"Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh,
Bapak-bapak, ibu-ibu, monggo enggal sahur. Imsak kurang 20 menit, imsak kurang 20 menit. Sahur, sahur, sahur...."
Suara dari pengeras masjid di komplek perumahan seberang sungai terdengar sangat nyaring di tengah keheningan dini hari, menggema ke seluruh penjuru arah.
Bagi generasi milenial, mungkin mereka sedikit terganggu dengan suara orang membangunkan warga untuk sahur yang diperdengarkan begitu kerasnya melalu pengeras suara masjid. Jaman sudah digital kok masih membangunkan sahur pakai Toa masjid. Berisik ah...! Udah kuno kali.
Ya, gara-gara pemikiran berisik itulah beberapa waktu lalu artis Zaskia Adya Mecca menuai kritik dari netizen. Masalahnya, Zaskia mengeluhkan cara sebagian umat Islam yang membangunkan warga untuk sahur dengan memakai Toa atau pengeras suara masjid.
Di jaman yang serba digital dan semua sudah terkomputasi otomatis, kita mungkin tidak butuh orang lain untuk membangunkan diri kita. Sudah ada alarm di ponsel pintar yang selama 24 jam nyaris tidak pernah lepas dari genggaman tangan.
Lagipula penggunaan pengeras suara masjid di saat yang tidak semestinya malah mengganggu ketenangan waktu istirahat kita. Semua orang juga sudah tahu kapan waktunya sahur tiba. Begitu pula tidak semua orang di sekitar masjid ikut melaksanakan ibadah puasa.
Beberapa kalangan juga ada yang menghukumi tradisi sahur seperti ini sebagai bidah, sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah Saw dan para sahabatnya.
Memang betul, tidak ada hadis Rasulullah yang bisa menjadi pembenaran dari cara membangunkan umat Islam untuk makan sahur dengan cara seperti ini. Meski begitu, tradisi membangunkan orang sahur dengan mengumumkannya lewat pengeras suara bukan sesuatu yang bidah, karena pada dasarnya aktivitas ini bukan aktivitas ibadah.
Mengutip penjelasan KH. Ali Mustafa Yaqub, bid'ah dalam ibadah itu adalah ibadah yang tidak memiliki dalil syar'i (agama). Dalil agama itu Al-Quran, Hadis, Ijma' dan Qiyas. Sedangkan hadis adalah apa yang dikatakan, dikerjakan, ditetapkan dan atau sifat-sifat Nabi saw. Apabila Nabi saw. tidak melakukan, itu bukan Hadis.
Sebenarnya, pada masa-masa dahulu pun sudah dikenal tradisi membangunkan sahur, dengan beragam cara. Pakar Hukum Islam Universitas Al Azhar Mesir dan Imam Besar Al-Azhar, Syekh Dr Mabruk 'Athiyah dalam Fatawa Al-Azhar 8/284 menerangkan, pada masa dahulu sudah dikenal beberapa cara membangunkan umat Islam pada waktu sahur.
Seperti yang dilakukan Gubernur Mesir Uthbah bin Ishaq, pada masa pemerintahan khalifah Muntasir Billah, ia berjalan kaki dari Fustat sampai masjid jami Amr bin Ash mengingatkan umat Islam untuk makan sahur.
Syekh Athiyah juga menyampaikan cerita Ibnu Batutah, petualang muslim yang menyaksikan ada perayaan Ramadan di Mekkah. Beberapa warga menggantungkan 2 lentera dan berjalan berkeliling dengan maksud agar umat Islam yang tidak mendengar azan bisa melihat lentera tersebut sebagai pertanda waktu sahur.
Dari beberapa penjelasan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan sendiri, membangunkan orang sahur lewat pengeras suara masjid bukan ibadah, melainkan sebuah tradisi dalam kerangka hubungan sosial kemasyarakatan.
Karena berhubungan dengan sosial kemasyarakatan, maka hukum yang bisa kita gunakan untuk memutuskan perkara ini adalah hukum sosial kemasyarakatan pula. Apabila lingkungan kita mayoritas atau hampir semua penghuninya adalah umat Islam, membangunkan sahur lewat pengeras suara bisa dianggap sesuatu yang baik.
Namun apabila lingkungan kita penghuninya masyarakat yang heterogen, menggunakan pengeras suara untuk membangunkan sahur bisa dianggap menganggu masyarakat non-muslim atau umat Islam yang tidak ikut berpuasa karena ada uzur. Oleh karena itu sebaiknya dihindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H