Islam tidak melarang umatnya kaya raya. Sebaliknya, Islam malah mendorong setiap umatnya untuk giat bekerja agar dapat memiliki kelebihan rezeki. Dengan kelebihan rezeki itu, umat Islam dapat bersedekah untuk keperluan syiar Islam.
Rasulullah Saw dulunya juga pedagang yang sukses. Ummul Mukminin Khadijah r.a juga termasuk saudagar yang kaya raya. Sementara beberapa sahabat Nabi Saw, bila memakai istilah anak muda sekarang, mereka termasuk golongan crazy rich.Â
Di antara beberapa sahabat Nabi yang termasuk golongan konglomerat pada masa itu adalah Abu Bakar as Shiddiq, Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, Suhaib bin Sinan dan beberapa sahabat utama Rasulullah Saw.
Kekayaan yang diperoleh para "crazy rich" sahabat Rasulullah Saw ini tidak jatuh dari langit. Melainkan dari kerja keras mereka di bidang perniagaan.Â
Sungguhpun begitu, dalam kesehariannya mereka tetap zuhud, tidak menampakkan perilaku layaknya orang kaya baru jaman sekarang yang gemar memamerkan barang-barang mewah miliknya.
Para sahabat Nabi Saw yang "crazy rich" ini sadar, setiap harta yang mereka miliki pada dasarnya hanya titipan Allah Swt. Mereka sadar, ketika mereka meninggalkan dunia, yang mereka bawa bukan semua harta yang didapatkan, melainkan semua harta yang disedekahkan.
Itu sebabnya, dalam setiap kesempatan para sahabat crazy rich ini seolah berlomba-lomba dalam bersedekah. Seolah mereka tidak ingin nama mereka tidak tercatat dalam deretan hamba Allah yang berjihad dengan hartanya.Â
Persaingan Sedekah Abu Bakar dan Umar bin Khattab
Abdurrahman As-Syarqawi dalam kitab Al-khilafah Al-Uula menceritakan persaingan sedekah antara dua sahabat Nabi, Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Ketika itu menjelang Perang Tabuk, Rasulullah Saw menganjurkan kaum Muslimin untuk memberikan infak terbaiknya.
Umar bin Khattab tanpa berpikir panjang langsung membagi dua harta miliknya, separuh untuk infak dan separuh ditinggalkan untuk keluarganya.
Namun alangkah kaget dan kagumnya Umar ketika mengetahui Abu Bakar as Shiddiq mengungguli amal salehnya ini. Jika Umar membagi dua hartanya dan separuh bagian diinfakkan di jalan Allah, maka Abu Bakar menyerahkan seluruh hartanya.
Hingga Rasulullah pun menegur Abu Bakar dan bertanya,
"Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?"
Abu Bakar menjawab, "Aku tinggalkan (titipkan) keluargaku kepada Allah."
Kedermawanan Abdurrahman bin Auf yang Melampaui Batas
Lain lagi dengan kedermawanan Abdurrahman bin Auf. Sahabat yang termasuk salah satu orang paling awal memeluk Islam ini terkenal sebagai saudagar kaya raya.  Menurut para ahli riwayat, harta kekayaan Abdurrahman bin Auf melebihi gabungan dari sahabat-sahabat Nabi lain yang juga kaya raya. Crazy-nya crazy rich kata anak muda sekarang.
Meski begitu, Abdurrahman bin Auf tak pernah bangga dengan kekayaannya. Malah setiap kali mengingat kekayaan yang dimilikinya, Abdurrahman bin Auf menangis, oleh sebab ia teringat perkataan Rasulullah Saw,
"Wahai Ibnu 'Auf! anda termasuk golongan orang kaya ... dan anda akan masuk surge secara perlahan-lahan . . . ! Pinjamkanlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda ... !
Semenjak ia mendengar nasihat Rasulullah ini, Abdurrahman bin Auf tanpa pernah terbersit keraguan selalu membelajakan hartanya di jalan Allah, dan  Allah pun memberi ganjaran kepadanya dengan berlipat ganda.
Di suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para istri Nabi dan untuk kaum fakir miskin.
Pada suatu hari  pula Abdurrahman bin Auf menyerahkan lima ratus ekor kuda untuk perlengkapan bala tentara Islam, dan di hari yang lain seribu lima ratus kendaraan.Â
Menjelang wafatnya ia berwasiat limapuluh ribu dinar untuk jalan Allah, lalu berwasiat pula bagi setiap orang yang ikut perang Badar dan masih hidup, masing-masing empat ratus dinar. Bahkan Utsman bin Affan r.a. yang terbilang kaya juga mengambil bagiannya dari wasiat itu, serta katanya:
"Harta Abdurrahman bin 'Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat".
Penyerahan Total Shuhaib bin Sinan
Ada pula kisah kedermawanan Shuhaib bin Sinan. Sebelum masuk Islam Shuhaib bin Sinan adalah putra pejabat kekaisaran Persia. Saat pasukan Romawi menyerbu Persia, Shuhaib ditawan dan diperjualbelikan sebagai budak.
Di Mekkah, Shuhaib dibeli seorang pedagang kaya, yang lalu membebaskannya dan bahkan memberinya modal untuk berniaga.
Semenjak masuk Islam di rumah Arqam bersama sahabat Ammar bin Yasir, rezeki Shuhaib mengalir deras, menjadikannya salah satu saudagar kaya raya.
Meski begitu, kekayaan yang dimilikinya tidak membuatnya lupa diri. Justru semakin menambah kezuhudan dan kecintaan Shuhaib terhadap Islam.
Kedermawanan Shuhaib mencapai puncaknya dalam sebuah peristiwa hijrahnya Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah hendak pergi hijrah, Shuhaib mengetahuinya, dan menurut rencana ia akan menjadi orang ketiga dalam hijrah tersebut, di samping Rasulullah dan Abu Bakar .... Tetapi orang-orang Quraisy telah mengatur persiapan di malam harinya untuk mencegah kepindahan Rasulullah.
Shuhaib terjebak dalam salah satu perangkap mereka, hingga terhalang untuk hijrah untuk sementara waktu, sementara Rasulullah dengan shahabatnya berhasil meloloskan diri atas barkah Allah Ta'ala.
Shuhaib berusaha menolak tuduhan Quraisy dengan jalan bersilat lidah, hingga ketika mereka lengah ia naik ke punggung untanya, lalu dipacunya hewan itu dengan sekencang-kencangnya menuju Sahara luas . Tetapi Quraisy mengirim pemburu-pemburu mereka untuk menyusulnya dan usaha itu hampir berhasil. Ketika Shuhaib melihat dan berhadapan dengan mereka, ia berseru katanya:
"Hai orang-orang Quraisy!
Kalian sama mengetahui bahwa saya adalah ahli panah yang paling mahir . . . . Demi Allah, kalian takkan berhasil mendekati diriku, sebelum saya lepaskan semua anak panah yang berada dalam kantong ini, dan setelah itu akan menggunakan pedang untuk menebas kalian, sampai senjata di tanganku habis semua!
Nah, majulah ke sini kalau kalian berani ...
Tetapi kalau kalian setuju, saya akan tunjukkan tempat penyimpanan harta bendaku, asal saja kalian membiarkan daku ... !
Para pemburu Quraisy tertarik dengan tawaran terakhir itu, dan setuju menerima hartanya sebagai imbalan dirinya, kata mereka: "Memang, dahulu waktu kamu datang kepada kami, kamu adalah seorang miskin lagi papa.Â
Sekarang hartamu menjadi banyak di tengah-tengah kami hingga melimpah ruah. Lalu kami hendak membawa pergi bersamamu semua harta kekayaan itu ... ? "
Shuhaib menunjukkan tempat disembunyikan hartanya itu, hingga mereka membiarkannya pergi sedang mereka kembali ke Mekah.Â
Dan suatu hal yang aneh ialah bahwa mereka mempercayai ucapan Shuhaib tanpa bimbang atau bersikap waspada, hingga mereka tidak meminta suatu bukti, bahkan tidak meminta agar ia mengucapkan sumpah ... !
***
Kisah Kedermawanan para "crazy rich" sahabat Nabi Saw ini menunjukkan pada kita bahwa mereka mampu mengendalikan harta dunia, bukan mereka yang dikendalikan harta.Â
Tak ada keinginan mereka untuk menjadi kaya raya. Tak ada ambisi dalam diri mereka untuk menumpuk kekayaan. Namun karena kehendak Allah saja yang membuat mereka diberi amanah harta dunia yang banyak.
Namun, konsekuensi dari kekayaan ini sungguh luar biasa berat. Harta mereka adalah amanah dari Allah, dengan tanggung jawab yang luar biasa besarnya. Hingga dikatakan kelak mereka berada dalam urutan terakhir dan masuk perlahan ketika diizinkan masuk surga, disebabkan adanya harta kekayaan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H