Ada ungkapan yang cukup terkenal di kalangan para pekerja: Karyawan tidak keluar dari pekerjaannya, karyawan berhenti bekerja dari pemimpin mereka.
Ungkapan yang mendekati kebenaran, karena salah satu alasan utama karyawan berhenti dari pekerjaannya adalah suasana atau lingkungan kerja yang toksik karena kepemimpinan yang tidak baik. Lingkungan kerja yang hebat memiliki pemimpin hebat yang fokus pada orang, bukan hanya keuntungan atau produktivitas.
Caring Leadership, Model Kepemimpinan Abad ke-21
Kepemimpinan abad ke-21 mengharuskan para pemimpin untuk membangun hubungan emosional dengan karyawan mereka. CEO sebuah perusahaan mungkin brilian, karyawannya mungkin hebat untuk diajak bekerja sama, dan pekerjaan yang dilakukannya mungkin memiliki tujuan yang berharga. Tetapi jika para pemimpinnya tidak mudah membangun hubungan emosional dengan karyawan, ada kemungkinan besar lingkungan kerja di perusahaan itu tidak sehat.
Definisi pemimpin yang dapat membangun hubungan emosional  mengacu pada pemimpin yang menghormati, peduli, penuh perhatian, dan efektif sebagai komunikator. Inilah yang dinamakan Caring Leadership. Seorang pemimpin yang baik dan bisa menjadi teladan bagi karyawannya adalah pemimpin yang menunjukkan bahwa mereka peduli dengan karyawan apa adanya sebagai manusia, bukan hanya untuk pekerjaan yang mereka lakukan.
Dalam beberapa hal, seorang pemimpin yang baik juga harus dapat menjadi orang tua yang baik. Orang tua yang baik tidak bisa melepaskan perannya sebagai guru, pelatih, motivator, pendisiplin, dan pemandu perilaku yang tepat. Ketika pemimpin tidak memiliki sifat-sifat ini, sangat sulit bagi karyawan untuk bahagia di tempat kerja mereka.
Model Caring Leadership inilah yang diterapkan Elin Waty, Presiden Direktur Sun Life Indonesia selama karir kepemimpinannya. Melalui buku Segelas Kopi dan Segudang Cerita Karier, Elin Waty berbagi cerita inspirasi bagaimana menerapkan model kepemimpinan Caring Leadership di perusahaannya.
Inspirasi dari Buku Segelas Kopi dan Segudang Cerita Karier
Buku Segelas Kopi dan Segudang Cerita Karier ini ditulis sendiri oleh Elin Waty. Menurut Elin Waty, sejak lama dia memang memiliki keinginan untuk menulis buku.
"Menulis membantu saya mengurai perasaan dan gagasan yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Kegiatan menulis saya rasakan sangat bermanfaat sebagai bagian dari healing therapy, khususnya di tengah tekanan selama masa pandemi," kata Elin Waty dalam acara Peluncuran Buku Segelas Kopi Segudang Cerita Karir yang dikemas dalam acara webinar pada Rabu, 29 September 2021.
Selain sebagai healing therapy, Elin Waty berharap bisa menularkan semangat untuk bangkit melalui cerita ringan yang bisa dibaca banyak orang. Memang, buku self-development ini dikemas dalam bentuk cerita ringan. Melalui 20 cerita pendek seputar pengalaman nyata Elin Waty berbicara dari hati ke hati dengan beberapa karyawannya, pembaca akan menemui banyak kisah inspiratif yang relevan dengan kehidupan masa kini, terutama terkait dengan pengembangan karir.
Seperti dalam cerita Atasan Anda Bukan Cenayang. Cerita ini menjadi pembuka dari buku setebal 115 halaman ini. Dalam cerita Atasan Anda Bukan Cenayang, Elin Waty menceritakan permasalahan klasik yang sering dialami para karyawan: ingin promosi tapi memendam keinginannya tersebut.
Banyak karyawan merasa dirinya sudah berprestasi dan pantas mendapat promosi, namun enggan menjual prestasinya tersebut. Salah satu alasan utamanya adalah karena merasa tidak enak dengan rekan kerja yang lain dan takut menjadi bahan omongan mereka.Â
Prestasimu penting untuk disampaikan kepada atasan. Seringnya hal ini luput dari atasan bukan karena dia tidak mau melihat, tapi banyaknya tanggung jawab lain sering membuat skala prioritas tiap orang menjadi berbeda. Tidak ada salahnya terus ingatkan dan jual kepada atasan apa yang sudah kita lakukan, karena atasan bukan cenayang. (Atasan Anda Bukan Cenayang, hal. 13).
Memang benar, bagaimana atasan kita tahu apa prestasi yang sudah kita raih di tempat kerja jika kita tidak pernah memajangnya di etalase, setidaknya agar dapat dilihat oleh atasan. Bagaimana kita bisa mendapat promosi dan peningkatan karir jika tidak pernah menjual prestasi?Â
Cerita lain yang sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari para karyawan di kantor adalah Ketika Gaji Istri Lebih Besar dari Suami. Konon, masalah timpangnya gaji suami dan istri menjadi salah satu penyebab retaknya kehidupan rumah tangga.
Banyak suami merasa tidak nyaman dan tidak bisa menerima kenyataan ketika mendapati gaji istri lebih besar daripada gajinya. Suami sebagai kepala rumah tangga, menganggap gajinya harus lebih besar karena dialah yang bertanggung jawab memberi nafkah keluarganya.
Dalam cerita pengalaman yang disampaikan Elin Waty kali ini, ada satu kutipan yang saya suka:
"Hanya pria dengan jiwa besar yang bisa menerima istri dengan karier yang lebih baik, dan hanya pria luar biasa dengan jiwa besar yang akan bangga dan mendukung hal tersebut." (hal. 20-21).
