Setelah selesai membaca, Fakhrudin berkata kepada muridnya:
"Sekarang kamu boleh duduk di mana kamu suka. Aku tadi menyuruhmu duduk di kursiku, karena tulisanmu ini adalah ilmu, dan kamu tadi adalah guruku. Salah satu etika seorang murid ialah duduk bersimpuh di hadapan gurunya seperti tadi."
***
Kisah itu disampaikan Husein Ahmad Amin dalam bukunya Alfu Hikayat wa Hikayat, yang diterjemahkan Abdul Rosyad Shiddiq dalam buku Humor Sufi V (Pustaka Firdaus). Melalui kisah tersebut, Husein Ahmad Amin memberi tahu kita bagaimana seharusnya kita memperlakukan tulisan dan penulisnya.
Hakikatnya, setiap tulisan adalah ilmu, dan penulisnya adalah guru. Sebagai murid, maka kita harus memperlakukan tulisan dan penulisnya itu layaknya guru yang sedang mengajari kita suatu ilmu.
Kisah di atas juga menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa murid harus bertanya pada guru. Murid harus "mendatangi gurunya". Seperti itulah adab mencari ilmu.
Selama ini, kita cenderung merasa "sok tahu" dan "sok mengerti". Kita malu untuk bertanya langsung pada mereka yang lebih punya ilmu dan lebih punya pengalaman. Kita merasa, dengan hanya membaca artikel berupa tips-tips atau pengetahuan lain yang mereka tulis, kita sudah mengambil manfaat dari ilmu yang mereka bagikan.
Ilmu adalah syarat dari benarnya perkataan dan perbuatan. Namun sebelum ilmu itu kita dapatkan, ada adab yang harus didahulukan.
"Ilmu mendahului amal, adab mendahului ilmu."
Sama seperti ilmu yang menjadi syarat atas benarnya sebuah amal, maka adab adalah syarat atas berkahnya sebuah ilmu. Islam menempatkan adab ini ke dalam posisi yang penting. Bukankah Allah sendiri memuji nabi Muhammad karena adab beliau?
Maka, perlakukanlah setiap artikel yang kita baca sebagai guru. Hormati penulisnya sebagaimana kita menghormati guru-guru yang sudah mengajari kita berbagai ilmu.