       Malam hari Suhendra sering  dibangunkan oleh suara yang mirip sekali dengan suara Jelita," Jelita masih bersama kalian, Mas," kata suara itu. Dalam mimpinya Suhendra melihat istrinya terbang jauh melayang menuju suatu tempat, yang mana Suhendra tidak bisa memeluk Jelita lagi di tempat tersebut.
                                               """"
       Kalau kata orang ibu tiri itu buruk. Penilaiaan tersebut salah untuk kasus ibu tirinya Renata. Semoga saja ibu tiri-ibu tiri lainnya juga demikian. Ketika Suhendra belum membutuhkan penganti Jelita. Jelita hadir kembali dalam diri Alya. Alya adalah seorang pelayan caf. Alya sering berjumpa dengan Renata dan neneknya. Renata langsung lengket dengan Alya. Setelah Alya memberi satu kecupan sayang.
       "Hi, siapa namanya?" tanya Alya pada Renata dengan lembut.
       'Re, naa, ta  tat a...." jawab si kecil mengemaskan.
       "Duuh, bagusnya namanya. Mau pesan apa?"
       "Nasi goreng....." jawab Renata terbata-bata. Ya, itu memang menu kesukaan Renata. Bahkan, Alya sering membuatkan nasi goreng untuk sarapan Renata. Alya pun sering mendulangi Renata. Alya juga sering menciumi Renata. Alya benar-benar menyanyangi Renata. Inilah sebabnya Alya diminta untuk mengantikan ibunya Renata, Jelita.  Â