Bayangkan, artikel tentang Peran Mural dan Grafiti Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia pernah ditahan dulu sebelum dibebaskan. Artikel tentang Papan Wajah Suporter ditahan kurang lebih 2 jam sebelum ditayangkan. Padahal, menurut saya tidak ada satu pun kata dan frasa dalam dua artikel tersebut yang bisa menimbulkan efek negatif terhadap interaksi di Kompasiana.
Lebih lucu lagi, artikel berjudul Juliari Batubara dan Sindrom Paling Menderita, ditahan berjam-jam sebelum akhirnya ditayangkan pada tengah malam! Padahal saya menayangkannya di jam-jam utama, di waktu yang menurut saya sudah tepat agar artikel itu bisa dibaca banyak orang.
Kebijakan karantina inilah yang akhirnya membuat beberapa Kompasianer senior merasa tidak nyaman sehingga  mereka pun mulai malas menulis di Kompasiana. Ujungnya, Kompasiana kehilangan sumber konten yang bisa jadi berkualitas dan bisa mengundang banyak pembaca.
Kebijakan ini juga menjadi paradoks tersendiri bagi Kompasiana. Bukankah di setiap akhir tulisan sudah ada disclaimer bahwa Kompasiana tidak bertanggung jawab terhadap isi artikel? Kalau sudah melepas tanggung jawab, mengapa masih ada karantina?
Bukan tidak mungkin, jika Kompasiana tidak mau introspeksi, blog bersama ini perlahan ditinggalkan tak hanya penulisnya, tapi juga pembacanya. Sangat disayangkan karena Kompasiana sudah melahirkan banyak penulis-penulis berbakat yang mewarnai dunia literasi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H