Begitu pula, komentar-komentar yang masuk (sekalipun akunnya dikunci khusus pribadi) dapat berdampak langsung pada kesehatan mental anak-anak dan remaja.
Bagi beberapa pengguna, tidak mendapatkan jumlah like yang cukup dapat memengaruhi harga diri mereka. Menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan Royal Society for Public Health di Inggris, Instagram adalah aplikasi jejaring sosial yang paling merusak kesehatan mental kaum muda.Â
Wajar, karena dari sekitar 1 milyar pengguna Instagram, menurut Statista 70% di antaranya adalah remaja atau dewasa berusia kurang dari 35 tahun.Â
Terjadi Peningkatan Cyberbullying Pada Anak-anak Praremaja Melalui Media Sosial
Kedua, ada gejala terjadinya peningkatan tindakan menyakiti diri sendiri bagi remaja. Berdasarkan persentase, gadis praremaja merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap efek penindasan maya (cyberbullying) dan perbandingan sosial kronis yang difasilitasi oleh media sosial.
Banyak orangtua yang tidak ingin anak-anak praremaja mereka memiliki akun media sosial. Di satu sisi, mereka juga tidak ingin anak-anak mereka merasa dikucilkan.Â
Dilema ini akhirnya membuat orangtua menyerah dan mengizinkan bahkan membuatkan akun media sosial untuk anak-anak mereka dengan memalsukan usia.
Apalagi dalam kondisi pandemi ketika anak-anak harus belajar secara online. Mau tidak mau hampir setiap anak usia sekolah dasar hingga menengah sudah memiliki gawai dan banyak di antara mereka punya akun media sosial.Â
Tunda Keinginan Anak-anak untuk Terjun ke Media Sosial
Sampai para ahli menemukan batasan usia minimal yang aman, sekaligus mengingat dampak buruk media sosial bagi anak-anak, penting bagi orangtua untuk menunda dan membatasi aktivitas media sosial anak-anak mereka, setidaknya hingga mereka sudah berada di sekolah tingkat atas.Â
Untuk apa terburu-buru membuatkan akun media sosial dengan cara memalsukan usia anak-anak?
Bagaimanapun juga, teknologi adalah bagian integral dari kehidupan anak-anak dan remaja. Sebagai orangtua, kita tahu betapa mustahilnya memisahkan anak-anak dari penggunaan teknologi digital.Â
Perangkat digital layaknya sebuah pisau, bila dimanfaatkan dengan baik akan menghasilkan kebaikan pula. Berkomunikasi, sebagai alat hiburan yang positif, hingga sebagai alat pendidikan bagi anak-anak. Sisi positif dari perangkat digital inilah yang sebisa mungkin harus orang tua kedepankan.