Meskipun di dalam buku kutipan tersebut diungkapkan dengan nada kalimat bercanda, tapi saya menganggap kutipan ini sangat bagus dan serius.
Pria yang mengerti akan tanggung jawab dalam berumah tangga harus memiliki jiwa besar, salah satunya adalah dengan mendukung karir istri sekiranya karir istrinya tersebut bisa menopang kehidupan rumah tangga mereka.
Tak hanya kutipan yang sangat bagus, melalui cerita ini Elin Waty memberi saran yang saya anggap sangat tepat bagi perempuan yang memiliki karir dan gaji lebih bagus daripada pasangannya:
"....bisa saja suami akan selalu cenderung merasa terancam jika perannya sebagai tulang punggung keluarga diambil alih oleh istri. Oleh karena itu, aku sarankan pada Siska untuk tidak menyombongkan penghasilannya yang lebih besar. Malah, sesekali mintalah dibelikan sesuatu oleh suami. Terkadang istri tidak meminta bukan karena merasa sudah mampu, tapi karena merasa tidak mau merepotkan." (hal. 22).
Masih banyak cerita-cerita inspiratif lain yang bisa kita ambil pelajaran dan hikmahnya, baik dalam lingkup pengembangan karir maupun dalam kehidupan sehari-hari. Gaya bertutur Elin Waty yang ringan dan apa adanya membuat cerita-cerita di dalam buku ini tidak terkesan menggurui. Malah mengalir seperti membaca pengalaman orang lain yang berkaitan erat dengan permasalahan kita sendiri.
Dua Langkah Sederhana Menjadi Pemimpin yang Peduli
Dalam acara peluncuran buku Segelas Kopi dan Segudang Cerita Karier, Elin Waty berharap dapat berbagi semangat kepedulian dan optimisme, pengejawantahan dari spirit DoGether yang diusung Sun Life. Melalui buku ini pula Ia juga ingin berbagi pesan tentang optimisme, motivasi, dan semangat untuk pantang menyerah.Â
Lebih dari sekedar cerita inspiratif, saya menganggap buku ini juga mengungkapkan sisi lain dari Caring Leadership yang diterapkan Elin Waty. Ada dua langkah sederhana yang dapat dilakukan setiap pemimpin untuk menunjukkan kepedulian mereka kepada karyawan:
Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan dapat membuat kita menjadi pemimpin yang lebih baik dan menunjukkan kepada karyawan bahwa peduli terhadap mereka. Namun lebih dari sekedar mendengarkan, pemimpin yang baik harus mampu mendengarkan secara aktif.
Mencoba memahami apa yang orang lain katakan dengan dan tanpa kata-kata, memparafrasekan (mengulang dengan kata-kata sendiri) apa yang kita dengar, menyisakan ruang untuk keheningan, dan menahan keinginan untuk memberikan solusi adalah aspek kunci dari mendengarkan secara aktif. Salah satu metode yang dapat membantu kita dalam mengembangkan keterampilan mendengarkan secara aktif adalah dengan membuat catatan dari setiap percakapan yang lakukan dengan karyawan.
Inilah yang dilakukan Elin Waty. Buku Segelas Kopi dan Segudang Cerita Karier adalah satu bukti Presiden Direktur Sun Life Indonesia ini mendengarkan secara aktif permasalahan karyawan yang ditemuinya. Elin Waty mendengarkan, mengulang permasalahan, dan menuliskannya hingga bisa menjadi sebuah cerita yang dibukukan.
Mengajukan Pertanyaan Sederhana
Banyak pemimpin enggan mengajukan pertanyaan sederhana dan lebih pribadi kepada karyawannya. Padahal, seringkali pertanyaan tentang preferensi, pemikiran, atau kehidupan pribadi dan keluarga seseorang sangat kuat untuk meningkatkan bagaimana perasaan karyawan yang didukung oleh atasan mereka.
Berbagai cerita dari karyawannya didapatkan Elin Waty setelah mengajukan pertanyaan sederhana, seperti:
"Jadi siapa yang menjaga anak kalau kamu dan suami bekerja? (Aku Ingin Promosi, Tapi Aku Perempuan, hal. 49).
Atau,
"Kayak bukan Eka yang aku kenal deh. Biasanya kamu selalu tahu apa yang diinginkan. Apa yang terjadi?" (Aku Berada di Persimpangan Karier: Sales atau Operation, hal. 118).
Mengajukan pertanyaan pribadi kepada karyawan di tempat kerja mungkin tidak dianggap profesional dalam budaya tertentu. Namun, bahkan dalam budaya tersebut, ada banyak pertanyaan yang dapat diterima untuk diajukan kepada karyawan. Karyawan sering menganggap pertanyaan seperti itu secara positif selama pertanyaan kita tampaknya tidak memiliki motif tersembunyi atau tampak seperti interogasi.
Nilai Sosial dari Buku Segelas Kopi Segudang Cerita Karier
Selain ingin menyampaikan pesan dan semangat optimisme, ada nilai sosial yang diusung Elin Waty melalui buku ini. Seluruh hasil penjualan buku akan disumbangkan ke Wahana Visi Indonesia, dan ditujukan untuk membantu biaya pendidikan anak-anak Indonesia yang membutuhkan.
Dengan kata lain, membeli buku ini tak hanya akan mendapatkan berbagai kisah inspiratif, melainkan juga sama dengan menyumbang dan berperan serta membantu pendidikan anak-anak Indonesia melalui Wahana Visi Indonesia. Jadi, jangan tunggu lama. Segera dapatkan buku ini secara online dengan mengklik tautan berikut: bit.ly/BukuSegelasKopi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H