Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Memaknai Puasa Ramadan sebagai Madrasah Rohani

26 April 2022   07:45 Diperbarui: 26 April 2022   13:06 1814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puasa Ramadan hendaknya tidak hanya sekedar dilakukan/dilaksanakan, namun juga harus dimaknai. Kalau puasa hanya dilaksanakan, itu berarti kita hanya sekedar mengugurkan kewajiban. Tak ada bekasnya di dalam diri kita setelah bulan Ramadan berlalu. Kalau puasa hanya dilaksanakan, kambing pun bisa melakukannya. Cukup kita kurung kambing itu di dalam kandang, tanpa kita beri makan dan minum, maka dia akan berpuasa.

Jika kita bisa memaknai puasa Ramadan, maka akan melahirkan perubahan karakter yang lebih baik setelah bulan suci Ramadan berlalu, atau setelah kita berpuasa. Syekh Rasyid Ridho dalam tafsir Al-Manan mengatakan, puasa hakikatnya adalah pendidikan untuk kemauan. Selama bulan puasa, kita dididik untuk mengekang/membatasi segala kemauan atau keinginan kita.

Imam Ghozali berpendapat, puasa Ramadan adalah Madrasah Rohani. Menurut Imam Ghozali, ada 4 unsur rohani yang mendapat pendidikan selama kita berpuasa. 

1. Pendidikan Hati

Orang yang berpuasa diharapkan memiliki Qolbun Saliim, hati yang selamat.

Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam)  bersabda, 

"Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hati adalah pusat pergerakan jasad insan. Jika hati seseorang itu sehat, maka seluruh anggota tubuh akan sehat dan sejahtera. Sebaliknya, jika hatinya kotor, maka amal perbuatan anggota tubuh juga akan rusak dan kotor, tiada guna dan tiada berpahala.

Maulana Muhammad Zakariya Al-Khandhlawi dalam kitabnya Fadhilah Amal menyatakan hati diibaratkan seperti cermin.  Semakin kotor cermin tersebut, semakin kurang cahaya yang dipantulkannya. Sebaliknya, apabila cermin itu semakin bersih, maka semakin terang pula pantulan cahaya marifatnya. Di antara tanda hati yang kotor dan berpenyakit adalah:

  • Sering gelisah dan tidak tenteram
  • Selalu membanggakan diri sendiri
  • Memandang rendah dan hina terhadap orang lain
  • Menganggap diri lebih daripada orang lain
  • Tidak amanah dan ingkar janji
  • Sering mencari aib orang lain dan disebarkan
  • Suka mengumpat dan menyakiti orang lain
  • Mudah berburuk sangka terhadap orang lain
  • Cinta dunia melebihi kecintaan pada akhirat
  • Sering mengabaikan ibadah

Puasa Ramadan diharapkan dapat mendidik hati kita menjadi hati yang bersih dari kotoran hati, dan hati yang sehat bebas dari penyakit hati.

Orang yang berpuasa dan berhasil mendapatkan pendidikan hati, maka dia bisa menghadap Allah dalam keadaan hati yang bersih (Qolbun Saliim). 

Allah berfirman,

(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan Qolbun Saliim (hati yang bersih) (QS Asy-Syuura, 26: 88-89)

2. Pendidikan Nafsu

Madrasah Ramadan mendidik jiwa kita agar menjadi jiwa yang tenang (nafsul muthmainnah).

Ciri-ciri jiwa yang tenang adalah:

  • Memiliki sumber keinginan yang baik, 
  • dicapai dengan cara yang baik, 
  • dan istiqomah dalam kebaikan (selalu kembali kepada jalan kebenaran apabila sekali waktu tergelincir dalam kesalahan).

Seseorang yang memiliki jiwa yang tenang, bisa dikatakan otomatis khusnul khatimah. Allah sendiri yang berkenan memanggil jiwa-jiwa yang tenang, dan memasukkannya ke dalam surga. 

Allah berfirman,

Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS Al-Fajr, 89: 27-30)

Orang yang memiliki jiwa yang tenang juga akan dimudahkan Allah kelak pada Yaumul Hisab. Sebagaimana yang difirmankan Allah,

maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah (QS Al-Insyiqaq, 84: 8)

3. Pendidikan Akal Pikiran

Puasa Ramadan juga menjadi sekolah bagi akal pikiran. Dalam teori psikologi, orang yang berpuasa dapat mencapai tingkat ketenangan yang luar biasa. Saat berpuasa, gelombang otak kita berada dalam posisi theta yang dihubungkan dengan memori atau daya ingat serta tingkat kesadaran yang tinggi.

Itu sebabnya, orang yang berpuasa bisa fokus pada hal-hal positif karena segala hal negatif terbuang dari pikirannya. Itu sebabnya pula, bulan Ramadan adalah bulan terbaik untuk menghafal Al-Quran karena dalam keadaan puasa, memori atau daya ingat kita berada dalam kondisi puncak.

Seseorang yang berpuasa dan berhasil mendapatkan pendidikan Akal Pikiran, dialah yang berhak disebut sebagai Ulul Albab.

Allah berfirman,

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal (Ulul Albab). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (QS Ali Imran, 3: 190-191)

4. Pendidikan Rasa

Puasa Ramadan adalah sekolah yang memberikan pendidikan rasa. Hakikatnya, puasa mendidik kita untuk dapat merasakan penderitaan orang-orang fakir dan miskin, yang karena kekurangannya sering merasa kelaparan.

Rasulullah sering mengingatkan kita, bahwa ukuran keimanan seseorang terletak dari empatinya terhadap penderitaan orang lain.

 Maka, orang yang berhasil mendapat Pendidikan Rasa di bulan Ramadan adalah orang yang memiliki karakter Ta'awuun, orang yang ringan tangan, suka menolong sesama.

Mumpun bulan Ramadan belum berlalu, mumpung masih ada sisa-sisa hari di bulan suci, mari kita jadikan puasa Ramadan sebagai Madrasah Rohani kita. Sehingga usai Ramadan, kita bisa menyandang predikat sebagai orang yang Qolbun Saliim, memiliki Nafsul Muthmainnah, ber-Ulul Albab, dan Ta'awuun. Kesemua karakter ini dibungkus dalam satu paket gelar, yakni sebagai orang yang Muttaqiin (orang yang bertakwa).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun