Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Agama Baha'i dan Perayaan Tahun Baru Nawruz

28 Juli 2021   07:09 Diperbarui: 28 Juli 2021   07:25 3480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Netizen Indonesia dihebohkan dengan pemberian ucapan selamat hari raya dan apresiasi kepada komunitas Baha'i oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Banyak netizen menghubungkan ucapan selamat ini sebagai bentuk pengakuan Menteri Agama Indonesia terhadap keberadaan agama Baha'i di Indonesia. Padahal menurut anggapan netizen, Baha'i adalah agama luar yang tidak diakui pemerintah Indonesia. Bahkan ada yang menganggap Baha'i sebagai sempalan (sekte) dari agama Islam.

Dalam video yang diunggah di akun YouTube Baha'i Indonesia, Menag Yaqut menyampaikan ucapan selamat sebagai berikut:

"Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Kepada saudarakau masyarakat Baha'i di mana pun berada, saya mengucapkan selamat merayakan hari raya NawRuz 178 EB. Suatu hari pembaharuan yang menandakan musim semi spiritual dan jasmani, setelah umat Baha'i menjadikan ibadah puasa selama 19 hari."

Video ini sebenarnya diunggah pada 26 Maret 2021, dan entah mengapa baru sekarang beredar viral dan dipermasalahkan netizen.

Apa Agama Baha'i sebenarnya dan benarkah Menag Yaqut bermaksud mengakui Baha'i sebagai salah satu agama resmi di Indonesia?

Jika melihat waktu tayang video tersebut, Menag Yaqut memang bermaksud mengucapkan selamat hari raya NawRuz 178 EB kepada komunitas Baha'i. Hari Raya Nawruz merupakan salah satu hari raya bagi pemeluk agama Baha'i. 

Hari Raya Nawruz dan Perayaan Tahun Baru Nouwrouz

Menurut kepercayaan Baha'i, hari raya Nawruz adalah Hari Tuhan. Hari raya ini didasarkan pada kalender Baha'i yang berakar dan terinspirasi dari Tahun Baru Persia yang disebut Norouz (dari akar kata yang sama dengan menjadi Nouwrouz atau Nawruz). Oleh komunitas bangsa Iran, perayaan Tahun Baru Persia dirayakan ketika musim semi di belahan bumi utara dimulai, yang ditandai dengan matahari melintasi garis khatulistiwa dari belahan bumi selatan menuju utara. Menurut perhitungan kalender Masehi, perayaan Norouz atau Nawruz bisa terjadi pada tanggal 20, 21 atau 22 Maret setiap tahunnya. Hari Nowruz Internasional tercatat dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda Manusia UNESCO. 

Dari Agama Bab menjadi Agama Baha'i

Agama Baha'i sendiri merupakan agama monoteistik yang lahir di Iran dan reinkarnasi dari agama Bab. Kemunculan agama ini bermula dari deklarasi Sayyid Ali Muhammad pada 1844 yang mengaku bahwa dia adalah pembawa amanat baru dari Tuhan. Sayyid Ali Muhammad juga menyatakan bahwa dia datang untuk membuka jalan bagi wahyu yang lebih besar lagi, yang disebutnya "Dia yang akan Tuhan wujudkan". Sayyid Ali Muhammad kemudian menyebut dirinya sebagai Sang Bab (pintu dalam bahasa Arab).

Agama Bb kemudian tumbuh pesat di Iran dan dianut oleh semua kalangan. Munculnya agama baru ini mendapat perlawanan keras oleh pemerintah dan pemimpin agama di Iran. Pada 1850, Sang Bab dihukum mati dan dieksekusi di kota Tabriz. Jenazahnya dilarikan oleh pengikut setianya. 

Sepeninggal Sayyid Ali Muhammad, Mirza Husayn-Ali Nuri, bangsawan Iran yang menjadi pendukung utama Sang Bab mengaku menerima wahyu Tuhan ketika dia ditahan di penjara bawah tanah Siyah-Chal di Teheran. Menurut Mirza Husayn-Ali Nuri, dirinya adalah "Dia yang akan Tuhan wujudkan" sebagaimana yang pernah diramalkan Sang Bab sebelumnya. 

Munculnya Agama Baha'i

Setelah dibebaskan dan menjalani pengasingan di Baghdad, Mirza Husayn-Ali Nuri mulai menghidupkan kembali ajaran Sang Bab. Pada tahun 1863, di sebuah taman yang diberi nama Taman Ridwn, Bah'u'llh mengumumkan misinya kepada para pengikut Bb yang berada di Baghdad, dan sejak itu agama ini dikenal sebagai agama Bah'. Pada masa inilah ia menyatakan dirinya sebagai utusan Tuhan (rasul Allah).

Kepada pengikutnya, Mirza Husayn-Ali Nuri mengaku sebagai sebagai pendidik Ilahi yang telah dijanjikan bagi semua umat dan yang dinubuatkan dalam agama Kristen, Islam, Budha, dan agama-agama lainnya. Dia menyatakan bahwa misinya adalah untuk meletakkan pondasi bagi persatuan seluruh dunia, serta memulai suatu zaman perdamaian dan keadilan, yang dipercayai umat Bah' pasti akan datang. Pemeluk Baha'i menganggap Mirza Husayn-Ali Nuri sebagai Perwujudan Tuhan yang baru dan bergelar Bahaullah (Kemuliaan Tuhan).

Kitab suci agama Baha'i adalah Kitab-i-Aqdas yang menurut Mirza Husayn-Ali Nuri diturunkan oleh-Nya di kota Akka dan karena itu kota ini menjadi kiblat pemeluk agama Baha'i. Kitab-i-Aqdas mengatur peribadatan pemeluk agama Baha'i, di antaranya adalah sembahyang wajib, puasa wajib dan membaca kitab suci. Selain ritual peribadatan, Kitab-i-Aqdas juga memuat hukum dasar agama seperti larangan berjudi, larangan berhubungan seksual di luar pernikahan dan homoseksualitas, serta larangan meminum minuman keras dan ganja. 

Penyebaran Agama Baha'i di Indonesia

Agama Baha'i masuk ke Indonesia sekitar tahun 1878, melalui dua pedagang Persia dan Turki, yakni Jamal Effendi dan Mustafa Rumi. Oleh Presiden Soekarno, agama Baha'i sempat dilarang penyebarannya di Indonesia. Larangan ini kemudian dicabut di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui Keppres No. 69 Tahun 2000.

Pada 24 Juli 2014, Menteri Agama waktu itu Lukman Hakim Saifuddin secara gamblang mengungkapkan dirinya tengah mengkaji apakah Baha'i bisa menjadi bagian dari agama resmi yang diakui pemerintah Indonesia.

Menanggapi beredarnya video ucapan selamat kepada komunitas Baha'i, Menag Yaqut kepada detik.com menegaskan bahwa kehadirannya di acara komunitas Baha'i yang video ucapannya baru viral sekarang ini semata-mata dalam konteks untuk memastikan negara menjamin kehidupan warganya. Hal itu ditegaskan Yaqut sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

"Negara harus menjamin kehidupan seluruh warganya. Apa pun agamanya, apa pun keyakinannya."

Selain itu, menurut Yaqut, konstitusi negara Indonesia tidak mengenal istilah agama diakui.

"Konstitusi kita tidak mengenal istilah agama 'diakui' atau 'tidak diakui', juga tidak mengenal istilah 'mayoritas' dan 'minoritas'. Hal ini bisa dirujuk pada UU PNPS tahun 1965," jelas Yaqut melalui pesan singkat kepada detik.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun