Keragaman adalah Sunnatullah, hukum atau ketetapan Allah yang pasti terjadi. Tak ada satu negara pun di dunia ini yang hanya terdiri dari satu suku, ras bahkan satu agama. Allah subhanahu wata'ala berfirman,
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti." (QS Al-Hujuraat, 49:13)
Keragaman yang diciptakan Allah adalah bagian dari rahmat-Nya agar kita bisa berikhtiar dalam kehidupan di muka bumi. Dengan sangat mudahnya Allah, jika berkehendak, mampu mempersatukan manusia ke dalam satu agama sesuai dengan tabiat manusia itu, dan meniadakan kemampuan ikhtiar dan pertimbangan terhadap apa yang dikerjakan manusia.Â
"Seandainya Allah berkehendak, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja)." (QS An-Nahl, 16:93).
Akan tetapi, Allah subhanahu wa ta'ala tidak berkehendak demikian dalam menciptakan manusia. Allah menciptakan manusia dengan menganugerahkan kemampuan berikhtiar dan berusaha dengan penuh pertimbangan dalam menyikapi rahmat keragaman yang terdapat di sekitarnya.
Larangan Bersikap Ekstrem dalam Menjalankan Syariat Agama (Ghuluw)
Sebagai bangsa Indonesia, kita bersyukur bisa diikat dalam satu wadah Negara Kesatuan yang direkatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Wujud dari rasa syukur ini adalah dengan menjaga persatuan dan kesatuan serta menghormati adanya keragaman di sekitar kita.
Sekalipun demikian, kita harus tetap waspada akan adanya bibit-bibit perpecahan, terutama yang berlatar belakang agama. Konflik yang berlatar belakang agama dapat menimbulkan daya rusak yang dahsyat karena agama menyentuh relung emosi pemeluknya.
Salah satu penyebab timbulnya konflik berlatar belakang agama adalah adanya sikap ekstrim atau melampaui batas (ghuluw) dalam memahami maupun menjalankan syariat agama.
Islam tidak mengajarkan sikap ekstrim dalam syariatnya, baik ekstrim dalam meninggalkan maupun ekstrim dalam melaksanakannya. Allah telah mengingatkan ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani agar tidak bersikap berlebihan:
"Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan [melampaui batas] dalam agamamu dengan cara tidak benar. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya [sebelum kedatangan Muhammad], yang telah menyesatkan kebanyakan [manusia], dan mereka tersesat dari jalan yang lurus."(QS. Al-Maidah: 77)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga melarang dan mencela sikap ekstrim dalam sabdanya,
"Binasa orang-orang ekstrim, binasa orang-orang ekstrim, binasa orang-orang ekstrim."(HR. Muslim)
dan sabdanya,
"Jauhilah sikap ghuluw [ekstrim] dalam beragama." (HR. Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah, shahih)
Faktor Pemicu Munculnya Sikap Ekstrem
Ada banyak faktor yang dapat mendorong seorang pemeluk agama melakukan tindakan ghuluw (melampaui batas), namun pemicu utamanya adalah dua faktor berikut, sebagaimana firman Allah di dalam surah Al-Maidah ayat 77:
1. Ilmu agamanya dangkal
Allah berfirman,
"Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan [melampaui batas] dalam agamamu dengan cara tidak benar."
Ayat ini mengisyaratkan adanya sebagian orang yang melampaui batas dalam beragama dengan cara tidak benar karena dangkalnya ilmu agama yang dimilikinya. Imam Bukhari pernah berkata, ilmu mendahului amal. Orang yang beramal tanpa ilmu hampir selalu cenderung bersikap ekstrem, baik dalam menjalankan perintah syariat atau menjauhi larangan syariat.
2. Mengedepankan hawa nafsu
Ini juga termasuk penyebab kuat seseorang menyimpang dari kebenaran dan dapat menggiringnya ke jalan sesat. Di dalam surat Al-Maidah ayat 77, Allah menggandengkan sikap ghuluw dengan mengikuti hawa nafsu.
Mengikuti hawa nafsu bisa menjerumuskan setiap orang dalam sikap ekstrem atau fanatik berlebihan. Adakalanya seseorang memiliki ilmu namun karena mengikuti hawa nafsunya maka ilmunya ditinggalkan atau berusaha mencari pembenaran terhadap sikap ekstrimnya dengan mengotak-atik ilmu yang dimilikinya.
Moderasi Beragama Sebagai Solusi Mengantisipasi Sikap Ekstrem
Agama Islam juga sangat menekankan sekali bagi para pemeluknya supaya berbuat kebaikan, berakhlak dan berbudi pekerti yang baik, mencela perbuatan zhalim, keji dan akhlak yang buruk. Maka, sangat mustahil sekali apabila di dalam agama Islam ada pembenaran untuk setiap sikap atau paham ekstrem yang ajarannya mengandung kekerasan dan isinya kontradiksi dengan pokok ajaran agama Islam itu sendiri.
Islam adalah agama moderat (pertengahan). Moderasi dalam beragama ini tampak jelas pada syariatnya yang sarat dengan nilai-nilai tinggi, seperti kasih sayang kepada manusia, toleransi, mudah, damai, dan manusiawi, di samping sisi ketegasan dan kesungguhannya. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia." (QS. Al-Baqarah: 143)
Moderat dalam beragama bukan berarti bersikap lunak dalam menjalankan syariat agama. Menghindari sikap ekstrim dalam melaksanakan syariat bukan berarti kendur dan plin-plan dalam beragama.
Dalam buku Moderasi Beragama yang diterbitkan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (KEMENAG) RI, moderasi beragama harus dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif). Keseimbangan atau jalan tengah dalam praktik beragama ini niscaya akan menghindarkan kita dari sikap ekstrem berlebihan, fanatik dan sikap revolusioner dalam beragama.
Bentuk moderasi beragama dalam hal syariat yang bisa kita contoh adalah pengalaman saya saat tinggal di Bali melakukan ibadah salat Jumat di rumah, alih-alih di masjid ketika hari Jumat bertepatan dengan hari Raya Nyepi. Untuk menghormati ibadah Nyepi dari umat Hindu di Bali, ulama berpendapat bahwa larangan beraktifitas di luar rumah saat hari raya Nyepi dianggap sebagai uzur syar'i sehingga warga muslim yang rumahnya jauh dari masjid dan tidak memungkinkan untuk berjalan kaki, boleh beribadah salat Jumat di rumah.
Kampoeng Quran Wijaya Kusuma dalam Balutan Moderasi Beragama
Salah satu contoh moderasi beragama di tengah-tengah keragaman sosial, budaya dan keagamaan saya ambil dari lingkungan terdekat, kampung Wijaya Kusuma. Sejak tiga bulan terakhir, warga muslim di kampung tempat tinggal saya ini sepakat untuk melahirkan Gerakan Membangun Kampoeng Quran Wijaya Kusuma.
Kampung Wijaya Kusuma dulunya dikenal sebagai pemukiman para pelatih militer dari Susjur Rindam/V Brawijaya. Dalam perkembangannya, pemukiman ini kemudian berubah menjadi perkampungan RW 06 Kelurahan Polehan yang dihuni warga dari berbagai latar belakang. Salah satu bukti keragaman warga kampung Wijaya Kusuma adalah keberadaan tiga masjid untuk mengakomodir kegiatan peribadatan warga muslim di kampung tersebut yang notabene berlatarbelakang organisasi keagamaan yang berbeda, yakni Masjid Nailun Hamam, Masjid Nurhidayah dan Masjid Nurul Qolbi.
Selain itu, di dekat kampung Wijaya Kusuma juga terdapat gereja Ratu Rosari yang cukup besar, yang dalam kegiatan peribadatannya tak hanya diikuti warga Kristen dari Kampung Wijaya Kusuma dan sekitarnya, namun juga warga Kristen lain dari wilayah Kota Malang lainnya.
Harus diakui, keragaman warga jika tidak dikelola dan diakomodir dengan baik berpotensi menimbulkan konflik multikultural, sektarian (intra-agama) maupun komunal (antar agama). Terlebih pada era digital, di mana masyarakat bisa dengan mudah menerima dan membagikan informasi atau berita yang bisa memecah belah persatuan warga.
Mengantisipasi Munculnya Sikap Ekstrem Dengan Gerakan Belajar Membaca Al-Quran
Untuk mengantisipasi hal tersebut, sekaligus untuk menguatkan syiar agama Islam di kalangan warga muslim, warga Kampung Wijaya Kusuma bermusyawarah dan sepakat untuk melahirkan Gerakan Membangun (Gerbang) Kampoeng Quran Wijaya Kusuma.
Konsep dari Gerakan  Membangun Kampoeng Quran ini adalah dengan membuka kelas-kelas belajar mengaji Al-Quran di rumah-rumah warga. Selain belajar membaca Al-Quran, warga muslim juga dibekali kajian pokok-pokok keislaman, tanpa menyentuh hukum syariat yang menjadi ikhtilaf (perbedaan).
Mencuatnya program Gerakan Membangun Kampoeng Quran ini akhirnya sampai ke telinga pejabat Pemerintah Kota Malang. Hingga kemudian pada tanggal 21 Agustus 2022, Walikota Malang, Sutiaji menyempatkan diri untuk berkunjung sekaligus mengukuhkan Gerbang Kampoeng Quran Wijaya Kusuma dan menjadikannya alternatif wisat religi dan edukasi di Kota Malang. Dalam kunjungannya tersebut, Walikota Malang bahkan berkesempatan ikut kelas mengaji dan menguji bacaan dan hafalan warga yang ikut belajar mengaji.
Setelah dikukuhkan Walikota Malang, program belajar Al-Quran dengan konsep manajemen yang rapi yang digagas Kampoeng Quran Wijaya Kusuma ini meluas ke beberapa tempat di luar kampung Wijaya Kusuma. Seperti karyawan di Dinas Pendidikan Nasional Kota Malang dan mahasiswa serta karyawan Universitas Merdeka Malang ikut program mengaji bersama di lingkungan kerja dan kampus mereka. Sementara pengajar dan modul pengajarannya disediakan oleh pengurus Kampoeng Quran Wijaya Kusuma. Hingga saat ini tercatat sudah ada 70 kelas pembelajaran Al-Quran yang tersebar di masing-masing TPQ, setiap RT (RT 1 sampai RT 8) dan beberapa instansi pemerintah serta swasta.
Seiring dengan pemahaman agama yang benar, suasana kehidupan di kampung Wijaya Kusuma semakin kondusif. Hubungan antar warga, baik yang muslim dengan latar belakang organisasi keagamaan yang berbeda, maupun dengan warga non muslim berlangsung harmonis. Warga muslim juga semakin gemar menebar kebaikan, salah satunya adalah dengan membuat Bursa Amal Salih setiap minggu di tiga masjid kampung. Di Bursa Amal Salih ini, warga bisa menyumbang berbagai kebutuhan pokok dan warga lain yang membutuhkan bisa mengambilnya secara gratis, tanpa memandang latar belakangnya.
Bentuk lain dari moderasi beragama yang dilakukan warga Kampung Wijaya Kusuma adalah toleransi beragama. Misalnya saat terjadi kedukaan yang dialami warga non muslim, warga muslim ikut membantu menyiapkan keperluan perawatan jenazahnya, mulai dari membantu menyediakan kursi untuk tamu yang datang melayat, menyiapkan perlengkapan pemandian, dan juga sedekah kepada keluarga yang ditinggalkan. Tanpa turut campur dalam urusan syariat agama warga non muslim yang meninggal tersebut. Perlengkapan pemandian jenazah yang disediakan pengurus RW dan ditempatkan di Masjid Nailun Hamam bisa digunakan oleh semua warga.
Islam agama yang sempurna. Didesain oleh Allah untuk mengatur seluruh lini kehidupan manusia akhir zaman, tak terkecuali. Islam mengajari kita bagaimana kita menyembah Allah, bagaimana menundukkan nafsu, dan bagaimana kita berinteraksi dengan hamba-Nya sesama manusia. Islam mengajarkan bagaimana bersikap kasih sayang, tanpa dirusak oleh sikap ekstrim dan melampaui batas.
Islam ingin kita menjadi pribadi yang unggul, berakhlak dan berkarakter mulia. Di hadapan Allah, di hadapan manusia, dan alam semesta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI