Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dahsyatnya Efek Berganda Lebaran pada Perekonomian Negara

21 Mei 2021   07:13 Diperbarui: 21 Mei 2021   07:14 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di saat ekonomi lesu akibat pandemi, bulan Ramadan dan tradisi mudik lebaran mampu menyelamatkan negeri ini dari resesi ekonomi (Antara Foto/WSJ)

Kalau mau jujur, tak ada momen hari besar keagamaan yang bisa menggerakkan perekonomian Indonesia selain Hari Raya Idul Fitri atau lebaran. Juga tak ada momen hari besar atau hari libur nasional lain yang bisa menggerakkan antusias masyarakat untuk liburan, selain pada saat lebaran.

Lihat saja saat lebaran di masa pandemi yang baru saja berlalu. Sekalipun pemerintah masih memberlakukan pembatasan sosial skala mikro dan melarang masyarakat mudik ke luar kota, tempat-tempat wisata penuh sesak selama libur lebaran. Akibat membludaknya wisatawan lokal ini, pemerintah malah akhirnya meminta aparat dan pengelola untuk menutup tempat wisata.

Lucu sekaligus ironis. Karena pemerintah sendiri yang meminta masyarakat untuk berlibur memenuhi tempat wisata lokal. Mudik tidak boleh, berwisata silahkan, begitu kata pemerintah.

Bandingkan dengan momen hari raya atau hari libur nasional lainnya. Minat masyarakat untuk berlibur rasanya biasa-biasa saja. Bahkan di saat libur Natal yang selalu digandeng dengan libur Tahun baru, khususnya pada masa pandemi, hampir tak ada lonjakan wisatawan lokal.

Di luar antusiasme warga yang ingin berwisata selama lebaran, momen hari raya umat Islam ini juga terbukti mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat, di saat perekonomian negara terguncang akibat pandemi. 

Multiplier Effect Selama Lebaran Menyelamatkan Perekonomian Negara

Buktinya, peredaran uang kartal atau uang tunai selama lebaran tahun ini meningkat 41 % dibandingkan tahun lalu. Pada lebaran 2021, penarikan uang tunai mencapai Rp 154,5 triliun, sedangkan pada lebaran tahun lalu hanya mencapai Rp 109,2 triliun.

Mengutip Katadata, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, perkembangan tersebut mencerminkan aktivitas berbelanja masyarakat meningkat. Atas dasar inilah pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi  pada kuartal II berpotensi naik hingga 7%. 

"Ini mengonfirmasi bahwa ekonomi pada kuartal II 2021 akan lebih bagus lagi," kata Susiwijono dalam media briefing, Senin (17/5)

Dari sudut penafsiran yang lain, data tersebut  juga menunjukkan masyarakat Indonesia ternyata paling banyak "bersedekah" dalam waktu yang singkat. "Sedekahnya" mencapai Rp 154,5 triliun dalam jangka waktu kurang dari satu bulan!

"Sedekah" senilai Rp 154,5 triliun itu tak lain adalah nilai dari peredaran uang baru untuk kebutuhan puasa dan lebaran, terutama untuk salam tempel.

Dalam teori ekonomi makro, peredaran uang senilai Rp 154,5 triliun ini bisa meningkat total omsetnya hingga sepuluh kali lipat akibat dari apa yang disebut multiplier effect of consumption (efek pengganda konsumsi).

Efek pengganda ini mengacu pada peningkatan pendapatan akhir yang timbul dari setiap suntikan pengeluaran baru. Besar kecilnya pengganda tergantung pada keputusan belanja marjinal rumah tangga, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi marjinal (marginal propensity to consume/mpc), atau menabung, yang disebut kecenderungan menabung marjinal (marginal propensity to save/mps).

Khusus untuk momen lebaran, koefisien MPC lebih besar daripada MPS. Maksudnya, kecenderungan masyarakat untuk konsumtif lebih besar daripada menabung. Saat lebaran, masyarakat lebih banyak menghabiskan pendapatan yang mereka peroleh untuk berbelanja daripada menyimpannya di bank. Besarnya MPC saat lebaran diprediksi bisa mencapai 90% mengingat kecenderungan masyarakat kita yang memang punya pembawaan konsumtif.

Hitung-hitungannya, uang tunai senilai Rp 154,5 triliun yang beredar selama lebaran akan berlipat ganda nilainya sampai sepuluh kali lipat, menjadi Rp 1.545 triliun. Perputaran uang sebesar itu sama nilainya dengan hampir 90% nilai APBN yang dibelanjakan pemerintah selama setahun. 

Asal tahu saja, hingga Februari 2021, belanja pemerintah sudah menyentuh angka Rp 282,7 triliun. Sementara pada lebaran yang baru beberapa hari kita lalui, masyarakat Indonesia sudah membelanjakan uang senilai Rp 154,5 triliun! Dahsyat bukan dampak ekonominya?

Bisa kita lihat, Di saat ekonomi lesu akibat pandemi, bulan Ramadan dan tradisi mudik serta salam tempel lebaran mampu menyelamatkan negeri ini dari resesi ekonomi yang berkepanjangan. Bulan Ramadan dan tradisi mudik itu menghidupkan semua industri yang lesu. Mulai dari industri makanan-minuman, industri tekstil dan garmen, industri sepatu, industri perlengkapan ibadah, hingga petugas parkir dan tukang baca doa di pemakaman umat Islam.

Itulah berkah ekonomi Ramadan dan Lebaran setiap tahunnya di negeri ini, yang membuat ekonomi rakyat tetap hidup bahkan di masa-masa sulit selama pandemi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun