Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Juliari Batubara dan Sindrom Paling Menderita yang Dialami Para Koruptor

10 Agustus 2021   23:43 Diperbarui: 10 Agustus 2021   23:43 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di mata hukum, setiap orang harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah sampai hukum membuktikan kesalahannya. Setiap terdakwa punya hak untuk membela, dan apabila terbukti bersalah juga punya hak untuk meminta keringanan hukuman.

Namun, alangkah naifnya apabila dalam pembelaan tersebut, para koruptor selalu memakai keluarganya sebagai tameng. Apalagi menyebut diri sebagai pihak yang paling menderita.

Tidakkah para koruptor itu ingat keluarga mereka saat mereka melakukan korupsi? Tidakkah para koruptor itu ingat pada rakyat yang menderita akibat dana yang semestinya untuk mereka malah digunakan untuk kepentingan pribadi?

Seandainya, sebelum mereka tergoda setan untuk melakukan korupsi, mereka bisa mengingat keluarga, mengingat apa dampak dari hukuman sosial yang diterima keluarga mereka, tentu para koruptor ini akan berpikir dua kali sebelum korupsi.

Tapi, namanya juga manusia yang tak luput dari khilaf, salah dan selalu digoda setan, kita hanya ingat keluarga tatkala diri kita mengalami kesusahan. Kita hanya ingat Tuhan tatkala hukuman itu sudah datang.

Sindrom Paling Menderita yang dijadikan alasan pembelaan para koruptor ini justru membuat rakyat semakin muak dengan tingkah laku mereka. Daripada menyebut diri sebagai obyek penderita, lebih baik dalam pembelaannya para koruptor meminta maaf kepada masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun